AMBON, Siwalimanews – Polresta Pulau Ambon dan Pp. Lease tak punya alasan untuk menghentikan pengusutan dugaan penyelewengan di Gugus Tugas Covid-19 Kota Ambon.

Bukti dugaan manipulasi jum­­­lah kasus orang dalam pe­mantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), mark up jumlah tenaga kesehatan yang bertugas di puskesmas dan pemoto­ngan insentif tenaga kesehatan telah dikantongi saat melakukan asistensi.

Penanganan pandemi Covid-19 jangan menjadi alasan untuk tidak mengambil langkah hukum lanjutan terhadap dugaan penyelewengan yang ditemukan saat melakukan asistensi.

Akademisi Hukum Pidana Unpa­tti, George Leasa mengatakan, du­gaan manipulasi data DPD dan ODP serta mark up jumlah nakes dan pe­motongan insentif  nakes merupakan bentuk kejahatan yang harus ditin­daklanjuti oleh kepolisian.

“Aparat kepolisian tidak boleh menutup mata dari semua temuan itu,” ujarnya.

Baca Juga: Polisi Ringkus Dua Pengedar Narkoba di Pelabuhan Yos Sudarso

Leasa mengatakan, kepolisian memiliki tugas khusus turut meng­awasi penggunaan dana Covid-19. Kalau ada temuan dugaan penyele­weangan, mesti ditindaklanjuti de­ngan serius.

“Apabila ada temuan dugaan bahwa telah terjadi tindak pidana maka hal itu harus terus dilakukan, apabila tidak ditemukan bukti yang cukup maka harus diumumkan jika dugaan tersebut bukan tindak pi­dana,” tandasnya.

Hal ini bertujuan untuk menghi­langkan kecurigaan publik berha­dapan penggunaan dana Covid-19 yang saat ini dianggap oleh mas­yarakat telah disalahgunakan.

Akademisi Hukum Pidana Unidar, Rauf Pellu juga menegaskan,  kalau pada saat melakukan pendampingan dan asistensi ditemukan ketidak­be­resan maka polisi menindaklanjuti. Tak bisa didiamkan, karena menya­ngkut dengan keuangan negara.

“Seharusnya kalau ada temuan, polisi harus proaktif menindak­lan­juti, tidak  mendiamkan,” tegasnya.

Apalagi modus yang dilakukan secara tersistematis dan terstruktur. Tak bisa didiamkan saja. “Polresta harus tindak lanjuti dengan proses hukum,” ujarnya.

Anggota DPRD Maluku dapil Kota Ambon, Jantje Wenno menga­takan, apabila dalam proses asis­tensi dan pendampingan polisi me­ne­mukan adanya dugaan penyalah­gunaan dana Covid-19 oleh gugus tugas, maka hal ini mestinya di­tindaklanjuti.

“Kalau ada dugaan saat asistensi mesti ditindaklanjuti dugaan itu,” ujarnya.

Menurutnya, aparat kepolisian tidak boleh menutup mata adanya du­gaan ketidakberesan yang dilaku­kan.

“Saat ini masyarakat sudah mulai tidak percaya dengan gugus tugas, karena itu jangan menambah ketidak­percayaan itu dengan menutup mata dari temuan yang ada,” tandas Wenno.

Praktisi hukum Fileo Pistos Noija meminta polisi tetap melanjutkan pe­nanganan temuan dugaan penye­lewengan. Ia menilai, kasus ini masuk dalam kategori penggelapan.

“Ini harus diusut karena melanggar aturan. Ini penggelapan namanya,” katanya.

Dikatakan, penyakit harusnya mem­bunuh kejahatan, bukan seba­liknya. Maksudnya tidak boleh ada alasan, tidak melanjutkan pengu­sutan karena pandemi.

“Penegak hukum itu kapan saja bertugas. Jadi kalau ada indikator melebih-lebihkan pasien harus diusut,” ujarnya.

Kata Noija, penanganan pandemi harusnya supaya orang tidak ter­jangkit penyakit. Memang, penanga­nannya butuh dana, tapi jangan dana membutuhkan penyakit.

“Orang bisa berkesimpulan ini dana membutuhkan penyakit karena jumlah di kertas tidak seimbang dengan kenyataan,” tandasnya.

Ketua Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) Malu­ku, Heppy Lelapari juga mene­gaskan hal senada.

Ia meminta aparat kepolisian tidak mengabaikan temuan dugaan pe­nye­lewengan yang terjadi di Gugus Tugas Kota Ambon.

“Sebagai elemen pemuda di pro­vinsi dan Kota Ambon dan sebagai bagian dari pilar masyarakat kami minta pihak kepolisian untuk mela­kukan intevensi hukum terkait de­ngan dugaan mark up dan pemoto­ngan insentif tenaga kesehatan,” tegas Lelapari.

Menurutnya, aparat penegak hukum tak perlu ragu untuk meng­usut kalau ada temuan penyele­wengan.

“Sudah ada arahan dari Presiden dan kementerian terkait, jangan per­nah atau jangan coba-coba macam-macam dengan dana penanganan covid, dan ini akan dipantau dan di­kejar sampai ranah hukum,” ujarnya.

