AMBON, Siwalimanews – Ratusan warga dan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Taniwel Raya kembali melakukan demo, Selasa (13/10) menolak PT Gunung Makmur Indah.

Massa menyeru­duk Kantor DPRD Maluku di Karang Panjang Ambon se­kitar pukul 10.30 WIT. Mereka kem­bali mendatangi kantor DPRD, ka­rena wakil rakyat dinilai lamban da­lam menyikapi aspirasi masya­ra­kat Taniwel.

Para demonstran membawa sejumlah pamflet yang ber­tu­liskan, Tolak Tambang Marmer di Taniwel,  Batu Pamale Mau Tabale Tagal Batu Marmer Su Game-Game, Mahasiswa Taniwel Raya Menolak PT Gunung Makmur Indah Mencuri Hasil Alam Kami  di Taniwel dan Kedaulatan Masyarakat Adat Ada­lah Kedaulatan Negara.

Aksi penolakan itu dimulai dengan prosesi adat  yang dilakukan massa di halaman DPRD Maluku, dan dilanjutkan dengan tarian cakalele mengiringi orasi yang dilakukan secara bergantian.

Koordinator aksi Matayane Ha­run menegaskan, aksi demo yang dilakukan di DPRD Maluku merupa­kan akumulasi dari kekecewaan Aliansi Taniwel Raya terhadap para wakil rakyat yang belum mengambil langkah terhadap izin tambang batu marmer yang dikeluarkan oleh Pemprov Maluku.

Baca Juga: Keberadaan Kantor GMI tak Jelas

“Aksi yang kami lakukan meru­pakan akumulasi dari kekecewaan terhadap DPRD yang belum meng­ambil tindakan atas izin tambang batu marmer yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Maluku,” tandas Harun dalam orasinya.

Lanjut dia, tambang batu marmer akan beroperasi di tanah adat Ta­niwel dengan luas 2400 hektar. Kon­disi ini akan sangat berdampak bagi lingku­ngan dan masyarakat Taniwel Raya.

“Dari informasi yang diterima, dimana tanggal 7 Oktober yang lalu, Komisi II DPRD Muluku akan turun melakukan on  the spot di Desa Taniwel, Nukuhai dan Kasie, tapi faktanya tidak ada satupun anggota DPRD yang turun melihat perma­salahan yang ada,” tandasnya lagi.

Karena itu, mereka menuntut agar Ketua DPRD menggunakan hak pre­rogatif untuk mengeluarkan surat penangguhan izin yang sudah diter­bitkan kepada PT Gunung Makmur Indah, dan menyurati Kemendagri dan Kementerian ESDM  agar segera memerintahkan Pemprov Maluku mencabut izin tambang batu marmer di Taniwel Raya.

Setelah berorasi selama satu jam, Ketua DPRD Lucky Wattimurry, wakil ketua Aziz Sangkala, Ketua Komisi II Saodah Tethool dan sejumlah anggo­ta DPRD keluar menemui massa.

Wattimury kemudian menegas­kan, DPRD tidak bisa memenuhi tuntutan Aliansi Taniwel Raya, karena bukan kewenangan legislatif. “Itu kebijakan pada eksekutif, DPRD hanya memberikan pertimbangan kepada eksekutif sebelum memutus­kan sebuah kebijakan,” ujarnya.

Tetapi sebagai bentuk tanggung jawab moral untuk melihat persoalan yang ada, kata Wattimury, DPRD akan turun langsung ke lokasi untuk me­nyerap aspirasi masyarakat. “Kami tidak bisa mengeluarkan surat penangguhan izin, tapi kita akan on the spot ke Taniwel untuk menye­rap aspirasi yang ada di sana,” tandasnya.

Mendengar pernyataan Watti­mury, membuat massa marah. Adu mulut pun terjadi antara massa dan pimpinan DPRD.

Wattimury bersama wakil ketua Aziz Sangkala dan anggota DPRD lainnya langsung masuk meninggal­kan para demonstran. Hal itu mem­buat massa bertambah emosi.

Mereka berupaya menerobos barikade aparat Polresta Ambon untuk mengejar Wattimury dan anggota lainnya, sehingga nyaris ricuh. Bahkan ada yang melempari anggota DPRD dengan air mineral.

Massa kembali berorasi. Tak lama kemudian anggota DPRD Maluku dapil Kabupaten SBB, Hatta Heha­nussa keluar dan menjelaskan DPRD akan turun melakukan on the spot.

Namun, lagi-lagi massa tetap ber­sikukuh agar DPRD mengeluarkan surat penangguhan izin tambang batu marmer seperti yang pernah dilakukan oleh Edwin Huwae saat menjabat Ketua DPRD Maluku.

Tak tahan dengan perlakuan massa, Hehanussa kembali ke dalam gedung DPRD dan melakukan koor­dinasi dengan pimpinan dan anggo­ta DPRD lainnya terkait dengan jalan keluar atas tuntutan massa.

Beberapa menit kemudian, Ketua Komisi II Saodah Tethool bersama beberapa anggota keluar dan mem­pertegas sikap DPRD yang tidak da­pat mengabulkan tuntutan mereka.

