Walau PSBB Positif Tambah Terus
Ambon Teratas, DPRD Minta Evaluasi
AMBON, Siwalimanews – Jumlah kasus positif orang terpapar Virus Corona di Kota Ambon terus bertambah. Pemberlakuan Pembata-san Sosial Berskala Besar (PSBB) belum bisa meredam laju virus mematikan ini.
PSBB diberlakukan berdasarkan Perwali Nomor 18 Tahun 2020 pada Senin 22 Juni, dan akan berakhir pada 5 Juli. Kendati sudah mau berakhir, namun jumlah kasus positif terus naik.
Gugus Tugas Covid-19 Maluku merilis penambahan 7 kasus positif pada Rabu (1/7). 6 kasus berasal dari Kota Ambon. Satunya dari Kabupaten Maluku Tengah.
“Dengan penambahan 6 kasus hari ini, maka jumlah orang yang terkonfirmasi di Kota Ambon sebanyak 301 kasus,” kata Karo Humas dan Protokol Setda Maluku,” Melky Lohy kepada Siwalima.
Enam orang yang terpapar dari Kota Ambon itu adalah pasien laki-laki inisial APM (30), laki-laki inisial SAS (27), perempuan inisial C (61), perempuan inisial LN (58), perempuan inisial PN (56) dan perempuan inisial TSL (69).
Baca Juga: TNI-Polri Pupuk Sinergitas Melalui Program TMMDTak hanya kasus positif, namun Kota Ambon juga memiliki jumlah orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) terbanyak di Maluku.
“Jumlah ODP di Kota Ambon sebanyak 103 orang dan PDP sebanyak 43 orang,” ungkap Lohy.
Sedangkan penambahan satu kasus terkonfirmasi dari Kabupaten Maluku Tengah yakni pasien laki-laki inisial CY (71).
“Jadi dengan penambahan satu kasus, maka jumlah terkonfirmasi dari Kabupaten Malteng saat ini sebanyak 94 orang,” jelas Lohy.
Lohy menambahkan, ada 18 pasien yang dinyatakan sembuh, yakni Kota Ambon sebanyak 13 orang, Kabupaten Malteng 1 orang dan Kabupaten SBT 4 orang.
Mereka yang sembuh dari Kota Ambon, yakni pasien 95 perempuan inisial H (48), 114 laki-laki inisial CJ (23), 123 laki-laki inisial AF (14), 130 laki-laki inisial RN (38), pasien nomor 133 perempuan inisial S (50).
Kemudian pasien 189 perempuan inisial DT (35), 196 perempuan inisial IS (23), 198 perempuan inisial SL (40), 258 laki-laki inisial AM (40), 300 perempuan inisial HT (30), 433 perempuan inisial R (39), 443 perempuan inisial LP (36), dan pasien nomor 460 laki-laki inisial N (18).
“Dengan penambahan 13 pasien yang sembuh, secara keseluruhan yang sembuh di Kota Ambon sebanyak 226 pasien,” urai Lohy.
Sedangkan di Kabupaten Maluku Tengah juga ada satu penambahan pasien yang sembuh yakni nomor pasien 234 perempuan inisial NMK (33). “Jadi yang sembuh dari Kabupaten Malteng sampai hari ini sebanyak 34 orang,” jelasnya.
Kemudian pasien yang sembuh dari Kabupaten SBT sebanyak 4 orang, masing-masing; pasien nomor 162 perempuan insiail ER (19), 353 perempuan inisial RAT (30), 354 perempuan inisial WE (57), dan 357 perempuan inisial I (33).
“Bertambah 4 pasien, maka jumlah yang sembuh di Kabupaten SBT sebanyak 6 orang,” urainya.
Lohy juga menambahkan, secara keseluruhan jumlah kasus terkonfirmasi positif di Maluku sebanyak 746 kasus, 282 sumbuh, 16 meninggal dunia dan 451 dalam perawatan.
Sedangkan jumlah ODP dan PDP di Maluku tetap. Sampai dengan Rabu 1 Juli pukul 16.00 WIT, ODP sebanyak 114 orang, dimana Kota Ambon 103 orang dan Kabupaten Malteng 11 orang.