Lelapari menyayangkan,  kalau dalam situsi kemanusiaan saat ini ada praktek-praktek yang dilakukan untuk mencari keuntungan. “Ini sangat berdosa bagi masyarakat, jika ada seperti itu,” tandasnya.

Pengurus DPD Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Maluku, Rony Imran Marasabessy mengaku heran,  kalau sudah temuan namun tidak di­tindaklanjuti oleh aparat kepolisian. “Harus dituntaskan oleh kepolisian, tak bisa didiamkan,” ujarnya.

Edison Lapalelo, tokoh Pemuda Maluku juga meminta pihak kepoli­sian mengusut tuntas dugaan mark up data dan dana Covid-19.

“Bukankah waktu kemarin KPK datang ke Ambon sudah memberi­kan warning bahwa dana Covid-19 jangan dikorupsi,” tandasnya.

Lapalelo mengungkapkan, berda­sar­kan survei yang dilakukannya, tingkat ketidakpercayaan masyara­kat terhadap kinerja pemerintah dalam mengelola dana Covid-19 di atas 50 persen.

Sejumlah warga kota mengaku prihatin, Covid-19 dimanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan.

“Memang benar Covid-19 benar ada, namun jangan sampai Gustu memanfaatkan situasi, pada akhir­nya yang dirugikan masyarakat,” tandas Ellen Kurmasela.

Ellen meminta polisi mengusut tuntas temuan dugaan penyelewe­ngan di gugus tugas.

Warga lainnya juga meminta hal yang sama. Polisi harus mengusut tun­tas dugaan kejahatan yang dite­mukan. “Polisi harus usut tuntas. Kami masyarakat juga susah karena penanganan pandemi ini,” ujar Nasir.

Salah seorang sopir angkot meng­ungkapkan, kalau ada masyarakat yang tidak percaya bahwa covid itu ada, karena ulah gugus tugas yang ker­ja tak beres.  “Makanya polisi usut tuntas kalau ada temuan bukti,” ujarnya.

Tim Polisi Dibubarkan

Seperti diberitakan, bukti dugaan mark up data dan dana dalam pena­nganan Covid-19 oleh Gugus Tugas Kota Ambon ditemukan polisi saat melakukan asistensi.

Dugaan mark up data itu terjadi pada jumlah ODP, dan PDP, serta jumlah nakes yang bertugas di 22 Puskesmas di Kota Ambon.

Tak hanya itu,  tim Polresta Ambon dan Pulau-pulau Lease juga me­nemukan hak-hak nakes dipotong. Disaat bukti indikasi penyelewe­ngan sudah di tangan, pengusutan dihentikan.

Tim Polresta Ambon dibentuk se­suai surat perintah Nomor: SP/VIII/2020/Reskrim yang diteken Kasat Reskrim, AKP Mindo J. Manik.

Tim diperintahkan untuk melaku­kan serangkaian tindakan kepolisian selama masa pancegahan Covid-19 dan melakukan asistensi dengan dinas terkait dan atau gugus tugas percepatan penanggulangan Covid-19 meliputi; anggaran yang diper­gunakan untuk kegiatan Covid-19, pengadaan alat kesehatan, bantuan langsung tunai (BLT) dan insentif untuk tenaga medis.

“Benar ada tim yang dibentuk untuk asistensi penanganan Covid-19,” ujar sumber di Polda Maluku, kepada Siwalima, Senin (28/9).

Namun kata dia, tim tersebut tidak lagi melakukan asistensi terhadap gugus tugas. Mereka sudah dimuta­sikan. “Sudah tidak ada lagi timnya, mereka yang ada di tim dimutasikan ke bagian lain, malah akan menjalani pemeriksaan, nanti coba dicek aja ke Polresta,” ujarnya.

Kapolresta Pulau Ambon dan Pu­lau-pulau Lease, Kombes Leo Sima­tupang yang dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp mengarahkan Siwalima ke Kasat Reskrim AKP Mindo J Manik. Sayangnya, Mindo yang dihubungi enggan mengang­kat telepon selulernya. Pesan What­s­App juga tak direspons.

Sementara Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Roem Ohoirat yang dikonfirmasi mengakui, ang­gota polisi yang sebelumnya mela­kukan asistensi terhadap gugus tu­gas sementara menjalani pemerik­saan etik. “Iya betul anggota kami dari Satreskrim Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease itu diperiksa Bidang Propam Polda Maluku,” kata Ohoirat.

Menurutnya, pemeriksaan terse­but hal biasa guna mengetahui lang­kah apa saja yang sudan dilakukan tim penyidik Satreskrim Polresta saat melakukan asistensi terhadap dinas terkait dalam penanganan Covid-19.

“Yang jelas apa yang dilakukan oleh teman-teman kita kemarin itu adalah ingin melakukan pengecekan apakah tenaga-tenaga medis ini hak-hak mereka diterima itu sudah tepat atau sesuai standar yang diterima atau tidak, dan lainnya,” ungkap Ohoirat.

