AMBON, Siwalimanews – Dari 8 fraksi yang ada di DPRD Maluku, dua fraksi yakni, Fraksi Partai Golkar dan PDIP menolak Laporan Pertangungjawaban Gubernur Maluku tahun anggaran 2022. Sementara enam fraksi lainnya masing-masing, Fraksi Gerindra, Fraksi PKS, Fraksi Hanura, Fraksi Demokrat dan Fraksi Pembangunan Bangsa serta Fraksi Perindo Amanat Berkarya menerima LPJ Gubernur dengan sejumlah catatan.

Penolakan dua fraksi besar ini disampaikan dalam Rapat Paripurna DPRD Maluku dalam rangka penyampaian kata akhir fraksi-fraksi terhadap LPJ Gubernur tahun Anggaran 2022 yang dipimpin Ketua DPRD Benhur Watubun, didampingi ketiga wakil ketua serta dihadiri oleh Wakil Gubernur Barnabas Orno dan jajaran pimpinan OPD, Kamis (3/8).

Ketua Fraksi Partai Golkar Anos Yermias dalam pandangan akhir fraksi mengatakan, sebagai salah satu fraksi utuh di DPRD Provinsi Maluku, Fraksi Partai Golkar memiliki tanggung jawab moral yang besar terhadap kesejahteraan konstituen mereka di 11 kabupaten/kota di Maluku.

Hal ini mendorong Fraksi Golkar untuk secara aktif memantau dan mendukung perkembangan daerah ini melalui pengawasan terhadap pemerintahan Gubernur Maluku periode 2019-2024, khususnya dalam hal pembangunan.

“Sejak awal pemerintahan Gubernur Maluku periode 2019-2024, Fraksi Partai Golkar telah menjalankan peran konstruktif sebagai oposisi yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan dan mengontrol jalannya pemerintahan,” tandas Anos.

Baca Juga: Walikota Lepas Kontingen Kota Ambon ke Raimuna Nasional

Bahkan menurut Anos, Fraksi Golkar telah memberikan sumbangan berupa evaluasi dan masukan konstruktif dalam berbagai aspek pemerintahan selama empat tahun di bawah kepemimpinan  Gubernur Maluku Murad Ismail.

Fraksi Golkar juga telah melakukan melalui evaluasi mendalam terkait laporan keuangan pemerintah daerah tahun 2022 yang memiliki dampak signifikan terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Provinsi Maluku. Dari aspek PAD, dimana mengalami penurunan terutama dari pajak daerah dan retribusi dapat menyebabkan ketergantungan yang lebih besar pada pendapatan transfer dari pemerintah pusat.

Jika trend penurunan PAD ini terus berlanjut, maka dipastikan kedepannya sumber pendapatan daerah Maluku dapat semakin terbatas. Selain itu, ketergantungan pada sektor tertentu, artinya jika penurunan pendapatan berasal dari sektor tertentu seperti pajak daerah atau retribusi, maka terjadi ketergantungan yang berlebihan pada sektor tersebut.

“Jika sektor ini mengalami masalah atau perlambatan, hal ini dapat berdampak signifikan pada pendapatan daerah,” ucap Anos.

Selanjutnya, dari aspek belanja daerah kata Anos, mengalami persolaan berkaitan dengan pengelolaan infrastruktur, dimana belanja di sektor pekerjaan umum dan penataan ruang dapat menunjukkan adanya permasalahan dalam pengelolaan infrastruktur.

Hal ini dapat menghambat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi daerah jika infrastruktur yang diperlukan tidak dikelola dengan baik, sehingga berdampak pada pelayanan publik.

“Jika efisiensi belanja diartikan sebagai pemotongan anggaran pada sektor-sektor penting seperti pendidikan dan kesehatan, hal ini dapat berdampak negatif pada kualitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat,” beber Anos.

Berdasarkan sejumlah persoalan dalam tata kelola Pemprov Maluku, maka Fraksi Golkar dengan tegas menolak LPJ Gubernur tahun anggaran 2022.

