Puluhan mahasiswa yang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Politeknik Negeri Ambon dan Aliansi Penggugat Korupsi Provinsi Maluku kembali melakukan demonstrasi di Kantor Kejaksaan Negeri Ambon, Senin (25/9)

Sebelumnya pada Senin (11/9) lalu puluhan mahasiswa ini melakukan demo dan menuntut Kejari Ambon memeriksa Direktur Politeknik Negeri Ambon, Dady Mairuhu.

Para pendemo ini menuding, Kejari Ambon melakukan persengkongkolan dengan Direktur Poltek sehingga sampai saat ini yang bersangkutan belum diperiksa dan kasus

dugaan tindak pidana korupsi anggaran DIPA dari APBN 2022 Rp72,701 miliar di Poltek Negeri Ambon belum tuntas, padahal sudah hampir 80 saksi diperiksa.

Para mahasiswa ini juga mempertanyakan alasan jaksa menyuruh pihak-pihak terkait mengembalikan kerugian keuangan negara, padahal kasus ini telah masuk dalam tahap penyidikan.

Baca Juga: Sentilan Dewan Soal Hutang SMI

Menurut mahasiswa, jaksa tak berani menetapkan tersangka sementara puluhan saksi sudah diperiksa.

Tuntutan mahasiswa agar kasus ini bisa segera dituntaskan dengan menetapkan siapapun yang diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi di Poltek negeri Ambon ini.

Tentu saja dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka tidaklah mudah. Tim penyidik Kejari Ambon juga harus memiliki dua alat bukti yang kuat. Hal ini penting sehingga tidak membuka ruang kejaksaan di praperadilan.

Kepala Kejaksaan Negeri Ambon, Ardyansyah menegaskan, pihaknya terus bekerja tuntaskan kasus dugaan korupsi Poltek Ambon

Namun untuk menetapkan tersangka, Kejari Ambon harus mencari alat bukti untuk menemukan siapa tersangka sesuai rumusan pasal 1 KUHAP.

Sesuai dengan pasal 184 KUHP menyebutkan ada lima alat bukti salah satunya keterangan saksi, keterangan ahli, alat bukti surat petunjuk, dan yang terakhir keterangan tersangka.

Alasan hukum yang disampaikan oleh Kejari Ambon merupakan alasan yang tepat, karena untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka, maka tentu saja membutuhkan bukti yang kuat dan penetapan tersebut bukan karena desakan mahasiswa, tetapi sesuai dengan fakta-fakta hukum baik berupa keterangan saksi maupun keterangan ahli.

Tuntutan mahasiswa Politeknik Negeri Ambon merupakan hal yang wajar sebagai sebuah bentuk pengawasan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum terutama Kejari Ambon dalam mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi tersebut.

Mahasiswa Politeknik Negeri Ambon dan masyarakat umumnya harus juga memahami bawah kejaksaan pasti memiliki strategi penyidikan yang sudah disusun, sehingga strategi itu tidak bisa diungkapkan ke publik. Sehingga ketika penetapan tersangka maka tidak ada ruang untuk dilakukan praperadilan.

Di Sisi lain, kejaksaan tidak fokus kepada hukuman penjara saja, tetapi juga pengembalian kerugian Negara. Pengembalian kerugian Negara bukan berarti proses hukum selesai, tetapi pengembalian kerugian Negara tidak menghapus tindak pidana yang dilakukan oleh oknum-oknum pejabat Poltek.

Dan karena itu sangat beralasan hukum sesuai dengan aturan perundang-undangan kejaksaan harus juga mengejar pengembalian kerugian Negara yang dilakukan para oknum-oknum pejabat Poltek Ambon.

Intinya mahasiswa berharap kasus dugaan korupsi anggaran DIPA dari APBN 2022 Rp72,701 miliar di Poltek Negeri Ambon  haruslah tuntas, siapapun yang diduga terlibat haruslah dijerat dan jangan dilindungi.(*)