Sumber di Pemkot Ambon juga mengakui, ada tim Satreskrim Pol­resta Ambon yang melakukan asis­tensi terhadap gugus tugas, khusus­nya Dinas Kesehatan. Dari situlah, terungkap dugaan penyelewengan di tubuh gugus tugas.

“Justru dari asistensi yang dila­kukan maka terungkaplah dugaan penyelewengan yang dilakukan gugus tugas,” ujarnya.

Pejabat Dinas Kesehatan menga­rahkan agar data-data pasien Covid-19, yang berstatus ODP dan PDP dimanipulasi. Arahan disampaikan kepada hampir semua puskesmas di Kota Ambon. Ada sekitar 22 puskes­mas yang ada di lima kecamatan di Kota Ambon. “Mungkin hanya Pus­kesmas Tawiri dan Hative Kecil yang bersih,” ujar sumber itu.

Ia mencontohkan, di puskesmas Kilang yang ada di Kecamatan Leiti­mur Selatan,  banyak nama yang dimasukan dalam daftar positif corona, ODP dan PDP seolah-olah, mereka adalah penduduk desa atau kecama­tan setempat. Padahal setelah ditelu­suri, ada yang ting­galnya di Namlea, Kabupaten Buru, ada yang di Makassar bahkan ada yang di Jakarta.

“Semua orang tahu, di Desa Kilang itu penduduknya beragama Kristen, tapi ternyata data yang ada di Dinas Kesehatan, banyak nama-nama yang beragama Muslim. Ini ada apa? Setelah ditelusuri, mereka ngaku tinggal di Namlea, Makassar, bahkan ada yang di ibukota negara. Ini kan tidak beres,” tandasnya.

Praktek yang sama diduga juga dilakukan pada sejumlah puskesmas di Kota Ambon. “Rata-rata semua mengikuti arahan dari pejabat Dinkes Kota Ambon,” ujar sumber itu.

Ia menjelaskan, jumlah kasus positif, ODP dan PDP yang diduga dimanipulasi bertujuan untuk mendongkrak jumlah nakes yang bertugas. Jadi bukan hanya jumlah kasus, tetapi jumlah nakes juga dimanipulasi alias fiktif.

“Misalnya dalam satu wilayah puskesmas jumlah ada 100 kasus, berarti nakes yang bertugas 7-10 orang, kemudian 100 hingga 200 kasus, sekitar 10 sampai 20 nakes yang bertugas. Nah, data kasus diduga dimanipulasi seperti itu agar dalam laporan Dinkes dibuat jumlah nakes yang bertugas banyak. Padahal tidak,” ujarnya.

Semakin banyak jumlah nakes yang dibuat seolah-olah melaksana­kan tugas, kata dia, maka peng­usulan untuk pembayaran intensif semakin besar. “Diduga modus yang dilakukan seperti itu,” ujarnya.

Sumber itu menyebutkan, Kemen­terian Kesehatan mengalokasikan dana insentif daerah Kota Ambon melalui Dana Alokasi Khusus  Ban­tuan Operasional Kesehatan Tamba­han dalam penanganan Covid-19 sebesar Rp 3.450.000. 000 untuk tiga bulan, yakni Maret, April dan Mei 2020.

BPKAD kemudian mentransfer ke rekening Dinas Kesehatan Kota Ambon sebesar Rp 1.900.000.000 untuk insentif nakes bulan Maret dan April pada 22 puskesmas di Kota Ambon.

Data yang dihimpun dari 21 kepala puskesmas di Ambon, total dana yang sudah diterima Rp 1.708.500. 000,00. Sesuai laporan Dinas Kese­hatan, jumlah nakes yang diinput pada 21 puskesmas  sebanyak 653 orang. Namun yang diberikan insen­tif hanya 414 orang.

Pada bulan Maret 2020 jumlah nakes yang menerima intensif seba­nyak 200 orang. Kemudian bulan April 2020 sebanyak 214 orang. “Jadi totalnya 414 orang saja,” ujarnya.

Dari jumlah 653 nakes di 21 puskesmas, minus Puskesmas Hutu­muri, terdapat selisih 239 nakes yang mendapatkan insentif.

“Jumlah 239 ini yang diduga fiktif, mark up, yang dipakai untuk meng­usulkan pencairan anggaran, biar uang yang keluar gede. Perta­nya­annya, uang milik nakes fiktif itu dikemanakan,” ujar sumber itu.

Dugaan penyelewengan lainnya adalah insentif nakes yang dipotong Dinas Kesehatan Kota Ambon.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 392 Tahun 2020 tentang pemberian insentif dan san­tunan kematian, sasaran pemberian insentif dan santunan kematian me­nyebutkan, besaran insentif nakes masing-masing; dokter spesialis Rp 15 juta, dokter umum atau gigi Rp 10 juta, bidang dan perawat Rp 7,5 juta dan tenaga medis lainnya Rp 5 juta.

“Namun nakes tak menerima sebesar itu, yang diterima justru nilainya di bawah sekali,” ujarnya. (Cr-2/Cr-1/S-39/Mg-6/Mg-5)