“Fraksi Partai Golkar menyatakan dengan tegas menolak Laporan Pertanggungjawaban Keungan Pemerintah Daerah tahun 2022,” cetus Anos

Anos menegaskan, penolakan Fraksi Golkar terhadap laporan keuangan pemerintah daerah tahun 2022, bukan sekadar bisik-bisik, tetapi didasarkan pada sejumlah fakta pengelolaan pemerintahan di Maluku yang tidak sesuai dengan atutan.

Sementara itu, Fraksi PDIP menjelaskan tidak ada niat politik kemitraan untuk membahas dokumen APBD Perubahan 2022 bersama DPRD yang baru pertama kalinya terjadi di tahun anggaran 2022.

“Saudara Gubernur tidak menyampaikan APBD Perubahan tahun 2022, walaupun secara ketentuan peraturan perundang-undangan tidak ada larangan dan saudara gubernur dapat menetapkan penjabaran APBD dengan Peraturan Kepala Daerah, namun dalam konteks politik kemitraan yang setara, selayaknya perubahan APBD tersebut dilakukan, sehingga DPRD dapat menggunakan hak anggarannya untuk membahas setiap perubahan APBD dengan pemda,” tandas Ketua Fraksi PDIP Jafet Patiselano saat membacakan kata akhir fraksi.

Pembahasan APBD perubahan antara Gubemur dan DPRD menurut Patiselano, juga sangat penting untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas atas perencanaan dan pengelolalan anggaran untuk kepentingan masyarakat dan daerah.

Selain itu, penyampaian Ranperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2022 yang lewat waktu berdasarkan Pasal 320 ayat 1 UU Nomor: 23 tahun 2014 tentang Pemda menyatakan, kepala daerah menyampaikan Ranperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD kepada DPRD dilampiri laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK paling lambat enam bulan setelah tahun anggaran berakhir.

“Jika merujuk pada ketentuan tersebut, maka saudara gubernur wajib menyerahkan Ranperda ini kepada DPRD tidak bisa melewati tanggal 30 Juni 2022, Namun pada kenyataannya baru menyerahkan lewat rapat peripuma pada tanggal 4 Juli 2022,” bebernya.

Secara hukum menurutnya, gubernur telah melanggar Pasal 320 ayat 1 UU Nomor: 23 tahun 2014 tersebut di atas karena telah lewat tenggat waktu penyerahan Ranperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2022.

Walaupun dari segi waktu telah terjadi keterlambatan, tetapi secara etika politik gubernur juga dengan sengaja tidak mau menghadiri Paripuma pada 4 Juli 2023 untuk menyerahkan ranperda dimaksud kepada DPRD.

Padahal di Pasal 320 ayat 1 UU Nomor: 23 tahun 2014 menyebutkan kepala daerah yang harus menyampaikan ranperda tersebut, bukan wakil kepala daerah, bahkan ketidak hadiran gubemur selaku kepala daerah tanpa ada menyampaian secara tertulis alasan ketidak hadirannya.

Akibatnya, ketika dikonfirmasi Wakil Gubernur Barnabas Orno juga tidak mengetahui alasan gubernur tidak dapat hadir dalam paripurna. Ketidakhadiran gubernur dalam paripurna menggambarkan bahwa, saudara gubernur sangat tidak serius dengan daerah yang dipimpinnya ini.

Bahkan, ketidakhadiran OPD dan TAPD dalam pembahasan LPJ gubernur mengakibatkan badan anggaran DPRD tidak dapat melakukan pandalaman, verifikasi dan mengkonfirmasi beberapa permasalahan dari pelaksanaan APBD tahun 2022.

Atas sejumlah persoalan yang terjadi, maka Fraksi PDIP menyatakan menolak LPJ Gubernur tahun anggaran 2022.

“Akhirnya dengan memohon ridho Tuhan Yang Maha Esa, Fraksi PDIP di DPRD Maluku menyatakan menolak Ranperda tentang Pertangungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Maluku tahun Anggaran 2022 untuk dilakukan persetujuan menjadi Perda Maluku,” tegas Patiselano.(S-20)