AMBON, Siwalimanews – Polresta Ambon diberi apresiasi atas pemeriksaan kembali kasus SPPD fiktif Pemkot Ambon, yang diduga merugikan negara lebih dari 700 juta rupiah.

Kasus SPPD fiktif diusut sejak Mei 2018 lalu. Banyak pejabat Pem­kot Ambon dipanggil. Wali­kota Richard Louhenapessy, istri­nya Ny. Leberina Louhenapessy, dan Sekretaris Kota Ambon AG Latuheru juga turut diperiksa.

Setelah menggarap keterangan dari berbagai pihak, tim penyidik Tipikor Satreskrim Polres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease mela­kukan gelar perkara di Kantor Dit­reskrimsus Polda Maluku, Mangga Dua Ambon, pada Jumat 8 Juni.

Gelar perkara dihadiri saat itu, Kasat Reskrim Polres Pulau Ambon, AKP Rifal Efendi Adikusuma, Kanit Tipikor Bripka M Akipay Lessy, tim penyidik dan Wakil Ditreskrimsus Polda Maluku, AKBP Harold Wilson Huwae.

Hasil gelar perkara, penanganan kasus ini dinaikan ke tahap penyi­dikan. Dalam gelar perkara itu, tim penyidik memaparkan hasil penye­lidikan dan bukti-bukti adanya dugaan korupsi dalam SPPD fiktif tahun 2011 di Pemkot Ambon, ter­masuk siapa saja bertanggung ja­wab dalam kasus ini.

Baca Juga: Kembali Usut SPPD Fiktif, Toisutta Beri Apresiasi ke Polresta

Hasil audit kerugian negara dari BPK juga sudah dikantongi polisi. Na­mun belum satupun yang dijerat se­bagai tersangka. Polisi juga mera­ha­siakan hasil audit kerugian negara itu.

Pasca mengantongi hasil kerugian negara, kasus SPPD fiktif Pemkot Ambon mandek. Tak ada langkah proaktif yang dilakukan polisi untuk memeriksa ahli BPK.

Setelah dipresure dan dikritik berbagai kalangan, Polresta Ambon mulai bergerak lagi dan memeriksa sejumlah pejabat pemkot.

Akademisi Hukum Unpatti, Rey­mond Supusepa mengatakan, pena­nganan kasus SPPD fiktif Pemkot Ambon harus tuntas. Apalagi kasus ini sudah di tahap penyidikan. Ke­rugian negara juga sudah dikantongi penyidik.

Supusepa juga meminta pimpinan Polresta Ambon untuk transparan dengan memberikan penjelasan soal perkembangan penanganan kasus ini. “Mestinya Polresta Ambon trans­pa­ran agar ada kejelasan,” kata Supu­sepa kepada Siwalima, Sabtu (31/10).

Supusepa mengingatkan agar pengawasan ketat dilakukan terha­dap penyidik agar setiap perkem­bangan penyidikan dapat diketahui hingga tuntas.

“Apabila kasus sudah ditingkat­kan dari tahap penyelidikan ke penyidikan maka harus diperhatikan dengan cermat, baik oleh penyidik itu sendiri maupun oleh atasan se­hingga jangka waktu tidak terlalu lama yang nantinya bertabrakan dengan asas peradilan sederhana cepat dan biaya ringan,” tandasnya.

Akademisi Hukum Unidar, Rauf Pellu juga meminta Polresta Ambon transparan, sehingga tak menimbul­kan penilaian miring dari publik.

“Hasil audit sudah dikantongi, kasus SPPD fiktif pemkot harus tuntas. Jangan sampai lambat, ka­rena diduga melibatkan pejabat. Ini namanya hukum tajam ke bawah tumpul ke atas,” ujarnya.

Jika tak segera menuntaskan, kata Pellu, publik akan bertanya komit­men polisi dalam menuntaskan kasus dugaan korupsi.

Segera Tetapkan Tersangka

Praktisi Hukum Djidon Batmamo­lin meminta pihak kepolisian segera menetapkan tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi SPPD fiktif Pemkot.

“Kepolisian jangan takut tetapkan tersangka. Kasus ini kan sudah lama ditangani, kenapa diundur-undur lagi. Buka seterang-terangnya,” tan­das  Batmamolin, kepada Siwalima, Minggu (1/11).