Sementara jumlah PDP 53 orang, masing-masing Kota Ambon sebanyak 47 orang, Kabupaten Malteng 3 orang dan Kabupaten SBT 3 orang.
Minta Evaluasi
Kalangan DPRD dan akademisi meminta Pemkot Ambon melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan PSBB yang sudah mau berakhir, tetapi kasus positif di Kota Ambon terus bertambah. Padahal tujuan penerapan PSBB untuk menekan penyebaran Covid-19.
“Evaluasi dari tim gustu kota perlu dilakukan terhadap PSBB yang beberapa hari dijalankan, agar diketahui jika kasus positif masih tetap naik, kurangnya dimana,” tandas Anggota DPRD Provinsi Maluku dapil Kota Ambon, Elviana Pattiasina, kepada Siwalima, Rabu (1/7).
Pattiasina menilai, tingkat kesadaran masyarakat untuk mematuhi aturan dan anjuran pemerintah belum baik. Hal ini menjadi catatan evaluasi bagi tim gustu untuk meningkatkan kinerja.
“Tingkat pemahaman masyarakat berbeda, ini yang harus dilihat untuk bagaimana memberikan edukasi kepada mereka. Tujuan PSBB agar menekan penularan Covid-19, kalau jumlah kasus positif naik terus, maka evaluasi harus dilakukan,” ujarnya.
Anggota DPRD Provinsi Maluku dapil Kota Ambon lainnya, Eddyson Sarimanella mengatakan, dengan melihat kasus positif yang cenderung meningkat, walaupun diberlakukan PSBB dengan anggaran yang begitu besar, menunjukan ada persoalan menyangkut kinerja pemerintah.
“Harus ada evaluasi menyangkut cara kerja dari aparat yang menangani persoalan Covid-19, dengan anggaran yang cukup besar seharusnya dibarengi dengan angka atau grafik dari Covid-19 yang menurun,” tegas Sarimanella.
Pemerintah meminta masyarakat tetap di rumah, namun Sarimanella mengingatkan perhatian serius bagi mereka yang terdampak secara ekonomi akibat Covid-19.
“Perlu ada langkah tegas dan serius dari pemerintah untuk menekan penyebaran Covid-19,” ujarnya.
Anggota DPRD Kota Ambon, Mochtar Gunawan juga meminta kinerja gugus tugas dievaluasi.
Gunawan mengaku prihatin dengan angka positif Covid-19 yang semakin tinggi. Karena itu, ia meminta aspek penerapan PSBB harus jelas.
“Jika toko-toko atau warung ditutup, seharusnya berikan bantuan bagi mereka untuk menafkahi keluarga. Ini harusnya terapkan demikian, supaya selama 14 hari itu orang akan stay di rumah. Orang tidak pusing cari makanan,” tandasnya.
Gunawan tidak setuju PSBB diperpanjang. Ia malah usulkan segera menerapkan new normal.
“Jangan lagi perpanjang PSBB, kalau berlanjut dengan angka tambah naik itu, sama saja percuma,” ujarnya.
Banyak Kelemahan
Akademisi Fakultas Hukum Unpatti, Hendrik Salmon menilai, banyak kelemahan dalam penerapan Perwali Nomor 18 Tahun 2020 tentang PSBB.
Dalam penerapan PSBB, jumlah kasus terus bertambah, banyak bantuan sosial yang tidak tersalurkan. Selain itu juga sosial distancing tidak berjalan di pasar, banyak yang tidak menggunakan masker. Soal denda yang ditetapkan oleh pemerintah kota kepada pelanggar juga dianggap cacat hukum.
“Jadi kalau perwali mau diperpanjang harus ada evaluasi yang jelas hingga masyarakat tidak dirugikan,” tandas Salmon kepada wartawan, usai melakukan rapat dengan Gugus Tugas Covid-19 Maluku, di Kantor Gubernur Maluku, Rabu (1/7).
Lanjutnya, selama penerapan PSBB, Fakultas Hukum melihat ada pontensi konflik di masyarakat.
“Jadi dari evaluasi kita masih ada bantuan-bantuan yang ada di kantor-kantor lurah menumpuk, pertanyaannya siapa yang belum ambil? siapa yang belum serahkan? Apakah bantuan sosial ini sudah tersosialisasi ke masyarakat yang terdampak atau tidak,” ujar Salmon.
