AMBON, Siwalimanews – Tim penyidik Kejak­saan Tinggi Maluku me­nemukan unsur pelang­garan hukum dalam ka­sus dugaan korupsi pe­ngadaan lahan pemba­ngu­nan RSUD Tual.

Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku, Undang Mugopal mengatakan, tim penyi­dik menemukan proses pembayaran lahan RS­UD Tual tidak meng­gunakan appraisal.

“Kita sudah jalan penyelidikan, kita te­mukan perbuatan mela­wan hukum, dimana dalam membayar uang tanah tidak memakai appraisal, itukan sudah salah, ia hanya me­nyampaikan berdasarkan NJOP, padahal seharusnya dia bisa pakai appraisal untuk menghitung pembayaranya,” jelas Kajati dalam keterangan pers­nya kepada wartawan di Kantor Kejati, Rabu (16/3).

Kendati pengadaan lahan RSUD Tual telah ditemukan pelanggaran hukum namun pihak Kejati Maluku masih menunggu hasil perhitu­ngan kerugian negara dari appraisal.

“Kita temukan perbuatan melawan hukum, tapi kerugian negaranya kita ketergantungan ke appraisal, karena sekarang ini kan dibayar berdasarkan NJOP. Kemarin pemilik lahan sudah kita panggil datang, tapi bagaimana appraisal­nya tidak mau menghitung kalau tidak ada kontraknya dengan kita, lalu appraisal ini harus yang terdaftar,” bebernya.

Baca Juga: Sinay Tewas Ditusuk OTK di Pasar Mardika

Untuk mencari jalan keluarnya, Kejati akan mengambil langkah untuk mencari ppraisal  yang lain.

“Ada 8 sertifikat, ada di depan ada di belakang, kalau depan tentu lebih mahal. Ini yang bisa menentukan adalah appraisal. Kalau appraisal dan NJOP sama tidak masalah, tapi kalau appraisal dihitung dibawah NJOP tapi dibayar sesuai NJOP nah itu keliru, jadi kita coba cari appraisal yang lain, kalau hasil itu dihitung dibawah NJOP, maka ada selisih kerugian negaranya,” jelas Kajati.

Seperti diketahui, beredar informasi dimasyarakat bahwa pengusutan dugan korupsi pada pengadaan Lahan Pembangunan RSUD Kota Tual dihentikan sepihak oleh penyidik Kejati Maluku. Informasi itu lantas membuat Lembaga Anti Korupsi bernama Pemantau Keuangan Negara (PKN) Kota Tual dan Kabupaten Malra bereaksi.

Berdasarkan surat terbuka yang ditujukan kepada Kejaksaan Tinggi Maluku, PKN melalui Ketuanya Antonius Rahabav menilai jika kasus tersebut ditutup maka maka Integritas dan Wibawa Institusi akan melemah di mata Publik.

“Kalau ini terjadi menunjukan kinerja Kajati Maluku dan Timnya tidak mewujudkan Kejaksaan yang bersih dan tidak mampu memegang Amanah yang di berikan padanya,”jelas Rahabav mengutip surat terbuka yang diterima redaksi Siwalima.

Dikatakan, terdapat dua alat bukti permulaan yang cukup yakni akta pelepasan tanah yang dibuat ditanda tangani Walikota Tual Adam Rahayaan dan Mariam Jaililu Matdoan, serta surat Mariam Jaliliu Matdoan yang di tujukan kepada Walikota Tual perihal permintaan pembayaran uang tanah, harus di meminta pertanggung jawaban hukumnya.

Rahabav menuturkan terdapat kerugian negara berupa pajak tertunda yang terjadi akibat pembiaran dari Tahun 2007 sampai 2016 sebesar RP 20.000.000, selain itu, kerugian negara juga diperoleh dari selisih NJOP yang di nilai secara sepihak sebesar RP.3.300.000.000. (S-10)