Kebijakan Pemerintah Provinsi Maluku melakukan pinjaman dana Rp 700 miliar dari PT Sarana Multi Infrastruktur tanpa perencanaan yang matang.

Sejak awal peluncuran program pinjaman dana SMI Pemerintah Pusat ditengah pandemic tahun 2021 lalu diharapkan bisa membantu memulihkan kondisi ekonomi, namun pinjaman dana ini oleh Pemprov Maluku tidak berdampak.

Pinjaman dana SMI sebesar 700 miliar rupiah sejak awal tidak diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat khususnya pemulihan ekonomi, sebab anggaran tersebut seluruhnya dikelola oleh Dinas PUPR.

Fatalnya, pengerjaan proyek yang dikelola oleh Dinas PUPR tanpa melalui proses perencanaan akibatnya dinas menempatkan proyek pada wilayah yang tidak bisa diakses oleh masyarakat.

Karena itu berbagai kalangan mulai dari akademisi, praktisi, pengamat hingga OKP maupun anggota dewan menyentil pengelolaan dana ini yang diduga tidak sesuai dengan aturan.

Baca Juga: Sikap Kritis Fraksi Partai Golkar

Belum lagi sejumlah proyek infrastruktur yang dibangun dengan pinjaman dana SMI di sejumlah daerah ternyata tidak tuntas. Sebut saja proyek air bersih di Pulau Haruku tidak dapat dinikmati masyarakat.

Anggaran yang digelontarkan juga sangat besar mencapai 12,4 miliar. Kasus ini kemudian dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi Maluku dan sampai saat ini masih dalam proses penyelidikan lembaga penegak hukum tersebut.

Tidak adanya perencanaan penggunaan anggaran dana pinjaman SMI yang berdampak bagi peningkatkan kesejahteraan masyarakat, membuat Komisi III DPRD Maluku menjadi geram.

Melalui Ketua Komisi III DPRD Maluku, Richard Rahakbauw mengungkapkan, pihaknya akan meminta Kejaksaan Agung memonitoring dan mengevaluasi pengusutan kasus dugaan penyalahgunan dana SMI.

Pasalnya, adanya beberapa proyek yang dibiayai dengan dana SMI yang sedang diusut oleh Kejaksaan Tinggi Maluku.

Salah satu kasus yang menyita perhatian publik sejak dana SMI bergulir yakni pengerjaan proyek air bersih di Pulau Haruku yang menurut Rahakbauw belum tuntas hingga saat ini.

Kejaksaan Agung harus melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kasus penangangan kasus yang dilakukan Kejaksaan Tinggi Maluku agar hukum ditegakkan.

Kita tentu memberikan apresiasi bagi Komisi III DPRD Maluku karena langkah tersebut akan dilakukan, sebagai bagian dari bentuk pengawasan dewan walaupun dewan tidak boleh mengintervensi kinerja aparat penegak hukum, tetapi minimal meminta Kejagung melakukan monitoring itu merupakan langkah yang tepat, sebagai bagian dari bentuk pengawasan dewan.

Kita berharap, Komisi III DPRD Maluku tidak hanya sekedar berwacana untuk meminta Kejagung melakukan monitoring, tetapi haruslah berani merealisasikannya, sehingga langkah politik dalam mengawasi dana ini betul-betul dilakukan dan direalisasikan.

Dewan juga pasti berharap, Kejati Maluku bekerja transparan dalam menuntaskan kasus ini, sehingga tidak bertindak diskriminasi tetapi betul-betul diusut sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. (*)