AMBON, Siwalimanews – Menyikapi desakan berbagai kalangan agar aparat penegak hukum mengusut kasus duga­an korupsi di Bank Ma­luku-Malut akhirnya direspons Kejati Ma­luku.

Kini kasus dugaan korupsi pada bank berplat me­rah itu masukan dalam bidikan Kejati Maluku.

Kepada Siwalima, Kepala Kejaksaan Ting­gi Maluku, Edy­ward Kaban mengaku, akan mendalami kasus tersebut.

“Soal kasus Bank Maluku-Malut, kami pelajari dulu. Jika ada data mohon kiranya membantu kami,” tulis Kajati dalam pesan WhatsApp, kepada Siwalima, Jumat (1/9).

Kajati juga belum mau berkomentar lebih jauh, dan berjanji akan mempelajari kasus yang melilit bank milik daerah itu terlebih dahulu.

Baca Juga: Jaksa Cecar 54 Saksi Korupsi Poltek, Dirut Pekan Ini

Sebelumnya diberitakan, aparat penegak hukum didesak segera mengusut berbagai masalah yang saat ini melilit Bank Maluku-Malut.

Desakan itu disuarakan akademisi fakultas hukum, organisasi pemuda, maupun praktisi hukum, menyusul dugaan remunerasi tak halal yang diterima direksi Bank Maluku-Malut.

Mereka mendesak aparat penegak hukum baik jaksa maupun polisi, maupun KPK, tidak tinggal diam terkait pemberian remunerasi bagi jajaran direksi dan komisari yang diduga sarat dengan pelanggaran hukum.

Sebagaimana diberitakan, pemba­yaran remunerasi yang dilakukan sejak tahun 2020-2023 kepada jajaran direksi maupun komisaris, ternyata tanpa persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham.

Akademisi Hukum Unpatti, Reim­on Supusepa menjelaskan, berda­sarkan Pasal 96 dan pasal 113 UU Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas secara tegas mengatur bahwa, penetapan besa­ran gaji dan tunjangan dewan direksi dan dewan komisaris ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.

Ketentuan hukum tersebut secara langsung memberikan batas bahwa pembayaran remunerasi wajib dilakukan melalui keputusan para pemegang saham, sebab RUPS merupakan lembaga tertinggi dalam perseroan terbatas termasuk Bank Maluku-Malut.

“Apapun alasannya penetapan gaji dan tunjangan wajib dilakukan melalui RUPS sebab UU PT itu memberikan kewenangan bagi RUPS. Diluar itu merupakan pelanggaran hukum,” tegas Supusepa kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Minggu (27/8).

Dewan direksi kata Supusepa, berdasarkan UU, hanya diberikan kewenangan untuk mengeksekusi pembayaran gaji dan tunjangan/remunerasi yang telah ditetapkan oleh pemegang saham.

Menurutnya, jika RUPS tidak memutuskan besaran tunjangan atau remunerasi maka direksi tidak boleh mengambil kebijakan apapun, sebab akan bertentangan dengan aturan hukum.

Supusepa menegaskan, dengan adanya persoalan ini maka aparat penegak hukum baik jaksa maupun kepolisian tidak boleh diam, tetapi harus mengusut kasus tersebut.

Pengusutan kasus pembayaran remunerasi lanjut Supusepa perlu dilakukan guna mengetahui lebih jauh terkait peristiwa pidana yang dilakukan dalam pembayaran remunerasi.

Terkait dengan circular letter yang dikeluarkan Direksi Bank Maluku-Malut, Supusepa menegaskan, jika penerbitan circular letter tidak berlaku ke belakang melainkan kedepan artinya, keberlakuan sebuah perjanjian atau persetujuan setelah ditandatangani.

Circular letter tambah Supusepa, tidak dapat menghapus perbuatan penyalahgunaan kewenangan dalam jabatan yang dilakukan direksi, sebab pembayaran remunerasi yang telah dilakukan telah menyalahi ketentuan.

Salah Wewenang

Terpisah, praktisi hukum Djidon Batmomolin mempertanyakan sikap aparat penegak hukum yang hingga saat ini belum juga melakukan pengusutan terhadap pembayaran remunerasi yang bertentangan dengan aturan.

Menurutnya, bila dilihat dari duduk perkara maka secara nyata telah terjadi penyalahgunaan wewenang yang berujung pada kerugian keuangan bank.

“Nyata-nyata pelanggaran hukum sudah terlihat jelas jadi aparat penegak hukum jangan tunggu, tetapi harus segera melakukan pengusutan,” tegas Batmomolin kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Minggu (27/8).

Batmomolin menegaskan penerbitan circular letter yang menjadi solusi OJK tidak dapat diberlakukan untuk menutupi perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan direksi selama tiga tahun kebelakang.

Circular letter kata Batmomolin, mungkin saja dilakukan sebagai bentuk tata kelola perbankan, yang selama ini tidak memiliki dasar hukum tetapi tidak berlaku surut.

Dijelaskan, jika direksi memahami aturan perbankan secara jelas maka seharusnya tidak boleh mengambil tindakan tersebut tetapi harus menunggu persetujuan melalui RUPS.

Batmomolin menduga kuat terdapat unsur kesengajaan atas kebijakan pembayaran remunerasi yang dilakukan direksi, sebab dengan pengetahuan perbankan yang dimiliki direksi mengetahui dengan pasti akibat hukumnya jika pembayaran tidak dilakukan berdasarkan persetujuan pemegang saham.

