MENURUT laporan UNESCO (2020), sebagai akibat dari wabah covid-19, sebanyak 1.543.446.152 siswa atau 89% dari total siswa di 188 negara, termasuk Indonesia, terpaksa belajar dari rumah. Data terakhir dari Pandemic Talks juga menunjukkan penyebaran covid-19 belum mereda. Jumlah kasus klaster sekolah dan pesantren yang terdampak mencapai 72.677 kasus. Dengan demikian, satuan pendidikan tidak punya pilihan kecuali menunda pembelajaran tatap muka dan tetap belajar dari rumah.

Bagaimana pengaruhnya pada sistem pendidikan? Menurut Tam, G dan D El-Azhar (2020), paling tidak ada dua dampak. Pertama, munculnya inovasi-inovasi pembelajaran baru. Covid-19 sebagai katalis mendorong perubahan dengan begitu cepat, sebab institusi-institusi pendidikan bergerak mencari solusi inovatif. Misalnya, di Nigeria, standar asynchronous dalam jaringan (seperti materi membaca melalui Google Classroom) di-augmentasi dengan instruksi video tatap muka. Kedua, meningkatnya kolaborasi institusi sektor pemerintah dan swasta. Konsorsium pembelajaran terdiri dari pemangku kepentingan–pemerintah, penerbit, profesional, penyedia teknologi, operator jaringan –bersama-sama memanfaatkan platform digital sebagai solusi. Misalnya, di Hong Kong, forum readtogether.hk, merupakan konsorsium yang terdiri dari 60 organisasi pendidikan, penerbit, media, yang menyediakan lebih dari 900 aset pendidikan termasuk video, buku, alat evaluasi, dan jasa konseling secara cuma-cuma. Kedua, dampak tersebut juga dirasakan di Indonesia.

Para pakar, praktisi pendidikan, dan guru-guru terdorong untuk semakin kreatif mencari terobosan pedagogi yang efektif dan kolaboratif antara pemangku kepentingan seperti pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat. Masing-masing bekerja sama memberikan kemudahan, di antaranya menyediakan kuota internet dan perbaikan infrastruktur. Lalu apa saja tantangannya? Selain soal akses dan infrastruktur, salah satunya yang muncul pada berbagai diskusi webinar adalah bagaimana proeses belajar mengajar bisa tetap dilaksanakan secara bermakna, dan transfer nilai tetap berlangsung, bukan hanya transfer pengetahuan. Intinya, bagaimana pendidikan karakter yang merupaka core pendidikan tetap dapat terlaksana.

Sebagian guru mengeluh bagaimana mereka bisa menjadi uswah hasanah bagi siswa-siswa mereka, tanpa harus secara fisik hadir memberikan contoh keteladanan di depan-murid-murid mereka? Padahal pemerintah mendorong agar pendidikan karakter menjadi salah satu dari tiga ranah fokus di masa pandemi ini, selain literasi dan numerasi. Dalam pendidikan karakter, pemerintah menekankan pentingnya menjadi pelajar Pancasila, yang memiliki karakteristik beriman, bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia, mandiri, bernalar kritis, kebinekaan global, gotong-royong, dan kreatif.

Dalam pola pembelajaran siswa sukses, ada beberapa aspek yang memberikan kontribusi: aspek guru (profesionalisme), aspek karakter (character building, spiritual values), aspek pembelajaran (creative thinking and innovation, critical thinking and problem solving, communication and collaboration), aspek literasi (information, media and technological skills). Aspek karakter menjadi tantangan utama pada moda pembelajaran yang dilakukan secara jarak jauh (distance learning). Perlu dipahami terlebih dahulu bahwa “…character education isn’t just about helping kids get along, it is about teaching them to work hard, develop their talents, and aspire to excellence in every area of endeavour” (Davidson, 2008).

Baca Juga: Mewaspadai Lost Generation

Dengan demikian pendidikan karakter perlu menjadi pemantik agar siswa bekerja keras, mengembangkan bakat, dan selalu menjadi yang terbaik pada setiap ikhtiar pembelajaran. Namun bagaimana ini bisa dilakukan dengan jarak jauh?   Karakter yang positif Ternyata, pendidikan karakter dengan moda jarak jauh bukanlah hal baru. Johnson & Williams (2010) dalam bukunya The Phenomenon of Character Development in Distance Education Course mengemukakan hasil penelitian, yakni siswa-siswa dalam sebuah pembelajaran jarak jauh mengalami perkembangan karakter yang positif di beberapa area:

Pertama, performance character traits and strengths dalam bentuk disiplin diri, arah diri, pendekatan yang lebih analitis dan mendalam terhadap pembelajaran. Lalu, imaginasi dan kreativitas, apreasiasi terhadap literatur, motivasi untuk terus melanjutklan pendidikan. Kedua, moral character traits and strengths dalam bentuk meningkatnya kualitas kearifan dan keberanian moral. Ketiga, relational character traits and strengths dalam bentuk keterbukaan, kesediaan berbagi pembelajaran, memperbaiki komunikasi dan hubungan dengan sesama. Keempat, spiritual character traits and strengths dalam bentuk kerendahhatian, keimanan, harapan, dan kedermawanan. Tentu saja, dibutuhkan peran serta berbagai pihak untuk meweujudkannya. Di sinilah peran tri pusat pendidikan, yaitu sekolah, keluarga, dan masyarakat menjadi signifikan. Sebelum pandemi, orangtua cenderung menyerahkan begitu saja pendidikan anak-anak mereka ke sekolah, sekarang hampir setiap pihak memiliki peran yang penting dan seimbang untuk keberhasilan pendidikan siswa.

Dalam hal ini, komunikasi yang intens dan terbuka, antara orangtua dan guru mengambil bagian penting, bukan hanya dalam proses pedagogi dalam mengawal pembelajaran di rumah agar berjalan sebagaiman semestinya, melainkan juga memastikan tumbuh-kembang siswa berproses secara utuh. Mulai dari bangun di pagi hari, beribadah, membantu pekerjaan domestik orangtua, ikut menyiapkan sarapan bersama, menyiapkan pembelajaran daring, memulai video conference, presensi mengunakan share location, mengikuti pelajaran guru secara daring. Lalu, mengerjakan project-based task bersama anggota masyarakat, mempresentasikan dan berbagi dengan sesama dalam kelompok-kelompok kecil secara daring, mengumpukan tugas dan seterusnya hingga akhir pelajaran.

Setelah pelajaran usai disambung berolahraga di rumah, membantu pekerjaan domestik orang tua, beribadah, hingga istirahat malam. Ritme ini akan menempa kesabaran, kedisiplinan, kewelasasihan, ketakwaan kepada Ilahi, yang semuanya merupakan character traits yang dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang siswa sebagai tunas bangsa.( Alpha Amirrachman, Sekretaris Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, Alumnus PPRA LX Lemhannas)