AMBON, Siwalimanews – Tim penyidik Kejaksaan Negeri Ambon menemukan adanya dugaan tindak pidana korupsi penggunaan DIPA untuk belanja barang dan belanja modal pada Politeknik Negeri Ambon Tahun 2022.

Temuan bukti dugaan ko­rupsi tersebut setelah tim pe­nyidik Kejari Ambon melaku­kan ekspos dan akhirnya me­netapkan tiga orang sebagai tersangka.

Tiga tersangka yaitu, Fence Salhuteru, Wakil Direktur II Bi­dang Umum dan Keuangan Politeknik Negeri Ambon Ta­hun 2018-2022, dan selaku Peja­bat Penandatanganan Surat Perintah Membayar (PPSPM) berdasarkan Sprindik Nomor PRINT-02/Q.1.10/Fd.2/07/2023

Wilma E Ferdinandus, se­laku PNS Politeknik Ambon/PPK Kegiatan Rutin Poltek berdasarkan Sprindik Nomor PRINT-04/Q.1.10/FD.2/10/2023

Christine Siwalete selaku PNS Poltek/PPK Kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa Poltek Ambon berdasarkan sprindik Nomor PRINT-05/Q.1.10/Fd/10/2023

Baca Juga: JPU Ungkap Peran 6 Terdakwa Korupsi SPPD BPKAD KKT

Demikian diungkapkan Kepala Kejaksaan Negeri Ambon, Adryan­sah didampingi Kepala Seksi Tin­dak Pidana Khusus, Eka Palapia, Kasi Intel Kejaksaan Negeri Ambon, Ali Toatubun dan Kacabjari Saparua, Ardy saat Konferensi pers di ruang rapat Kantor Kejari, Be­lakang Soya Ambon, Jumat (13/10)

Kajari menyebutkan, ketiganya ditetapkan sebagai tersangka usai ekspses dan melalui tahapan koordinasi pihak Lembaga Kebija­kan Pengadaan Barang/Jasa Pe­merintah dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

“Setelah kita berkoordinasi dengan beberapa lembaga terkait untuk mendapatkan keterangan ahli dalam hal ini LKPP dan BPKP selaku auditor, dan dalam ekspos kami sepakat menetapkan tiga orang sebagai tersangka yaitu, pertama inisial FS selaku pejabat penandatanganan surat perintah membayar (PPSPM) tahun 2018 sampai 2022, Kedua WEF selaku PPK rutin, Ketiga CS selaku PPK penyediaan barang dan jasa Poltek Ambon,” ujar Kajari.

Akibat perbuatan tiga tersangka, kata Kajari, dari hasil perhitungan sementara yang dilakukan negara mengalami kerugian sebesar Rp1.875.206.347.

“Kerugian Negara akan menu­nggu hasil audit penghitungan kerugian Negara dari auditor BPKP,” katanya.

Kajari mengungkapkan, modus operandi yang dilakukan para tersangka yaitu WF dengan sepe­ngetahuan FS selaku PPSPM membuat kebijakan terhadap bebe­rapa kegiatan yang dilaksa­nakan oleh 5 penyedia atas paket pekerjaan.

Lima paket pekerjaan atas nama CV,K dan CV.SA yang mana seluruh paket pekerjaan atas nama 2 penyedia tersebut diambil alih pelaksanaannya oleh Politeknik Negeri Ambon.

Sedangkan 3 penyedia atas nama Sedangkan 3 penyedia atas nama CV.AIT,CV. Empat Pertama dan CV, SAP ada sebagian kegia­tan dilaksanakan sendiri oleh pe­nyedia tersebut, dan ada beberapa paket pekerjaan atas nama penyedia diambil alih oleh pihak Politeknik.

Atas pengambilalihan paket-paket yang dikerjakan sendiri oleh Politeknik Ambon dengan meng­atasnamakan penyedia diberikan imbalan fee sebesar 3% dari nilai kegiatan kepada masing-masing penyedia.

Tersangka FS sebagai PPSPM menyetujui proses yang diajukan oleh PPK kegiatan rutin untuk penerbitan SPM, padahal FS tahu bahwa administrasi yang diajukan oleh BPK tidak sesuai dengan ke­tentuan, dimana kegiatan tersebut dilaksanakan sendiri oleh PPSPM dan pihak pelaksana kegiatan lainnya pada Poltek Ambon.

Selain itu, PPK pengadaan ba­rang dan jasa mengadakan perin­tah dari FS untuk melaksanakan kegiatan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, dan tidak didukung oleh bukti pertanggungjawaban yang sah.

Kajari menambahkan, untuk tahap saat ini pihaknya mene­tapkan tiga tersangka dan tidak menutupi kemumngkinan akan ada tersangka tambahan.

