AMBON, Siwalimanews – Puluhan anggota dewan dan ASN sudah diperiksa jaksa sebagai saksi, namun kasusnya masih jalan di tempat.

Dengan sudah diperiksanya seba­gian besar anggota DPRD Kota Ambon, disamping puluhan saksi lain dari staf sekwan dan Pemkot Ambon, mestinya menjadi alasan kuat untuk jaksa segera meningkatkan status kasus temuan BPK senilai Rp5,3 miliar.

Demikian dikatakan staf pengajar Fakultas Hukum Unpatti, Geogre Leasa kepada Siwalima, Selasa (21/12), menyikapi berlarutnya kasus ini di Kejari Ambon.

Mantan Dekan FH Unpatti ini mengungkapkan, jaksa sudah harus meningkatkan kasus ini ke penyi­dikan untuk selanjutnya ditetapkan siapa saja tersangkanya.

Karena menurutnya, dari segi kuantitas, saksi yang diperiksa sudah sangat banyak baik itu dari ASN, pengusaha, staf Sekwan Kota maupun anggota dewan sehingga sudah menjadi bukti bagi jaksa untuk meningkatkan status kasusnya ke penyidikan.

Baca Juga: Kasus Dugaan Korupsi CBP Tual Mangkrak di Polisi

“Dari segi kuantitas jumlah saksi puluhan ditambah dengan 24 ang­gota dewan yang sudah diperiksa itu sudah cukup melebihi apa yang dibutuhkan untuk membuktikan suatu tindak pidana korupsi,” jelas Leasa.

Lanjut Leasa, jaksa tinggal men­cari siapa pelaku yang diduga terlibat dalam kasus dugaan penyalah­gunaan anggaran di Sekwan Kota Ambon yang merugikan negara Rp5,3 miliar, sesuai dengan temuan BPK.

Disisi lain, kata Leasa, temuan BPK itu sudah otentik dimana jaksa tinggal mengejar siapa pelaku yang merugikan keuangan negara itu.

“Temuan jaksa ini sudah otentik, jaksa tinggal mencari orang siapa-siapa itu yang diduga terlibat sehi­ngga menimbulkan keuangan negara yang begitu besar,” katanya.

Pemeriksaan terhadap puluhan saksi itu termasuk juga anggota dewan, kata :Lease telah memenuhi unsur-unsur baik itu materil maupun unsur formil sehingga jaksa sudah harus secepatnya meningkatkan status kasus ini ke penyidikan untuk kemudian menetapkan tersangka.

“Unsur-unsur itu sudah dipenuhi. Karena itu jaksa harus transparan untuk menyatakan kepada publik apakah sudah cukup saksi, jika belum harus juga mengungkapkan kendalanya apa,” jelas Leasa.

Walau demikian, kata dia, dari pandangan hukum temuan BPK dan pemeriksaan saksi yang demikian banyak itu maka sudah harus ditetapkan tersangka.

“Saya memahami perkembangan penyidikan kasus ini, sehingga dari kaca mata hukum saya dengan melihat banyak saksi yang diperiksa dan temuan BPK ini sudah bukti otentik untuk ditingkatkan ke pe­nyidikan dan tetapkan tersangka,” ujarnya.

Disisi lain, temuan BPK itu sudah jadi bukti kuat untuk kejaksaan melacak siapa oknum-oknum yang membuat terjadinya kerugian negara untuk selanjutnya ditetapkan ter­sangka.

Ia berharap, kejaksaan tetap menjaga profesionalisme dalam mengusut kasus korupsi, dan tidak akan diintervensi oleh siapapun termasuk mitra dengan DPRD Kota Ambon, karena ruang-ruang itu bisa saja terjadi.

Leasa juga mengingatkan jaksa untuk bekerja transparan dan tidak melindungi siapapun dalam kasus ini termasuk pimpinan dewan.