Selain itu, wilayah-wilayah publik di Ambon tidak diatur. Pasar Mardika misalnya, tidak ada sosial distancing, banyak pedagang tidak pakai masker.
“Pasar tidak diatur. Harus diberitahukan kepada masyarakat, anda punya batas waktu hanya 1 jam berbelanja, maka diaturlah rotasi itu, satu jam kemudian yang lain masuk lagi. Itu makna pembatasan yang harus diatur,” kata Salmon.
Dirinya juga mengkritik pembangunan pos-pos pengamanan di sejumlah titik di dalam Kota Ambon, karena tidak efektif.
“Pos-pos pemeriksaan yang ada di situ tidak perlu ada, karena tidak berfungsi maksimal. Petugas Pos-pos tiap jam dikasih makan. Sebaiknya anggaran pos itu digunakan untuk pemberdayaan bagi RT/RW di zona hijau,” ujar Salmon.
Ia juga menilai kelemahan lain terkait dengan penerapan denda bagi yang melanggar aturan PSBB. Gustu punya kewenangan apa untuk menerapkan denda. “Ada pendelegasian kewenangan dimana?,” tandasnya.
Salmon juga mengkritisi perbedaan besar denda yang ditetapkan dalam Perwali Nomor 18.
“Masa sanksi tidak pakai masker 50 ribu bagi orang yang boncengan, tapi kalau saudara lihat yang tidak pakai masker untuk pedagang pasar itu dendanya 250 ribu sampai 500 ribu. Pertanyaannya beda apa, sementara subjeknya sama. Apa bedanya pedagang yang tidak pakai masker dan orang yang dibonceng? Itu keliru,” ujar Salmon.
Salmon mengatakan, mekanisme penarikan denda itu ada. Tetapi bukan oleh gustu.
“Kalau denda diserahkan gugus tugas itu pungli, kecuali diserahkan ke gakum,” tegasnya.
Salmon mengatakan, kalau Pemkot Ambon berniat memperpanjang PSBB, tapi harus dievaluasi.
“Jadi kalau kita evaluasi penerapan perwali, ternyata tidak membawa dampak, karena yang walikota bicarakan beberapa kali tidak diterjemahkan di dalam perwali,” tandasnya.
Menurut Salmon, gubernur harus melihat kabupaten dan kota terkait dengan pengambilan kebijakan strategis. Ia harus membuat pengawasan dan pembinaan.
“Semestinya wali harus mendengar gubernur, artinya fungsi koordinasi bupati walikota harus ke gubernur. Kalau walikota bilang mau perpanjang, harus dievaluasi dulu, sehingga ketertiban, pengamanan serta bagaimana mekanisme untuk ekonomi itu dia berjalan menuju normal, itu poinnya,” tegasnya.
Dirinya menambahkan, pemerintah tidak bisa membatasi orang tanpa memajukan ekonomi. “Dua-duanya harus tetap jalan, supaya ekonomi juga dia bisa berputar,” tandasnya lagi.
Akademisi FISIP UKIM, Max Maswekan, mengatakan, seminggu lebih menerapkan PSBB, namun angka jumlah pasien covid positif terus meningkat. Ada yang tak beres dalam penanganannya.
“Ini ada sesuatu yang tidak beres dalam penanganan covid di Maluku khususnya di Kota Ambon, karena angka covid terus meningkat disaat Pemkot Ambon menerapkan PSBB, padahal begitu besar anggaran yang dihabiskan untuk penanganan covid,” tandas Maswekan.
Maswekan menilai, ada kelemahan tim gustu dalam melaksanakan tugasnya, yaitu minimnya sosialisasi.
“Kelemahan itu karena minim sosialisasi. Mestinya setiap kebijakan dan keputusan yang diambil harus dibaringi dengan evaluasi. Saya yakin kalau tim bekerja dengan efektif dan memiliki rasa tanggung jawab maka tentu tujuan dari penerapan PSBB ini berhasil,” tandasnya.
Staf Pengajar Hukum Pemerintahan Daerah Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Ambon, Nasarudin Umar menilai, masih naiknya jumlah kasus positif Covid-19 menunjukan pemerintah tidak serius menangani virus mematikan itu.