“Ya tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka lainya. Namun ini dulu kami akan kembangkan lagi.

Sementara terkait Direktur Poltek Dady Mairuhu, berdasarkan hasil pemeriksaan dirinya belum bisa ditetapkan tersangka, karena tidak ada perannya namun bisa saja ketika persidangan ketiga tersang­ka buka-bukaan dan sebutkan direktur maka akan kita penda­laman,” tandasnya.

Mahasiswa Demo

Seperti diberitakan sebelumnya, puluhan mahasiswa yang terga­bung dalam Aliansi Mahasiswa Politeknik Negeri Ambon Peng­gugat Korupsi dan LSM anti Korupsi, menggelar aksi demo di depan Kantor Kejaksaan Negeri Ambon, Senin (11/9).

Para mahasiswa ini menuntut Kejaksaan Negeri Ambon untuk segera menetapkan tersangka atas dugaan korupsi di kampus Politeknik Negeri Ambon itu.

Mereka membawa sejumlah poster yang bertuliskan tuntaskan korupsi di Poltek Ambon yang melibatkan Direktur Poltek Ambon Dady Mairuhu dan kroni-kroninya.

Kepada Siwalima, Kasi Intel Kejari Ambon Ali Toatubun meng­ungkapkan, pihaknya terus ber­upaya semaksimal mungkin untuk menuntaskan kasus dugaan korupsi Poltek Ambon.

Dijelaskan, dalam satu bulan ini tim penyidik Kejari Ambon telah memeriksa sebanyak 74 orang saksi.

“Pagi tadi sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam aliansi mahasiswa Poltek kunjungi Kantor Kejaksaan Negeri Ambon, men­demo untuk percepatan penetapan tersangka dalam kasus dugaan Korupsi Poltek Ambon,” ujarnya.

Kasi Intel mengakui, ada se­jumlah tuntutan yang disampaikan mahasiswa kepada Kejari Ambon yaitu, mendesak Pimpinan Kejari Ambon segera memanggil dan menetapkan Direktur Politeknik Negeri Ambon sebagai tersangka dalam dugaan kasus korupsi APBN 72 miliar tahun 2022.

“Kami juga menjawab bahwa kami tidak sedang main-main, namun kita terus berupaya tun­taskan kasus tersebut dimana telah 74 saksi diperiksa saat ini,” paparnya.

Dijelaskan, pemanggilan terha­dap Direktur Poltek Ambon, Dady Mairuhu kata Toatubun, sampai saat ini belum diambil ketera­ngannya karena mangkir.

“Kita sudah jadwalkan pemang­gilan per tanggal 18 kemarin akan tetapi hingga saat ini yang ber­sangkutan mangkir tanpa alasan. Kami akan lakukan pemanggilan lagi.” Tandas Toatubun.

Untuk diketahui pada tahun 2022, Poltek Ambon mendapatkan alokasi anggaran dana APBN sebesar Rp72.701.339.000,-. Rin­cian itu, terdiri dari APBN reguler sebesar Rp 61. 976.517.000,- dan Pendapatan Bukan Pajak atau PNBP senilai Rp10, 724,822.000.

Dari rangkaian penyelidikan yang dilakukan tim penyelidik di bidang Pidsus, berupa pengumpulan data dan keterangan terhadap 12 orang saksi dan juga beberapa dokumen terkait dengan bukti pertang­gungjawaban penggunaan angga­ran pada pos belanja rutin, diduga terjadi penyimpangan.

Dimana pengelola keuangan di lembaga pendidikan itu, ditemukan pelaksanaan kegiatan yang dikontrak kepada beberapa perusahaan atau pihak ketiga, ternyata perusahaan tersebut hanya menerima fee senilai 3 persen plus PPN. Sedangkan sisa uang tersebut dikelola langsung oleh pengelola keuangan.

“Setelah ditelusuri uang yang dikelola oleh pengelola keuangan tidak didukung dengan bukti pertanggungjawaban yang sah menurut ketentuan yang berlaku. Hal ini diduga terjadi perbuatan melawan hukum melanggar UU Nomor 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara,”kata Kajari Andryansah.

Akibat perbuatan tersebut, lanjut Kajari, telah ditemukan adanya indikasi perbuatan  yang merugikan keuangan negara senilai Rp1,716 229.000.

“Ini baru indikasi yang didapatkan dari hasil penyelidikan. Namun, nantinya berapa keuangan negara yang akan dihitung itu akan kita mintakan bantuan dari auditor, permintaan audit kerugian negaranya,” katanya.

Atas perkara tersebut, diduga telah melanggar pasal 2 dan pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan disempurnakan dengan UU nomor 20 tahun 2021 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. (S-26)