Dihubungi terpisah, praktisi hukum, Munir Kairoty juga berpen­dapat yang sama. Menurutnya, puluhan saksi yang sudah diperiksa jaksa  ditambah temuan BPK keru­gian Rp5,3 miliar telah menjadi bukti kuat untuk segera mening­katkan kasusnya dari penyelidikan ke penyidikan.

Pada tahap penyidikan itu, kata Kairoty, jaksa hanya tinggal mencari siapa pelaku yang terlibat dan me­rugikan keuangan negara untuk selanjutnya ditetapkan tersangka.

Ia mengakui jaksa akan teliti dalam kasus ini, tetapi dengan mengikuti perkembangan yang ada, maka sudah seharusnya kasus ini diting­katkan ke penyidikan.

“Unsur-unsurnya sudah dipenu­hi, temuan BPK, terus pemeriksaan puluhan saksi dan puluhan anggota dewan. Sehingga jaksa sudah bisa tingkatkan ke penyidikan untuk kemudian tetapkan tersangka,” kata­nya kepada Siwalima, Selasa (21/12).

Ia mengharapkan, jaksa tidak melindungi siapapun dalam kasus ini termasuk pimpinan dewan, karena semua orang sama dimata hukum.

“Soal pembuktian itu nanti di pengadilan, tetapi unsur-unsur itu sudah dipenuhi untuk jaksa segera tingkatkan ke penyidikan. Dan dalam hukum tidak boleh ada yang dilindungi karena semua sama dimata hukum,” tegasnya.

Dua Lagi Diperiksa

Hari ini Selasa (21/12), penyidik Kejari Ambon kembali memeriksa dua saksi dari unsur anggota de­wan, yaitu Patrick Moenandar dan Johan Van Capelle.

Dua anggota Fraksi Perindo ini diperiksa sejak pukul 10.00 WIT hingga 15.00 WIT.

Jaksa menghujani keduanya de­ngan 30 pertanyaan.

Kasie Intel Kejari Ambon, Djino Talakua yang dikonfirmasi Siwalima melalui telepon selulernya membe­narkan pemeriksaan dua anggota DPRD tersebut.

“Dua anggota dewan diperiksa yaitu, JVC dan PM,” jelas Talakua.

Ketika ditanyakan kapan kasus ini digelar untuk ditingkatkan ke penyi­dikan, Talakua enggan berkomentar. “Nanti diinfokan,” ujarnya singkat.

24 Anggota

Hingga saat ini sudah 24 anggota dewan diperiksa sebagai saksi dalam temuan BPK bernilai jumbo itu.

Mereka yang sudah diperiksa sebelumnya terdiri dari unsur pimpinan yakni Ketua DPRD, Elly Toisuta, Wakil Ketua Gerald Mailoa dan Wakil Ketua Rustam Latupono. Tiga pimpinan DPRD ini diperiksa pada Senin (13/12) lalu.

Latupono diperiksa sejak pukul 10.22 WIT dan berakhir pukul 17.00 WIT. Sementara Toisuta diperiksa sejak pukul 10.22 WIT hingga pukul 19.00 WIT, sedangkan Gerald Mailoa diperiksa dari pukul 10.00 WIT sampai pukul 19.00 WIT. Ketiganya dicerca dengan 30 pertanyaan.

Sedangkan anggota DPRD Kota Ambon yang sudah diminta kete­rangan oleh penyelidik yakni James Maatita, Fredrika Latupapua, Mar­garetha Siahay, Jafry Taihuttu dan Zeth Pormes. Mereka diperiksa pada Selasa (14/12).

Kelima anggota DPRD ini dipe­riksa dari pukul 10.00 WIT hingga 15.30 WIT dan dicerca dengan kurang lebih 25-30 pertanyaan.

Selanjutnya pada Kamis (16/12), tim penyelidik kembali mencerca lima anggota DPRD lagi yakni Jhony Paulus Wattimena, Astrid J Sop­lantila, Lucky Leonard Upulattu Nikijuluw, Christianto Laturiuw dan Obed Souisa.