Ia mengaku heran, kasus SPPD fiktif Pemkot Ambon sudah tahun lebih tak tuntas. Padahal, penyidik  sudah mengantongi hasil audit.

“Tapi kok lama sekali menetapkan tersangkanya. Ada apa sebenar­nya?,” ujar Batmamolin.

Batmamolin mengingatkan kepo­lisian, kasus SPPD fiktif Pemkot Ambon sudah menjadi buah bibir di masyarakat. Ia berharap, jangan sampai citra kepolisian menjadi negatif karena dinilai lamban dalam menyelesaikan kasus korupsi.

“Kalau tidak cepat dalam peneta­pan tersangka kasus ini, lantas bagai­mana kalau ada kasus lagi mau dibawa ke mana kalau yang sebe­lum­nya tidak tuntas,” tandasnya.

Praktisi Hukum Rony Samloy juga menyoroti kinerja Polresta Pulau Ambon terkait lambatnya penetapan tersangka pada kasus dugaan tin­dak pidana korupsi SPPD fiktif Pemkot.

“Jangan sampai ada yang meng­giring persoalan ini dengan politik pilkada. Hal ini, harus dilihat dari kacamata hukum bahwa siapapun yang bersalah harus bertanggung jawab,” katanya.

Menurutnya, apabila sudah me­me­nuhi minimal 2 alat bukti sesuai pasal 184 KUHAP, maka tidak ada alasan bagi penyidik untuk tidak segera menetapkan tersangka dan melanjutkan ke proses penuntutan dan dilimpahkan kasusnya ke pe­ngadilan untuk disidangkan.

“Kalau memang kasusnya jalan di tempat selama dua tahun, maka kinerja pihak kepolisian patut diper­tanyakan,” tandasnya.

Kapolresta Ambon Kombes Leo Surya Nugraha maupun Kasat Reskrim AKP Mido J Manik, yang dihubungi, lagi-lagi enggan meres­pons panggilan telepon. Pesan whatsapp juga tak dibalas.

Sementara Kepala Sub Bagian Humas dan Tata Usaha BPK Perwa­kilan Maluku, Ruben Sidabutar yang dihubungi, Minggu (1/2) soal per­mintaan penyidik Polresta Ambon untuk memeriksa ahli BPK yang hingga belum dipenuhi, Sidabutar menjelaskan,  untuk setiap permin­taan audit kerugian dari aparat penegak hukum ataupun permintaan ketera­ngan ahli, kewenangannya BPK pusat.

“Untuk setiap permintaan audit kerugian dari APH seperti permin­taan PKN maupun permintaan kete­rangan ahli ditangani olen BPK Pusat bu. Jadi kewenangannya ada di pusat, namanya Auditorat Utama Investigasi (AUI). APH biasanya menyampaikan suratnya langsung ke BPK Pusat, tidak melalui BPK Perwakilan Provinsi Maluku,” je­lasnya.

Enggan Berkomentar

Lalu bagaimana tanggapan Sekot Ambon, AG Latuheru soal Polresta Ambon yang kembali melakukan pemeriksaan  kasus SPPD fiktif? ter­nyata  Latuheru enggan berkomen­tar.

“No comment,” tandasnya kepa­da Siwalima, di sela-sela kunjungan Wamendag RI ke Ambon, Rabu (28/10).

Ketika ditanya, kalau dipanggil lagi untuk diperiksa?, Latuheru tetap enggan berkomentar. “Pokoknya saya no comment,” ujarnya.

Pejabat Dicecar Lagi

Sejumlah pejabat Pemkot Ambon kembali dicecar penyidik Satreskrim Polresta Ambon dan Pulau-pulau Lease, Selasa (27/10) terkait kasus SPPD fiktif tahun  2011.

Para pejabat yang dipanggil penyidik diantaranya, mantan Kadis Perikanan Kota Ambon Piet Sai­mima, mantan Kepala Bappeda Kota Ambon,  Dominggus Matulapelwa dan mantan Kadis Tata Kota Ambon Novel  Masuku.