Lagi-lagi adu mulut antara massa dan anggota DPRD kembali terjadi. Namun akhirnya mereka mengalah, dengan tiga catatan. Pertama, me­nye­rahkan kepada Ketua Komisi II Saodah Tethool untuk mengkoor­dinir on the spot ke Taniwel. Kedua, setelah kembali dari on the spot wajib mengeluarkan surat penang­gu­han izin tambang batu marmer dan ketiga, mereka akan kembali dengan jumlah peserta aksi yang lebih banyak, tetapi tidak dengan tujuan demonstrasi melainkan hanya mengambil surat penangguhan izin tambang batu marmer.

Tethool juga menjelaskan, sesuai hasil rapat Komisi II pekan lalu telah dilaporkan ke Ketua DPRD Lucky Wattimury dan diagendakan dua hari setelah penyerahan hasil rapat komisi akan turun ke Taniwel, hanya saja terkendala pembahasan APBD Perubahan sehingga tertunda.

“Seharusnya kita sudah turun minggu kemarin, namun ada pem­bahasan APBD, ini juga penting untuk rakyat banyak, karena tuntu­tan adik-adik ini sifatnya penting juga, maka besok pagi Komisi II langsung tinjau ke sana,” tadasnya.

Dalam kunjungan ke Kecamatan Taniwel itu, Komisi II akan men­dengar secara langsung aspirasi mas­yarakat, selanjutnya akan disam­paikan kepada pemerintah daerah. “Disana kita akan duduk sama-sama dengan masyara­kat, untuk dengar aspirasi mereka secara lang­sung, setelah itu kita berjuang ber­sama-sama,” ujarnya.

Setelah penjelasan itu, para de­monstran meninggalkan gedung DPRD dengan tertib.

Untuk diketahui, ini untuk ketiga kalinya Aliansi Taniwel Raya kem­bali melakukan demo menolak eks­plorasi tambang marmer oleh PT Gunung Makmur Indah.

Mereka melakukan aksi demon­strasi pertama kali pada 28 September di Kantor gubernur. Kemudian berlanjut di DPRD Maluku.

Lantaran aspirasi belum ditindak­lanjuti, mereka kembali menggelar aksi pada 8 Oktober di Kantor Gu­bernur Maluku. Dalam aksi itu me­reka diterima oleh Wakil Gubernur, Barnabas Orno.

Saat itu Orno berjanji untuk mem­pertemukan mereka dengan investor tambang tersebut, namun janji itu tak ditepati. Alhasil mereka kembali mendatangi DPRD Maluku, kemarin.

Akui Keluarkan Izin

Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PM-PTSP) Maluku, Syuryadi Sabi­rin mengakui, saat ini PT sudah me­ngantongi Wilayah Izin Usaha Per­tambangan (WIUP).

WIUP itu dikeluarkan Dinas PM-PTSP berdasarkan rekomendasi dari Bupati SBB, Yasin Payapo.

“Saat ini PT GMI sudah mengan­tongi Wilayah Izin Usaha Pertam­bangan berdasarkan rekomendasi dari bupati SBB, dan perusahaan telah mengantongi izin eksplorasi namun itu masih jauh, tidak bisa beroperasi kalau tidak mengantongi izin produksi,” kata Sabirin, saat dihubungi Siwalima, tadi malam.

Sabirin menjelaskan, izin produksi dikeluarkan Dinas PM-PTSP apabila Amdal perusahaan diterima masya­rakat. “Izin produksi ini dikeluarkan oleh Pemprov Maluku melalui kami di PTSP apabila Amdal perusahaan itu diterima oleh masyarakat, baru pe­ru­sahaan bisa berproduksi. Sela­ma ini ditolak maka kita juga tidak akan mengeluarkan izin produksi, itu saja kuncinya” jelas Sabirin.

Berhak Tolak Amdal

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Maluku, Roy Siauta mengatakan, masyarakat punya hak untuk me­nolak Amdal perusahaan dalam sidang komisi Amdal nanti.

“Proses Amdal tidak bisa ditentu­kan oleh pemerintah, tetapi dalam si­dang komisi Amdal yang melibatkan masyarakat itu bisa mereka sam­paikan menolak, kalau menolak maka kita keluarkan rekomendasi ditolak, maka perusahaan juga tidak bisa melakukan kegiatan, habis perkara,” ujarnya.

Siauta mengatakan, proses ini masih jauh. Sebelum dilakukan si­dang komisi Amdal, masyarakat harus memperkuat perwakilan me­reka yang nantinya akan hadir dalam sidang nanti.

“Demo silakan, dan itu juga akan menjadi pertimbangan kita dalam sidang komisi Amdal nanti, namun yang paling terpenting masyarakat bisa menolak pada saat sidang komisi Amdal. Kalau menolak, kita juga akan membatalkan Amdalnya, tidak ada masalah,” tandasnya.

Sementara Kadis ESDM Maluku, Fauzan Khatib yang dihubungi beberapa kali, teleponnya tidak aktif. (Cr-2/S-39)