AMBON, Siwalimanews – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Maluku me­minta hakim  menolak selu­ruh eksepsi Raja Porto Marthen Nanlohy.

Permintaan itu disam­paikan JPU Ardy dalam si­dang lanjutan kasus ko­rupsi DD dan ADD) Porto tahun anggaran 2015-2017 di Pengadilan Negeri Ambon, Rabu (14/10), dengan agenda tanggapan JPU ter­hadap eksepsi kuasa hu­kum terdakwa.

JPU menganggap selu­ruh eksepsi dari penasehat hukum terdakwa, telah masuk dalam ranah pokok perkara, sehingga lebih tepat dibuktikan dalam per­sidangan.

“Kami berpendapat bah­wa seluruh isi eksepsi dari penasehat hukum para terdakwa telah masuk dalam ranah, sehingga menurut penuntut umum akan lebih tepat untuk dibuktikan di dalam pemeriksaan pokok perkara,” kata Ardy.

Menurutnya, surat dakwaan penuntut umum telah memenuhi syarat baik formil maupun materiil, sehingga JPU meminta hakim untuk melanjutkan pemeriksaan pokok perkara tersebut.

Baca Juga: Dakwaan Korupsi Raja Porto Dinilai Prematur

“Dakwaan penuntut umum yang telah dibacakan dalam persidangan, telah memenuhi syarat baik formil maupun materiil sesuai dengan ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf a dan b KUHAP sehingga penuntut umum meminta, majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk melanjutkan persidangan dengan pemeriksaan pokok perka­ra,” katanya.

JPU lalu meminta majelis hakim tetap melanjutkan persidangan un­tuk melanjutkan pemeriksaan terha­dap pokok perkara dengan mengha­dirkan terdakwa, alat dan barang  bukti.

Sebelumnya, tim penasehat hu­kum Raja Porto, Kecamatan Sapa­rua, Kabupaten Malteng, Marthen Abraham Nanlohy, menilai dakwaan jaksa yang menyatakan Nanlohy terlibat korupsi dana desa (DD) dan alokasi dana desa (ADD) Porto tahun anggaran 2015-2017 prematur.

Menurut koordinator penasehat hukum Nanlohy, Rony Samloy,  hasil investigasi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) tidak dite­mukan ada unsur kerugian negara.

Selain itu, kerugian negara sudah dikembalikan senilai Rp 383 juta. Sementara, dalam dakwaan menye­butkan kerugian negara hanya Rp 323 juta.

“Pengembalian sudah melebihi kerugian dalam dakwaan,” ujar Sam­loy dalam sidang dengan agenda eksepsi tim penasehat hukum ter­hadap dakwaan jaksa, Rabu (7/10), di Pengadilan Tipikor Ambon.

Samloy menuturkan, pengem­ba­lian kerugian negara itu sejak tahun lalu, sebelum putusan hakim terha­dap Salmon Noya selaku bendahara dan Hendrik Latuperissa selaku sek­retaris Negeri Porto. “Jadi tidak ada lagi unsur kerugian negara. Atas dasar apa dia dijerat?,” tandasnya.

Dalam eksepsinya, dia juga me­nyebut secara konstitusional yang berhak mengaudit adalah pihak BP­KP, bukan ahli Poltek. “Ahli kons­truksi itu punya kewenangan meng­hitung volume pekerjaan, bukan kerugian negara,” ujar Samloy.

Dia lalu merincikan pengembalian kerugian negara itu. Pertama, sebe­lum penyelidikan dilakukan dikem­balikan uang senilai Rp. 75 juta. Kemudian, uang sebesar Rp. 119 juta dimasukkan dalam Sisa Lebih Pengguna Anggaran (SiLPA).

Lalu, Rp. 70 juta dikembalikan sebe­lum putusan terhadap Salmon Noya selaku bendahara dan Hendrik Latu­perissa selaku sekretaris negeri Porto.

Bahkan, dia menyebut telah me­ngembalikan uang sejumlah Rp. 119 juta kepada Kacabjari Ambon di Saparua saat itu, Leonard Tuankotta secara langsung.

“Mantan Kacabjari yang minta langsung dikembalikan, ada saksi jaksa lain waktu itu,” ujar Samloy.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Ardi membeberkan peran Nan­lohy dalam melakukan perbua­tan melawan hukum terhadap penge­lolaan keuangan Negeri Porto Tahun 2015 hingga 2017 secara tidak benar dan akuntabel.

Jaksa menyebut, modus yang di­gu­nakan Nanlohy adalah manipulasi volume maupun harga bahan, sehi­ngga antara nilai harga riil yang di­alokasikan secara nyata di lapangan tidak sama dalam laporan perta­nggung jawaban.

Nanlohy diangkat menjadi raja tanggal 30 November 2017 bersama Salmon Noya selaku bendahara dan Hendrik Latuperissa. Ketiganya telah memperkaya diri sendiri, dengan merugikan negara hingga Rp 328 juta.

Jaksa lalu membidik Nanlohy dengan pasal tindak pidana korupsi. Nanlohy didakwa melanggar pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pem­berantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pem­berantasan Tindak Pidana Korup­si jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Untuk diketahui, pada tahun 2015, 2016 dan 2017 Pemerintah Negeri Porto mendapat DD dan ADD se­besar Rp 2 mi­liar. Anggaran ter­sebut diperuntu­kan bagi pemba­ngu­nan sejumlah item proyek, dian­taranya, pembangunan ja­lan seta­pak, pem­bangunan jembatan pe­ng­hubung dan proyek posyandu. (Cr-1)