Sumber di Polresta Ambon menye­butkan, mereka mendatangi Polresta Ambon sekitar pukul 10.00 WIT, dan dicecar puluhan pertanyaan.

“Iya jadi para pejabat itu hadir di ruang Satreskrim untuk menunjukan atau memasukan bukti-bukti peng­em­balian dan penggunaan anggaran perjalanan dinas tahun 2011. Ke­hadiran  mereka itu untuk mengkla­rifikasi,” kata sumber itu kepada Siwalima, yang meminta namanya tak dikorankan.

Sumber itu mengatakan, ada pe­jabat yang sudah diperiksa bebe­rapa waktu lalu, namun dipanggil lagi. “Ada yang sudah diperiksa, lan­jut lagi hari ini, karena belum selesai,” ujarnya.

Menurutnya, masih ada lagi saksi-saksi dari Pemkot Ambon yang akan dipanggil. “Pasti adalah, saya tidak bisa sebutkan, ikuti saja ya,” tan­dasnya.

Munculnya kasus SPPD fiktif tahun 2011, berawal dari Pemkot Ambon mengalokasikan anggaran sebesar dua miliar untuk perjalanan dinas. Dalam pertanggungjawaban, disebut anggaran tersebut habis dipakai. Namun, tim penyidik polisi menemukan 100 tiket yang diduga fiktif senilai 742 juta lebih.

Dalam penyelidikan dan penyidi­kan, sejumlah pejabat telah diperik­sa, termasuk Walikota Ambon dan Sekot A.G Latuheru. Istri walikota juga turut diperiksa.

Surat Perintah Dimulainya Penyi­di­kan (SPDP) juga sudah dikirim penyidik  ke Kejari Ambon sejak Agustus 2018 lalu. Hasil audit keru­gian negara dari BPK pun sudah dikantongi. Namun belum ada satupun tersangka yang dijerat.

Pihak Polresta Ambon selalu ber­alasan, masih menunggu peme­riksaan ahli BPK untuk mengkon­firmasikan hasil audit kerugian negara itu.

“Kita masih menunggu dari BPK,” kata Kasat Reskrim Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, AKP Mido J Manik, kepada Siwa­lima, Selasa (22/9), melalui pesan Whatsapp.

Ketika ditanyakan lagi soal koor­dinasi dengan BPK apakah terus di­lakukan, mengingat kasusnya sudah lama ditangani, Mido tetap menja­wab, menunggu pemeriksaan ahli dari BPK. “Kita masih tunggu,” ujarnya.

Diduga penanganan kasus du­gaan korupsi SPPD fiktif Pemkot Ambon mandek, karena ada main mata pejabat Pemkot Ambon dengan oknum polisi.

Walikota Diperiksa Dua Hari

Penyidik Tipikor Satreskrim Pol­res Pulau Ambon Pulau-pulau Lea­se, memeriksa Walikota Ambon, Richard Louhnapessy selama dua hari berturut-turut pada medio Mei 2018 lalu.

Walikota dicecar dengan 61 per­tanyaan, terkait dugaan korupsi SPPD tahun 2011 di Pemkot Ambon senilai Rp 742 juta lebih.

Hari pertama, Senin (28/5), wali­kota tiba sekitar pukul 10.10 WIT, dengan mobil dinas Toyota Fortuner DE 1. Walikota tak datang sendiri. Ia dikawal ajudan serta lima  peng­awal pribadi berseragam safari.

Saat tiba, walikota yang menge­nakan safari berwarna coklat lang­sung menemui Kapolres, AKBP Sutrisno Hady Santoso.

Sekitar 20 menit di ruang kapolres, ia lalu diarahkan ke ruang Unit IV Tipikor Satreskrim Polres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease.

Kasat Reskrim AKP Rival Efendi Adikusuma yang langsung meme­riksa walikota, bersama Kanit Tipi­kor Bripka M Akipay Lessy.

Walikota dua periode ini diperiksa hingga pukul 14.00 WIT dengan 25 pertanyaan. Ia lalu meminta waktu untuk istirahat makan siang.

Sesuai agenda, pemeriksaan akan dilanjutkan usai makan siang. Na­mun ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan, sehingga walikota meminta pemeriksaannya dilanjut­kan pada Selasa (29/5).