Kepada Siwalima Kamis (16/12) siang, Kasie Intel Kejari Ambon, Djino Talakua mengatakan, untuk Nikijuluw, Christianto Laturiuw dan Soplantila diperiksa sejak pukul 10.00 WIT sampai Pukul 13.00 WIT.

Usai diperiksa, Laturiuw yang diminta keterangan menolak ber­komentar. “Nanti saja ee, no comment dolo,” singkatnya.

Sementara Watimena dari pukul 10.00 Wit sampai pukul 16.10 WIT, kemudian Obed Souisa dari pukul 10.00 WIT hingga pukul 15.30 WIT.

Lima anggota DPRD ini dicerca dengan 25-30 pertanyaan.

Pemeriksaan berikutnya dilakukan Jumat (17/12), terhadap lima ang­gota DPRD,  masing-masing Julius Jely Toisuta, Taha Abubakar, Andy Rah­man, Saidna Azhar Bin Taher dan Risna Risakotta.

“Hari ini yang diperiksa jaksa ada lima orang anggota DPRD yakni JJT, RR, TA, AR dan SABT,” ujar Talakua sebagaimana dilansir Siwalimanews, Jumat (17/12).

Para wakil rakyat ini diperiksa mulai dari pukul 10.00 WIT. TA dan SABT selesai diperiksa pada pukul 12.17 WIT.

Sementara untuk tiga wakil rakyat lainnya AR, JJT dan RR, baru selesai diperiksa pada pukul 17.26 WIT, ketiganya dilontarkan 30 pertanyaan oleh penyidik.

“Untuk TA dan SABT telah selesai diperiksa dari pukul 12.17 WIT, kedua wakil rakyat ini diperiksa dengan durasi 25  pertanyaan, sementara tiga wakil rakyat lainnya yakni AR, JJT, dan RR baru selesai diperiksa pukul 17.26 WIT dengan menjawab 30 pertanyaan,” tandas­nya.

Setelah sebelumnya 18 anggota dewan diperiksa, Senin (20/12), penyidik kembali memeriksa empat anggota dewan.

Keempatnya adalah, Yusuf Wally, Nathan Palonda, Joni Mainake dan Mourits Librect Tamaela.

Keempat anggota ini diperiksa sejak pukul 10.00 WIT, dimana Yusuf Wally (YW) dan Nathan Palonda (NP) selesai jalani pemeriksaan pukul 12.59 WIT, sementara Joni Mainake (JM) dan Mourits Librect Tamaela (MLT) selesai pada pukul 15.26 WIT.

Kajari Ambon, Dian Fris Nalle berjanji akan memeriksa semua anggota DPRD Kota Ambon.

Ia mengatakan, pemanggilan ke­pada seluruh anggota DPRD Kota Ambon akan dijadwalkan dan dise­suaikan dengan agenda dan waktu para wakil rakyat itu.

“Semua anggota DPRD akan kita panggil dan dimintai keterangan. Kita atur waktunya sehingga tidak mengganggu kinerja DPRD,” tandas Nalle kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (15/12) lalu.

Jadikan Tersangka

Sementara itu, Aliansi Peduli Rakyat (Ampera) meminta Kejari Ambon menetapkan pimpinan DPRD Kota Ambon sebagai ter­sangka, dalam kasus dugaan korup­si senilai Rp5,3 mikiar.

Permintaan tersebut disampaikan massa Ampera saat menggelar aksi demonstrasi di Kejaksaan Tinggi Maluku, Senin, (20/12).

Selain penetapan tersangka, Am­pera yang dikoordinir Alifan tiba di depan Kantor Kejati Maluku sekitar pukul 12.20 WIT, juga mendesak Kajati untuk membentuk tim in­vestigasi guna mengusut tuntas kasus tersebut.