Nasarudin menyebutkan, PSBB tak ada artinya kalau kemudian pemerintah tidak menunjukan keseriusannya merunkan angka Covid-19.
“Kalau kurva penyebaran masih terus meninggi, jangan salahkan masyarakat. Ukuran keberhasilan PSBB ini oleh pemerintah apa. Jadi pemerintah harus fair mengambil keputusan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan itu. Jangan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah,” kata Nasarudin.
Menurutnya, kalau ada peningkatan pandemik, itu bukan karena corona menyebar luas. Melainkan boleh jadi karena pemerintah belum efektif dalam penegakan hukum termasuk penegakan sanksi. “Jadi perlu kehadiran pemerintah dengan sungguh-sungguh dalam menerapkan PSBB ini. Jangan sekedar status PSBB tapi pemerintah tidak optimal untuk itu,” ujar Nasarudin.
Dikatakan, prinsip PSBB tidak hanya menyelamatkan kesehatan masyarakat, tetapi juga menyelamatkan hidup masyarakat. Sebagai kompensasi, hak hidup dan hak bekerja masyarakat dirampas oleh negara karena alasan kedaruratan kesehatan.
“Tidak ada perimbangan disitu, yang sebetulnya kalau pemerintah itu pahami secara filosofi terkait pergerakan dan ruang gerak itu dibatasi, itu karena semata-mata ada kondisi kedaruratan. Olehnya hak-hak masyarakat itu harus dibayar, dikompensasi oleh negara dengan memberikan jaminan hak-hak dasar itu. Itu sebabnya dalam pengajuan PSBB itu ada syarat normatif salah satunya kesiapan pemerintah daerah dalam menanggung kebutuhan dasar masyarakat,” bebernya.
Nasarudin menjelaskan, pemerintah sebelum berfikir untuk memperpanjang PSBB, seharusnya melakukan evaluasi menyeluruh secara total. Maksud evaluasi menyeluruh itu harus bisa dipastikan bahwa PSBB tahap I ini sudah memenuhi kewajiban pemerintah untuk menanggung hak-hak dasar atau kebutuhan dasar masyarakat yang terdampak atau belum. Itu syarat yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 9 Tahun 2000 maupun PP 21 tahun 2000.
“Karena pada prinsipnya konstitusi itu kan tidak boleh hak-hak bekerja, hak-hak hidup masyarakat dirampas begitu saja oleh negara. Dia hanya bisa dirampas hanya dengan undang-undang. Olehnya itu undang-undang juga menegaskan supaya seimbang antara batasan itu, maka negara juga harus wajib atau diberikan kewajiban untuk menanggung kebutuhan dasar masyarakat. Itulah konpensasinya,” tandas Nasarudin.
Ia menambahkan, jika dua hal itu tidak diseimbangkan, maka PSBB memperlakukan masyarakat tidak adil. PSBB akan menambah penderitaan rakyat. Karena rakyat seharusnya mendapatkan haknya.
Ia menyebut, butuh kehadiran maksimal pemerintah Kota Ambon dalam menerapkan PSBB. Jangan sekedar status PSBB, tapi pemerintah tidak optimal untuk itu.
Saat ini lanjutnya, yang harus dipertanyakan ke pemerintah kota berapa kesiapan pamong praja yang dimiliki oleh pemerintah kota. Apakah pemerintah tidak mau membuka relawan atau keterlibatan polisi dan TNI misalnya untuk masuk ke seluruh kawasan perumahan.
Menyangkut corona yang terus meningkat, Nasarudin mengaku sistim regulasi mengatur bahwa perimbangan ada aspek kesiapan keamanan. Kalau PSBB ini menimbulkan demo setiap saat, ini menunjukan Kota Ambon tidak siap menerima PSBB.
“Karena sosialisainya kurang, edukasi, transparansi, mitigasi kurang, ini semua harus transparan. Pemerintah dan gugus belum transparan, karena sampai detik ini, saya belum pernah melihat rincian anggaran yang dilakukan pemkot yang jumlah 20 milyar itu supaya masyarakat memahami. Padahal rapid test saja harus dibayar sendiri oleh masyarakat,’ tandas Nasarudin. (S-Cr2/S-16/S-32)
Tinggalkan Balasan