Di hari kedua, Selasa (29/5), walikota datang lebih awal. Ia tiba sekitar pukul 09.00 WIT. Seperti hari pertama, ia dikawal oleh sejumlah pengawal pribadi.

Walikota yang mengenakan safari biru tua lengan pendek dicecar oleh Kasat Reskrim AKP Rival Efendi Adi­kusuma dan Kanit Tipikor Bripka M.Akipay Lessy hingga pukul 12.45 WIT, dengan 36 pertanyaan.

Saat dicegat wartawan, usai dipe­riksa walikota enggan berkomentar banyak. Ia hanya mengaku, dimintai keterangan soal dugaan SPPD fiktif.

“Cuma klarifikasi terhadap infor­masi soal perjalanan dinas tahun 2011,” katanya singkat.

Saat ditanya lagi soal pernya­taannya, bahwa tidak ada SPPD fiktif tahun 2011,  walikota tidak mau ber­komentar. Ia langsung berjalan me­nuju mobil dinasnya, dan mening­galkan halaman Mapolres Ambon.

Istri Walikota Juga Diperiksa

Istri Walikota Ambon Ny. Leberina Lou­henapessy juga diperiksa penyi­dik Tipikor Satreskrim Polres Pulau Ambon. Ia diperiksa Kamis (27/9), dan dicecar selama 3,5 jam.

Ny. Debby, sapaan akrabnya, juga terdaftar dalam perjalanan dinas saat itu bersama rombongan walikota.

Sebelumnya, Debby sudah dua kali tak memenuhi panggilan penyi­dik, dengan alasan nama yang ditulis dalam surat panggilan salah.

Debby mendatangi Polres Ambon sekitar pukul 09.45 WIT, dengan mobil kijang Innova silver berplat merah DE 1086 LM.

Dua ajudan yang mendampingi Debby, saat masuk langsung menga­rahkan mobil ke arah kanan agar dekat dengan ruang satreskrim. Saat turun, Debby langsung diarahkan ke ruangan Kasat Reskrim, AKP Rifal Enfendi Adikusuma.

Mungkin istri walikota, sehingga Debby diistimewakan. Ia tidak di­periksa di ruang unit tipikor, seperti saksi-saksi lainnya, namun di ruang kasat reskrim.

Alhasil, selama pemeriksaan Deb­by, aktivitas pelayanan reskrim ke­pada masyarakat terpaksa dilakukan di luar ruangan.

Debby mulai diperiksa pukul 10.00 WIT oleh penyidik Bripka Akipai Lessy, dengan puluhan pertanyaan.

Usai diperiksa sekitar pukul 13.30 WIT, Debby yang mengenakan blus abu-abu dan rok hitam, terlihat berjalan keluar dari ruang kasat. Dikawal salah satu ajudannya dan seorang polwan, langkah kaki De­bby begitu cepat, karena meng­hin­dari wartawan. Ajudannya itu, ber­upaya menghalangi saat wartawan mengambil gambar.

Saat dicegat, Debby bungkam. Ia hanya menebar senyum,  dan lang­sung buru-buru masuk ke mobil, dan dengan cepat mobilnya mening­galkan halaman Polres Ambon.

Sekot Dicecar 8 Jam

Sekot AG Latuheru dicecar tim penyidik Tipikor Satreskrim Polres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, Rabu  (16/5) selama delapan jam lebih.

Latuheru diperiksa terkait kasus dugaan perjalanan dinas fiktif di Pem­kot Ambon tahun 2011, yang diduga merugikan negara Rp 700 juta lebih.

Mantan Kepala Inspektorat Kota Ambon itu, mendatangi Mapolres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease dengan mobil dinas kijang innova hitam  pukul 09.30 WIT, dan langsung menuju ke ruang penyidik.

Pemeriksaan mulai dilakukan pukul 10.00, dan baru selesai 18.30 WIT, dengan dicecar 23 pertanyaan.

Latuheru yang mengenakan pa­kaian dinas berwarna putih, terlihat agak tegang menjawab  setiap per­tanyaan penyidik.

Usai diperiksa, Latuheru diberikan kesempatan untuk membaca kembali berita acara pemeriksaan (BAP), sebelumnya menandatanganinya.  (S-49/S-50)