Desakan OKP

Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Ambon mendesak, pihak aparat kepolisian untuk mengusut tuntas dugaan terhadap pemberian remunerasi oleh Bank Maluku-Malut.

Mereka menilai tindakan tersebut merupakan kejahatan. Pasalnya, pemberian remunerasi terjadi tanpa ada RUPS sebelumnya.

Fungsionaris HMI Cabang Ambon Syawal Tamher, mendesak aparat penegak hukum baik Polda Maluku maupun Kejati Maluku untuk segera mengusut tuntas persoalan masalah ini.

Menurutnya, penerimaan remu­nerasi oleh jajaran direksi dan komisaris bank plat merah tersebut ini merupakan sebuah praktik kejahatan, yang bisa harus segera di usut bahkan hal ini sudah berjalan sekitar tiga tahun.

“OJK merupakan lembaga yang mengawasi juga seharusnya memberikan evaluasi terhadap Bank Maluku-Malut untuk memperbaiki masalah ini,” tandas Tamher kepada Siwalima melalui sambungan telepon selulernya, Jumat (25/8).

Tamher mengaku, keberadaan Bank Maluku Maluku Utara merupakan sesuatu yang sangat penting dalam menopang pertum­buhan ekonomi di Provinsi Maluku, olehnya itu praktik-praktik kejahatan harus segera diusut sampai tuntas.

APH Perlu Usut

Hal yang sama juga diungkapkan, Ketua presidium PMKRI Cabang Ambon, Johan Kapres. Dia meminta agar aparat penegak hukum baik jaksa maupun polisi untuk segera mengusut pemberian remunerasi Bank Maluku-Malut.

Dia meminta  aparat penegak hu­kum  mengusut secara tuntas pem­berian remunerasi tersebut. Pasal­nya, pemberian tersebut diduga sarat akan kejahatan dan tidak sesuai dalam peraturan otoritas jasa keuangan nomor 45/POJK.03/2015.

“Tentang penerapan tata kelola dalam pemberian remunerasi bagi bank umum. Hal ini ketika dibiarkan dan tidak ada penanganan dari pihak penegak hukum akan menim­bulkan kerugian bagi bank dan juga daerah,” ujarnya.

Jalankan Arahan OJK

Direksi Bank Maluku-Malut mengungaku, remunerasi dan circular resolution yang diberitakan selama ini dilakukan atas arahan OJK selaku pengawas bank.

“Sesuai arahan yang disampaikan OJK kepada manajemen, maka bank wajib melaksanakan circular resolution sesuai UU PT Nomor 40 Tahun 2007 atau biasa disebut dengan RUPS secara sirkuler,” tulis direksi dalam rilis yang dikirim melalui pesan WhatsApp ke redaksi, Sabtu (26/8).

Dijelaskan juga bahwa circular resolution merupakan upaya menyatukan keputusan-keputusan RUPS yang terpisah terkait remunerasi, bonus dan tunjangan yang telah dilakukan/dinikmati oleh pengurus-pengurus sebelumnya. Sehingga dalam hal ini manajemen Bank Maluku-Malut senantiasa bertindak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dalam pelaksana­annya senantiasa diawasi oleh OJK.

“Berkaitan dengan pemberitaan mengenai perjalanan dinas peng­urus, dapat kami klarifikasi bahwa seluruh kegiatan perjalanan dinas dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan organisasi. Perjalanan dinas yang dilakukan tersebut bahkan wajib dilaporkan saat pengurus maupun pegawai tersebut kembali ke Kantor. Seluruh perjalanan  dinas yang dilakukan wajib disertai dengan bukti-bukti perjalanan dinas baik itu Surat Keterangan Perjalanan dinas yang ditandatangani oleh penyelenggara maupun bukti akomodasi perjalanan dinas,” sebut direksi.

Akal Bulus

Diberitakan sebelumnya, direksi dan komisaris Bank Maluku-Malut, diduga melakukan praktik menyim­pang.

Hal itu dilakukan untuk menutup hasil temuan Otoritas Jasa Ke­uangan tahun 2023, tentang pemberian remunerasi kepada direksi dan dewan komisaris bank milik daerah yang bernilai fantastis.

Intinya, akal bulus direksi dan komisaris ini dilakukan untuk mengelabui pemegang saham dan menutupi kesalahan mereka, melalui upaya pemutihan yang semestinya melalui forum RUPS.

Pelaksanaan RUPS secara sirkuler ini, pada intinya meminta perse­tujuan para pemegang saham tentang remunerasi bersifat variabel, berupa bonus triwulan atau dalam bentuk apapun, yang telah kurun 2021 hingga saat ini, namun belum mendapat persetujuan dari pe­megang saham.

Pada Peraturan OJK Nomor 45/POJK.03/2015 pasal 26 ayat 1 disebutkan, “Bank dapat menunda pembayaran Remunerasi yang Bersifat Variabel yang ditangguhkan (malus) atau menarik kembali Remunerasi yang Bersifat Variabel yang sudah dibayarkan (clawback) kepada pihak yang menjadi material risk takers dalam kondisi tertentu”.

Sesuai bunyi POJK Nomor 45/POJK.03/2015 pasal 26 ayat 1 tersebut, maka seluruh remunerasi yang telah dibayarkan ke direksi dan komisaris berupa bonus triwulan, harus dikembalikan ke bank atau disetor kembali, karena dalam aturan tersebut tidak mengatur tentang pemutihan atas apa yang telah dibayarkan. (S-26)