AMBON, Siwalimanews – Penyidik Kejati Maluku tidak main-main mengusut kasus dugaan korupsi proyek air bersih di Dusun Kezia, Kelurahan Kudamati, Kecamatan Nusaniwe Kota Ambon. Proyek tahun 2018 senilai Rp. 1,4 miliar yang bermasalah itu masih dalam proses penyelidikan.

Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Samy Sapulette kepada Siwalima Rabu (22/7) mengatakan, penyidik membutuhkan waktu untuk menyelidiki proyek air bersih Kudamati itu.

Menurutnya, penyidik serius menangani kasus ini. Hanya saja status kasus tersebut masih penyelidikan. “Kasus ini masih dalam proses penyelidikan dan kami serius untuk menanganinya,” kata Sapulette.

Sapulette enggan berkomentar lebih jauh terkait penanganan kasus ini karena jaksa masih melakukan penyelidikan. “Masih jalan penyelidikannya,” ujarnya.

Ia menambahkan, kasus ini tidak akan dihentikan. Proses penyelidikan membutuhkan waktu. “Intinya kami serius usut kasus ini,” tegas Sapulette.

Baca Juga: Hakim Beralasan Gugatan Cacat Formil

Proyek yang dianggarkan APBD Kota Ambon tahun 2018 dengan nilai Rp 1,4 miliar itu, hingga kini tidak dinikmati oleh masyarakat. Padahal anggaran proyek sudah dicairkan 100 persen.

Praktisi Hukum, Djidon Batmomolin menegaskan, Kejati Maluku harus serius mengusut. Proyek air bersih di Dusun Kezia adalah proyek gagal.

“Kejati Maluku harus serius mengusut tuntas kasus proyek air bersih Kudamati, sehingga pihak-pihak yang diduga terlibat dijerat. Ini kan proyek yang dibikin untuk kesejahteraan masyarakat, tetapi sampai sekarang tidak ada manfaatnya,” ujar Batmomolin kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (21/7).

Batmomolin mengatakan, jaksa harus serius. Anggaran sudah dicairkan 100 persen, tetapi faktanya masyarakat tidak menikmati. “Air bersih ini hajat hidup orang banyak. Jadi jaksa harus serius,” tandasnya.

Hal yang sama juga disampaikan Praktisi Hukum, Marnix Salmon. Dia meminta pihak kejaksaan lebih bersemangat menuntaskan proyek senilai Rp 1,4 miliar itu.

“Pihak kejaksaan harus lebih intens menuntaskan dugaan korupsi proyek itu,  karena kasus ini untuk kepentingan orang banyak,” ujarnya.

Salmon berharap kasus itu cepat terselesaikan karena dugaan kerugian negara cukup besar. Buktinya jelas, masyarakat tidak menikmati air bersih. “Setidaknya kalau proyek itu jadi, masyarakat harusnya sudah bisa menikmati. Tapi ini kan tidak,” tandas Salmon.

Direktur CV Akanza, Chen Minangkabau mengklaim proyek air bersih di Dusun Kezia, sudah dikerjakan sesuai kontrak. Namun terkendalanya debit air, sehingga masyarakat di Dusun Kezia belum menikmati air bersih.

“Jadi pekerjaan itu sudah diselesaikan sesuai spek. Hanya saja terkendala debit air. Debit air kecil, sehingga tidak bisa naik ke bak penampung dan itu sulit,” kata Chen saat dihubungi Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (20/7)

Chen menjelaskan, sesuai kontrak pekerjaan pengeboran 95 meter. Saat pengeboran mencapai 68 meter, sudah mendapatkan air, maka sesuai kesepakatan pengawas lapangan, konsultan dan pemilik proyek, pekerjaan pengeboran cukup 68 meter dan volume sisanya dialihkan untuk pekerjaan pembuatan bak penampung.

“Sisa volume itu kita lalu bikin contract  change order (CCO). Jadi dalam pekerjaan proyek karena ini proyek pemerintah, makanya dalam CCO kita bikin perubahan  secara tertulis antara PPK dan penyedia, rekanan untuk mengubah kondisi dokumen  kontrak awal dengan menambah atau mengurangi pekerjaan,” terangnya.

Chen mengaku, sudah dipanggil Kejati Maluku dan menjelaskan kepada jaksa, bahwa pekerjaan sudah sesuai spesifikasi.

“Kalau saya kan saya kontrak harga satuan. Pekerjaan semua sesuai spesifikasi. Kerja sesuai kontrak dan saya sudah diminta klarifikasi dari kejaksaan. Dari awal sudah berproses dari kontrak. Ada PPK ada pengawas dan pihak-pihak lain. Pekerjaan kenapa sampe belum selesai, karena masalah di air yang sulit untuk dialiri ke masyarakat. Debit air kecil,” urainya.

Ia menambahkan, pekerjaan bak itu pun juga sudah selesai sesuai CCO. Begitupun dengan listrik dan sebagainya.

Chen mengaku, sampai sekarang tenaga kerja yang dipakai untuk mengerjakan proyek air bersih itu masih bertahan di Kezia.

“Dua tahun ini beta punya tenaga kerja sampai sekarang masih aktif di Kezia. Kami bantu pemerintah. Kami sudah bor di dua tempat dan mendapatkan air. Tapi pekerjaan kedua ini beta bantu dengan dinas sebagai mitra kerja. Lalu masyarakat di Kezia kami siap bantu untuk masyarakat bisa nikmati. Ada rencana kita nanti joing dengan DSA,” ujarnya.

Sementara sumber di Kejati Maluku menyebutkan, tender proyek air bersih Dusun Kezia dimenangkan oleh CV Akanza dengan Chen Minangkabau selaku direkturnya.

