Bahasa adalah serangkaian bunyi yang memberikan suatu arti tertentu (Suriasumantri, 2017). Bahasa daerah merupakan salah satu budaya di Indonesia yang tidak ternilai harganya. UUD 1945 Pasal 32 Ayat 2 berbunyi “Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional”. Perbedaan intonasi dan pesan yang disampaikan menjadikan suatu peninggalan harus dilestarikan. Bahasa daerah telah digunakan semenjak dahulu kala sebelum adanya bahasa pemersatu bangsa yaitu bahasa Indonesia. Menurut laman petabahasa.kemdikbud.go.id, jumlah bahasa daerah di Indonesia sebanyak 718 bahasa. Jumlah tersebut belum termasuk dialek atau gaya bahasa. Namun, sayangnya ada bahasa-bahasa daerah yang mulai punah. Upaya untuk melestarikan bahasa daerah telah dilakukan oleh pemerintah dengan cara memasukan ke dalam kurikulum pendidikan menjadi satu mata pelajaran  bernama Muatan Lokal agar generasi penerus bangsa tidak kehilangan nilai budayanya. Selain itu, upaya lain untuk melestarikan bahasa daerah ialah menuliskannya ke dalam bentuk skenario film. Film sebagai media audiovisual, dapat memudahkan orang untuk belajar hal baru. Dalam hal ini, mengenal bahasa daerah.

Lantas, mengapa film menjadi metode yang menyenangkan dalam upaya melestarikan bahasa daerah? Beberapa alasan sebagai berikut:

  • Belajar melalui film, lebih memotivasi diri

Mempelajari bahasa asing atau bahasa daerah dari menonton film membuat penonton seolah menghayati alur cerita dan dapat membangkitkan emosi dari para pemeran. Alhasil, usai menonton, ingin mengujarkan beberapa kosakata yang berhasil diserap kepada lawan bicara.

  • Film menyediakan variasi ungkapan dan ucapan bahasa daerah

Film terdiri atas berbagai percakapan yang mengandung banyak kata dan istilah. Tentu hal ini akan menghimpun dan menyediakan banyak variasi diksi yang bisa kalian pelajari. Dialog sehari-hari yang dituturkan tokoh-tokoh film dapat membantu memahami situasi penggunaan bahasa daerah.

  • Konten visual yang menarik

Memopulerkan bahasa daerah melalui film, secara tidak langsung mengajak kita memahami dialek dan kosakata dari dialog pemeran. Hal ini karena dukungan visual yang membantu menafsirkan percakapan atau kalimat yang diucapkan para tokoh. Seperti pada film Yowis Ben, dialog tokoh-tokohnya menggunakan bahasa Jawa, dialek Malang.

Baca Juga: Melayani Warga Negara di Tanah Sengketa
  • Bahasa daerah sebagai sarana mengenal budaya lokal

Bahasa merupakan unsur budaya yang penting selain sistem religi, upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, kesenian, sistem mata pencaharian, dan sistem teknologi dan peralatan. Dalam kaitannya dengan film, penonton diajak mengenal kebiasaan masyarakat lokal. Seperti Film Yuni yang mengisahkan seorang gadis kelas 3 SMA yang dihadapkan dua pilihan, melanjutkan kuliah atau menikah dengan seorang pria yang sama sekali belum dikenal. Yuni dituntut untuk mengikuti budaya dan ekspektasi lingkungan yang menganggap bahwa tempatnya wanita hanya sebatas menjadi istri, tidak perlu pendidikan tinggi dan kebebasan untuk mengejar mimpinya.

  • Belajar bahasa daerah sebagai sarana menambah pengetahuan tentang nilai dan norma

Film dengan bahasa daerah diminati karena mengangkat budaya, baik itu kehidupan sosial, cara berpakaian, pariwisata, sampai kuliner. Film dengan berbahasa daerah diminati karena mengangkat budaya sekaligus menambah pengetahuan kita akan kehidupan sosial lain yang ada di Indonesia seperti film Tilik yang mengisahkan perjalanan ibu-ibu kampung di wilayah Bantul, menjenguk ibu lurah dengan menyewa truk. Mayoritas dialog tokoh-tokohnya menggunakan bahasa Jawa dan menampilkan kebiasaan ibu-ibu berkumpul, mengobrol untuk bertukar informasi.

Film sebagai salah satu sarana belajar bahasa daerah, perlu diterapkan karena selain menambah wawasan, juga melestarikan budaya yang ada sejak nenek moyang kita.Oleh: Indrayadi, S.S. (Staf Kantor Bahasa Provinsi Maluku)  (*)