PIRU, Siwalimanews – Kepala Dinas Pendidikan Kabu­paten SBB, Johan Tahya menuding Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah tidak beritikad baik terkait data pendidikan guru dan siswa dibatas  wilayah Kecamatan Elpa­putih dan Semenanjuk Tanjung Sial yang masih tercatat di Pemkab Maluku Tengah.

Padahal sesuai dengan UU No­mor 40 Tahun 2003 Tentang Pem­bentukan Kabupaten Seram Bagian Timur, Seram Bagian Barat dan Kabupaten Kepulauan Aru, dimana tata kelola pendidikan pada dua wilayah tersebut sudah masuk dalam batas wilayah administrasi Kabupaten SBB.

“Dalam tata kelola pendidikan di dua wilayah tersebut seharusnya sudah menjadi kewenangan pe­nuh oleh Pemda SBB melalui dinas terkait, karena kedua wilayah itu ma­suk dalam batas wilayah admini­strasi SBB  berdasarkan Undang-undang nomor 40 tahun 2003,” jelas Kepala Dinas Pendi­dikan SBB, Johan Tahya kepada Siwalima di ruang kerjanya, pekan kemarin.

Kadis jelaskan, dalam tata kelola pendidikan di batas wilayah itu regulasinya sangat jelas karena mengacu pada UU Nomor 40 tahun 2003 terkait dengan penegasan tapal batas diikuti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) 59 tahun 2010. “Kalau dilihat dari pengelolaan pendidikan pihak Disdikbud SBB punya kewenangan penuh, karena hal ini dituangkan dengan SK Bupati Tahun 2022 dimana saat itu Pemkab SBB memberikan penegasan kepada Pemkab Malteng untuk mencermati berita acara serah terima SP3D dalam hal penyerahan aset dari Pemkab Malteng ke Pemkab SBB,” ujarnya.

Dijelaskan, dalam penyerahan tersebut ada lampiran dari berita acara menyangkut dengan aset-aset, salah satunya jalan dan jembatan, bangunan kesehatan dan juga termasuk bangunan pendidikan serta peralatan mesin.

Baca Juga: Warga Tanimbar Utara Sambut Kunjungan Fatlolon

Untuk bangunan pendidikan, ungkap Kadis, dalam penyerahan aset tidak dirinci, tetapi diakumulasi bentuk nilai nominal. Dimana bangunan pendidikan di perbatasan SBB-Malteng khususnya di wilayah Elpaputih dan Tanjung Sial nilai nominal sekitar Rp16 meliar lebih, apabila dipioritas hanya kearah gedung sekolah sehingga dalam pendataan Disdikbud SBB ada sekitar 18 gedung sekolah.

Lanjutnya, sementara untuk peralatan mesin ada sekitar Rp3 miliar lebih kalau dinominalkan didalamnya sarana penunjang pendidikan mobiler, berupa kursi, meja, dan peralatan Komputer.  Itu yang dilampirkan dalam berita acara serah terima aset.

“Langkah yang kita ambil sebagai tindak lanjut dari SK Bupati tahun 2022 dengan penetapan nomenklatur tersebut kita kemudian menemui Pusat Data dan Informasi (Pusdatim) untuk mengalihkan data Dapodik para guru dan siswa karena didalam Dapodik itu masih tercatat di Pemkab Malteng,” tuturnya.

Menurutnya, selaku Dinas Pendidikan SBB sudah pernah berkoordinasi dengan Pusdatim dan Kementrian Pendidikan untuk memperbaiki Dapodik, bahkan juga menemui Menpan untuk pengalihan para pegawai di wilayah perbatasan tersebut. Bahkan Dinas Pendidikan SBB ke Mendagri untuk menyampaikan tindak lanjut dari permendagri terkait persoalan yang dimaksud.

Untuk tindak lanjut persolan ini ke Mendagri, katanya,  terjadi pertemuan antara Pemda SBB dan Pemkab Malteng terkait pengalihan Dapodik guru dan siswa dan sudah ada titik terang.

Setelah kembali ke SBB ternyata data Dapodik kembali lagi ke Pemkab Malteng. Untuk itu Kadis Pendidikan menilai Pemkab Malteng tidak punya itikad baik untuk pengalihan guru dan siswa ke SBB.

“Padahal nyata-nyatanya dilampiran SP3D itu sudah tertera nilai nominal dari bangunan sekolah dan peralatan mesin yang diserahkan Pemkab Malteng ke SBB. Anehnya lagi pihak Pemkab Malteng dengan alasan penyerahan aset tidak dirinci karena pada tahun 2007 terjadi kebakaran dan di tahun 1999 terjadi kerusuhan sehingga arisp-arisp kepemilikan sudah  terbakar semuanya,” tuturnya.

Atas dasar tersebut, Kadis Disdikbud SBB menilai bahwa Pemkab Malteng tidak punya itikad baik atas persoalan pendidikan di wilayah perbatasan, sehingga persoalan tata kelola pendidikan di wilayah perbatasan digunakan untuk muatan politik, terlebih khususnya wilayah Semenanjung Tanjung Sial, sedangkan Elpa­putih tidak terlalu dipermasa­lahkan. Hal ini juga membuat masyarakat di Tanjung Sial menjadi korban politik. (S-18)