AMBON, Siwalimanews –  Walikota Ambon Richard Louhenapessy mengklaim bahwa lahan TPA dan IPST Toisapu adalah milik Pemkot Ambon.

Hal itu ditegaskan walikota kepada wartawan usai pertemuan dengan keluarga pemilik lahan Enne Kailuhu dan Lesiasol serta Raja Hutumuri guna membahas penutupan lokasi TPA dan IPST, Kamis (8/10)

Walikota mengaku, lokasi untuk TPA pada tahun 2006 sudah dibebaskan 5 hektar yang mana 3,1 hektar telah diselesaikan dengan keluarga Lesiasol dan 1,9 hektar diselesaikan dengan Keluarga Sarimanella.

“Untuk lokasi itu sudah ada sertifikat hak milik Pemkot Ambon tahun 2006. Kemudian pada tahun 2014 kita bebaskan lagi 1 hektar dari keluarga Sarimanella dan itu sudah ada sertifikatnya juga,” tandas walikota.

Penutupan lahan IPST oleh pihak Enne Kailuhu ini, dikarenakan mereka menilai ada perjanjian pemkot dengan pihak keluarga, namun belum juga dilaksanakan. Memang karena ada kebutuhan lahan yang rencananya dibebaskan 10 hektar, maka pemkot sudah memberikan 1 hektar tanda komitmen.

Baca Juga: Makam Bocah Korban Penganiayaan Pasutri akan Dibongkar

Namun pada saat  kesepakatan itu, ternyata di tahun 2014 Kementerian Kehutanan sudah menetapkan lokasi itu sebagai hutan lindung dan hutan lindung tidak boleh ada transaksi jual beli, namun karena ada kepentingan untuk bisa dimanfaatkan demi kepentingan umum, maka pemkot mengupayakan untuk dua kemungkinan.

“Kemungkinan pertama bisa dapatkan ijin pakai dari kementerian, namun tidak bisa beri kompensasi kepada pemiliknya. Alternatif kedua, merubah status dari hutan lindung menjadi hutan lindung pemanfaatan lain (HPL),” ucapnya .

Selain itu, Perda Tata Ruang juga harus dirubah oleh pemkot, sehingga dapat diselesaikan dengan ahli waris. jika pemkot ambil langkah tanpa ada dasar, maka bisa berakibat hukum.

“Saat ini kita sementara proses untuk merubah status lahan itu menjadi HPL. Kalau kementrian sampaikan tidak boleh, maka harus dikembalikan. Namun kalau kementrian sampaikan tak bisa dialihkan ke HPL, maka kompensasi juga dapat dikembalikan. Ini dilakukan supaya mereka juga tahu bahwa pemkot juga bertanggung jawab,” tegas walikota.

Hari ini, hasil kesepakatan dengan pihak Keluarga Kailuhu gembok atau segel jalan masuk TPA dan IPST resmi dibuka.

Sementara itu Kuasa Hukum pemilik lahan Dany Manuhuttu kepada wartawan mengakui, kalau hari ini TPA resmi dibuka, namun pihaknya memberikan waktu kepada pemkot hanya satu minggu.

“Kita buka segel tapi kita kasih waktu hanya 1 minggu kepada pemkot. Kita berikan waktu ini untuk pemkot menyelesaikan pasal-pasal dari perjanjian sesuai akta perdamaian nomor 269/pdt.G/2019/PN.Amb tertanggal 2 juli 2020. Jika waktu yang kita berikan tidak diselesaikan, kita akan tutup lagi TPA dan IPST,” jelas Manuhuttu.

Sementara menyangkut dengan lahan tersebut masuk dalam kawasan hutan lindung juga patut dipertanyakan. Pasalnya, sejak kapan daerah ini ditetapkan menjadi hutan lindung, sementara di tahun 1984 dilakukan pengukuran oleh BPN.

Kalaupun kawasan ini ditetapkan sebagai hutan lindung, mengapa Raja Hutumuri maupun Camat Leitimur Selatan serta pihak keluarga pemilik lahan tidak mengetahuinya. Inikan aneh. padahal jika lahan itu masuk kawasan hutan lindung seharusnya Raja Hutumuri mengetahuinya dengan tujuan agar diberitahukan kepada keluarga pemilik lahan.

Dengan demikian, maka ia menilai, walikota sengaja ingin merubah opini masyarakat terkait dengan lahan TPA dan IPST.

“Tadi dalam rapat saja, raja dan camat mengakui tidak tahu kalau kawasan itu sudah masuk sebagai kawasan hutan lindung.  Kalau memang masuk hutan lindung kenapa tahun 2006 pemkot buat sertifikat kemudian tahun 2017 baru surati kementerian,”tanya Manuhuttu

Sementara itu Kuasa Hukum Enne Kailuhu lainnya Edward Diaz menyesali pernyataan Walikota bahwa lahan itu milik pemkot. Padahal lahan seluas 10 hektar itu milik  Enne Kailuhu selaku ahli waris sesuai putusan nomor 269 yang telah mempunyai kekuataan hukum tetap.

“Didalam putusan itu terakomodir bahwa tanah milik Enne Kailuhu itu 10 hektar dan mempunyai kekuataan hukum tetap. Ini yang kita sangat sesali sebab dalam pertemuan tadi juga tidak disentil soal penerapan putusan itu,” ucapnya.

Dalam pertemuan tadi juga Raja Hutumuri sudah menegaskan, bahwa lahan TPA dan IPST berada dalam petuanan Negeri Hutumuri, untuk itu Keluarga Sarimanela tidak punya hak sama sekali.

“Nanti setelah proses pembayaran atau proses apprasial kita akan lakukan upaya hukum terhadap pemkot yang sudah bayar kepada keluarga Sarimanella,” janjinya. (Mg-5)