Namun Chen tidak mengerjakan proyek tersebut. Proyek itu, digarap oleh kontraktor bernama Siong. “Dia menggunakan bendera CV. Akanza,” ungkap sumber itu.

Menurut sumber itu, Kadis selaku KPA dan Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya Air dan Infrastruktur Pemukiman, Chandra Futuembun tetap menyetujui usulan PPK, Pey Tentua yang merupakan Kepala Seksi Air Bersih untuk dilakukan pembayaran 100 persen, walaupun pekerjaan amburadul.

“Memang proyek itu ada jaringan pipa, ada mesinnya dan bak penampung tetapi air tidak mengalir ke rumah-rumah warga, padahal jaringan pipa itu sudah terpasang di rumah-rumah warga di Kezia, namun hingga kini airnya tidak bisa dimanfaatkan oleh masyarakat,” ujarnya.

Sumber itu, juga mengatakan, tujuan pekerjaan proyek itu adalah untuk menyediakan air bersih bagi masyarakat. Tetapi faktanya, masyarakat tidak menikmati air bersih. “Masalahnya di situ, anggaran negara habis miliaran rupiah, tapi proyek mubazir,” tandasnya.

Lanjutnya, sekalipun Dinas PUPR dan kontraktor beralasan pekerjaan sudah selesai sesuai kontrak, tapi tujuan pelaksanaan proyek itu tidak tercapai.

Seharusnya, kata sumber itu, kontraktor harus memiliki tanggung jawab moral. Kalau misalnya pekerjaan sudah sesuai kontrak, tetapi air belum ditemukan harusnya pekerjaan tidak dihentikan.

“Kalau belum dapat, ya bisa bor lagi, ini kan soal tanggung jawab moral. Biar untung sedikit, tapi masyarakat bisa menikmati air bersih.  Ini kan tidak, sudah diusut jaksa, baru mau bilang lagi kerja. Padahal sudah lumayan lama,” ujarnya.

Ia menegaskan, kejaksaan serius mengusut proyek air bersih Dusun Kezia. “Pasti  serius, faktanya kan jelas, tidak ada air yang dinikmati masyarakat. Itu yang kita kejar,” tandasnya.

Kasi Penkum Kejati Maluku, Samy Sapulette, mengatakan dugaan korupsi proyek air bersih Dinas PUPR Kota Ambon tahun 2018 senilai Rp 1,4 miliar masih dalam penyelidikan.

Sapulette mengatakan sejumlah orang akan dimintai keterangan terkait proyek tersebut. Namun, ia enggan menyebutkan siapa saja yang akan dipanggil.

“Masih penyelidikan belum dapat dijelaskan secara detail, soal jadwal. Kasusnya masih dalam tahap penyelidikan,” kata Sapulette.

Kadis Siap Diperiksa

Kepala Dinas PUPR Kota Ambon, Enrico Matitaputty menyatakan, siap diperiksa Kejati Maluku dalam kasus dugaan korupsi proyek air bersih di Dusun Kezia, Kelurahan Kudamati.

“Soal pertanyaan siap diperiksa, ya pasti beta datang dong kasih keterangan. Itu sesuatu yang normal,” tandas Enrico, kepada Siwalima, di ruang kerjanya, Jumat (19/7).

Sebagai warga negara, kata Enrico, dirinya harus tunduk pada hukum. “Namanya masyarakat harus tunduk akan panggilan seperti itu,” ujarnya.

Enrico tidak mau menanggapi pernyataan Asintel Kejati Maluku,  Muhammad Iwa S ataupun warga, karena tidak mau membuat polemik.

“Saya tidak mau menanggapi asintel atau menanggapi masyarakat. Saya tidak mau membalas pantun. Lebih baik saya selesaikan proyek itu. Lebih baik cari solusi,” katanya.

Enrico mengatakan, proyek air bersih itu sampai sekarang masih dikerjakan.  “Sudah 1,6 tahun alat bor tidak turun dari lokasi. Kalau turun artinya proyek sudah selesai, tapi ini tetap ada,” katanya.

Lanjutnya, pihaknya sedang berupaya menyelesaikan proyek tersebut untuk menyediakan air bersih kepada masyarakat. “Kita ada coba. Biar air bisa terisi dan terlayani,” ujar Enrico.

Dijelaskan, pengeboran air bersih selesai dilakukan pada Desember 2018. Setelah pengeboran, air menjadi kering. Pengeboran kembali lagi dilakukan pada April 2019.

“Persoalannya memang tidak gampang di situ. Tapi kita tidak bisa bilang susah, lalu tinggalkan masyarakat. Itu kan tanggung jawab pemerintah untuk menyediakan prasarana dasar,” kata Enrico.

Ia mengaku, pekerjaan seperti ini beresiko. Apalagi dengan kondisi tempat pengeboran berkarang dan di atas gunung. “Jadi kita biarpun tahu ini sangat beresiko, sangat rentan dengan masalah seperti ini, kalau tidak dapat air, kita bisa celaka dan sebagainya. Jadi kita sementara buat lagi,” tandas Enrico.

Enrico kembali mengatakan, awalnya saat melakukan pengeboran ditemukan air. Namun setelah itu, air menjadi kering. “Jadi biasa, kalau bor itu kadang-kadang kering di bawah. Lalu kemudian dari pihak ketiga berupaya melakukan pengeboran kembali, jauh sebelum ada masyarakat melapor. Hanya tanggung jawab moral mereka untuk membuat itu. Pertama kan hilang airnya, kemudian melakukan pengeboran kedua tanpa ada pembayaran. Itu tanggung jawab mereka. Pengeboran kembali itu berjalan tidak gampang,” ujarnya. (Cr-1)