Sejak penyelenggaraan pemilu pertama di Indonesia tahun 1955, upaya menghadirkan pemilu berkualitas dan berintegritas telah dimulai. Secara normatif prinsip-prinsip penyelenggaraan pemilu yang berlandaskan pada kejujuran, kerahasian, ketenangan dan langsung telah dijamin.

Hal ini menujukkan bahwa Negara sejak awal telah memiliki keinginan yang kuat untuk memfasilitasi rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dapat menggunakan hak politiknya dalam suasana yang kondusif.

Makna pemilu berkualitas dan berintegritas pada dasarnya telah terangkum dalam pengertian pemilu demokratis yang mensyaratkan minimal dua hal yakni bebas dan adil atau free and fair election. Namun perkembangan demokrasi yang sangat dinamis, membuat banyak pihak tidak puas dengan dua kriteria demokrasi tersebut.

Indonesia juga melakukan koreksi terhadap sistem proporsional dengan daftar tertutup atau closed list yang telah berlaku di Indonesia sejak pemilu 1955 sampai pemilu 2004. Sejak pemilu 2009 diberlakukan sistem proporsional daftar terbuka atau open list. Dengan demikian otoritas partai untuk menentukan kandidat terpilih berdasarkan nomor urut digeser menjadi otoritas rakyat berdasarkan suara terbanyak.

Perbaikan manajemen untuk perbaikan dalam aspek tata kelola atau manajemen pemilu dilakukan dengan menyasar dua hal yakni penyelenggara pemilu (electoral actor) dan penyelenggaraan pemilu (electoral process).

Baca Juga: Keseriusan Bawaslu Awasi Pemilu

Penataan kelembagaan dan keanggotaan KPU diperbaiki. Konstitusionalitas KPU sebagai lembaga yang bersifat nasional, tetap dan mandiri diwujudkan dengan menghapuskan  kewajiban KPU untuk menyampaikan pertanggung­jawaban penyelenggaraan pemilu kepada Presiden.

Dalam hal tata kelola pemilu pada pemilu 2014, 2019 dan 2024 ini   banyak terobosan yang telah dilakukan KPU untuk menghadirkan pemilu yang berkualitas dan berintegritas. Terobosan ini setidaknya menyasar tiga aspek utama yakni menata akses informasi publik; menjamin hak konstitusional warga Negara;  dan menjaga otentisitas suara rakyat.

KPU dalam pelaksanaan setiap tahapan pemilu menggunakan aplikasi sistem informasi sebagai alat bantu untuk meningkatkan akurasi dan kecepatan mengelola tahapan dan  sekaligus sarana publikasi kepada publik.

KPU menggunakan sejumlah sistem informasi dalam mengelola tahapan pemilu DPR, DPD dan DPRD serta pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 yakni sistem informasi partai politik (sipol), sistem informasi daerah pemilihan (sidapil), sistem informasi  pendaftaran pemilih (sidalih), sistem informasi pencalonan (silon); sistem informasi logistic (silog) dan sistem informasi penghitungan suara (situng). Semua sistem informasi tersebut dikelola dan berada di bawah kendali KPU.

Selain memanfaatkan dan mengembangan sistem informasi yang telah digunakan pada pemilu 2015, KPU membuat satu sistem informasi yang baru yakni sistem informasi tahapan pilkada (SITaP).  SITaP berfungsi untuk memberi kemudahan kepada KPU RI dalam menghimpun informasi penyelenggaraan tahapan pilkada dari KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

Asas keterbukaan yang diberlakukan KPU dalam pelaksanaan tahapan pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD tahun 2014 mampu mendorong kepedulian dan rasa tanggung jawab public  untuk mengawal setiap tahapan pemilu. Pada tahap pencalonan misalnya dari publikasi daftar calon sementara (DCS) anggota DPR dan DPD telah berhasil mendorong partisipasi public untuk memberikan masukan dan tanggapan. Setidaknya terdapat 273 masukan dan tanggapan masyarakat yang ditujukan kepada calon anggota DPR, DPD dan DPRD ketika DCS diumumkan.

KPU dalam menyediakan data pemilih juga menggunakan sistem informasi yang diberi nama sistem informasi pendaftaran pemilih. Sistem informasi tersebut berfungsi untuk konsolidasi data, pemiliharaan dan pemutakhiran data serta sosialisasi dan publikasi data. Penyediaan data pemilih berbasis sistem informasi yang dapat diakses oleh publik secara online sejak berstatus sebagai daftar pemilih sementara (DPS) turut mendorong partisipasi publik untuk memberikan masukan dan tanggapan dalam rangka perbaikan kualitas data pemilih.

Pengelolaan data pemilih pada pemilu DPR, DPD dan DPRD serta pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilakukan secara nasional. KPU menerima DP4 dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), melakukan analisa DP4 dan sinkronisasi dengan daftar pemilih tetap (DPT) terakhir. Setelah itu KPU RI menurunkan data pemilih tersebut ke KPU Kabupaten/Kota untuk dilakukan pencocokan dan penelitian di lapangan. Hasil verifikasi faktual di lapangan direkap secara berjenjang menjadi DPT nasional. Dengan sidalih, KPU telah menorehkan sejarah dalam pengelolaan data pemilih di Indonesia.

Pada pemilu 2014 untuk pertama kalinya dalam sejarah pemilu, KPU memiliki dokumen data pemilih by name by address secara nasional yang dapat diakses dengan mudah oleh publik.

Independensi dan integritas penyelenggara pemilu makin kuat setelah terbitnya Undang Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Undang undang ini memberikan mandat pembentukan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang bersifat permanen dengan tugas memeriksa dan memutus pengaduan atau laporan adanya dugaan pelanggaran etika penyelenggara pemilu dengan sifat keputusan yang final dan mengikat.

Kehadiran DKPP telah menumbuhkan semangat penyelenggara pemilu untuk bekerja secara professional dan berintegritas.(*)