AMBON, Siwalimanews – DPRD Kota Ambon mengancam akan memproses hukum CV Mardika Permai Perkasa jika hingga waktu yang ditentukan tidak menyetor Rp 655 juta retribusi parkir ke Pemkot Ambon.

Ancaman tersebut ditegaskan dalam Rapat Kerja Komisi III  DPRD Kota Ambon bersama CV. Mardika Permai Perkasa selaku pihak ketiga yang menangani perparkiran di Kawasan Mardika, yang turut menghadirkan Dinas Perhubungan Kota Ambon, Jumat (28/4).

Retribusi sebesar Rp 655 juta itu terhitung selama empat bulan dan diberikan ultimatum bagi pihak ketiga hingga Selasa (2/5).

Diketahui, anak perusahaan dari PT. Bumi Perkasa Timur (BPT) itu, menangani perparkiran di kawasan Mardika Ambon, namun tagihan retirbusi sejak Januari 2023 hingga kini, tidak disetor ke Pemerintah Kota bon melalui Dinas Perhubungan Kota.

Dalam rapat yang berlangsung di Ruang Paripurna Utama DPRD Kota Ambon, Belakang Soya itu terungkap, ternyata ada permintaan jatah dari Pemerintah Provinsi Maluku.

Baca Juga: Polisi Tangkap RN, Pelaku Asusila dan Penyebar Video Bugil

Dimana dasar permintaan jatah tersebut, dikarenakan pemahaman yang keliru soal ruas jalan perparkiran pada kawasan tersebut, adalah jalan milik provinsi.

Dalam rapat itu, pihak Dishub bahkan mengaku telah tiga kali menyurati pihak perusahaan agar menyetor retribusi parkirnya, namun surat tersebut tidak pernah digubris. Pihak perusahaan justru balik menyurati Pemerintah Provinsi terkait retribusi tersebut.

Usai rapat, Margaretha Siahay selaku Ketua Komisi III, kepada Siwalima menegaskan, jika pihaknya telah memberikan waktu bagi perusahaan tersebut agar segera menyetor retribusi tersebut.

“Kalau tidak disetor, kita akan lapor ke Kejaksaan Negeri Ambon,”tegasnya.

Ditanya soal alasan pihak perusahaan tidak menyetor, lantaran ada pernyataan dari DPRD Provinsi Maluku saat perusahaan tersebut diundang rapat, agar retribusi tersebut jangan dulu disetor ke Pemkot Ambon.

“Inikan lucu, sementara kontrak perusahaan itu dengan Dishub Kota Ambon. Dengan itu, sikap komisi, jika tidak disetor, maka akan dilaporkan ke Kejaksaan. Waktunya sampai hari Selasa. Aturannya jelas, tapi tidak digubris. Tadi alasannya jalan provinsi, lalu apakah jalan nasional di Ambon ini, Pempus yang harus tagi, kan lucu pemahamannya. Padahal kontraknya jelas,”cetusnya.

Hal yang sama disampaikan salah satu anggota komisi, Harry Putra Far Far, bahwa terkait dengan kewajiban pihak perusahaan untuk menyetor retribusi psrkir, yang mana seauau Surat Perintah Kerja yang ditandatangani oleh perusahaan dengan Dishub Kota Ambon, yang mewajibkan perusahaan untuk menyetor per hari Rp. 5,5 juta. Namun kewajiban itu tidak dipenuhi.

“Alasan mereka bahwa saat rapat dengan Pemprov dan juga DPRD Provinsi. Itu disampaikan. Saya miris juga, karena mereka sudah menyalahi kewenangan. Padahal UU 28/2009 tentang pajak dan retribusi itu jelas, bahwa kewenangan oenagina retribusi parkir, itu ada pada Kabupaten/Kota, dalam hal ini Kota Ambon. Ini interpretasi keliru oleh Provinsi, baik Pemerintah maupun DPRD. Ironis, lembaga sekelas itu tidak mampuh terjemahkan Undang-undang. Belum lagi disampaikan soal status jalannya, bahwa itu jalan provinsi,”tutur Far Far.

Dengan itu, jika ini tidak juga dipenuhi oleh pihak perusahaan sesuai kontrak, maka itu telah memenuhi unsur korupsi, dan akan dilaporkan ke pihak Kejaksaan dan juga KPK, karena ada uang daerah/negara, yang secara sengaja ditahan oleh pihak perusahaan.

Dan disisi lain, perusahaan tersebut juga telah melakukan wan prestasi, sehingga seharusnya di black list dan tidak lagi diberikan ruang untuk mengikuti tender apapun, dimanapun. (S-25)