“Kami minta Kejati Maluku agar memberikan penegasan kepada Kejari Ambon untuk menetapkan unsur pimpinan di DPRD Kota Ambon yang terlibat dalam kasus du­gaan korupsi anggaran sekretariat DPRD Kota Ambon sebagai ter­sangka,” ujar Alifan dalam orasinya.

Temuan BPK

Dari hasil pemeriksaan BPK, diketahui ada tujuh item temuan yang terindikasi fiktif. Adapun nilai keseluruhan temuan itu kalau ditotal berjumlah Rp5.293.744.800, dengan rincian sebagai berikut, belanja alat listrik dan elektronik (lampu pijar, bateri kering) terindikasi fiktif sebesar Rp425.000.0001,

Temuan tidak saja untuk biaya lampu pijar dan alat listrik, namun biaya rumah tangga pimpinan dewan tak sesuai ketentuan dan ditemukan selisih sebesar Rp690.000.000

BPK dalam temuan menyebutkan, secara uji petik tim pemeriksaan melakukan pemeriksaan atas 4 SP2D, dimana hasil diketahui bahwa realiasai belanja biaya rumah tangga dipertanggungjawabkan dengan melampirkan nota toko dari dua penyedia dimana nota dan kuitansi pembayaran yang dilampirkan melebihi nilai SP2D yang dicairkan.

Selain itu, terdapat banyak keti­daksesuaian nilai antara kuitansi dan nota yang dilampirkan, sehi­ngga secara keseluruhan, terdapat kele­bihan nilai nota yang dilampir­kan dibandingkan degan total pencairan keempat SP2D sebesar Rp122. 521.000.

Dan ketika BPK melakukan kon­firmasi kepada PPK kegiatan pengelolaan rumah tangga pimpinan DPRD, diketahui bahwa realisasi belanja biaya rumah tangga di sek­retariat DPRD tidak dilaksanakan seperti yang dibuktikan pada doku­men pertanggungjawaban belanja realisai riil, namun yang dilakukan adalah uang hasil pencairan SP2D untuk belanja biaya RT sepenuhnya dibayarkan kepada masing-masing pimpinan DPRD setuap bulannya.

Dengan kata lain, PPK sama sekali tidak mengetahui rincian pembagian dan besaran yang dibagikan.

Selain itu, belanja biaya rumah tangga sebenarnya direalisasikan secara tunai kepada 3 orang pimpi­nan DPRD Kota Ambon dengan besaran bulan yang berbeda,  untuk Ketua DPRD diserahkan sebesar Rp22.500.000/bulan,Wakil Ketua I dan II sebesar 17.500.000/bulan.

Untuk Wakil Ketua I dan Wakil Ketua II total alokasi dan dalam setahun sebesar Rp690.000.000 (Rp 22.500.000.000 + (2x Rp17.500. 000.000) x 12 bulan. berdasarkan data tersebut, maka disimpulkan realisasi biaya rumah tangga terindikasi fiktif dan melampirkan bukti pertang-gungjawaban yang tidak dapat diakui sebesar Rp690.000.000.

Selain itu, pembayaran biaya RT kepada pimpinan DPRD tidak sesuai ketentuan sebesar Rp420.000.000, dimana hak keuangan dan admini­strasi pimpinan dan anggota DPRD diatur dalam PP nomor 18 Tahun 2017, termasuk didalamnya menge­nai biaya rumah tangga pimpinan.

Dalam PP nomor 18 tahun 2017 disebutkan bahwa, biaya RT masuk ke dalam tunjangan kesejahteraan bagi pimpinan DPRD, namun dije­laskan pula bahwa belanja RT pim­pinan hanya boleh diberikan bagi pimpinan yang menggunakan rumah dinas jabatan dan perlengkapannya.

Berdasarkan konfirmasi BPK, dan pemeriksaan atas aset tetap milik sekretariat DPRD, diketahui bahwa pimpian yang berhak hanya ketua DPRD Kota Ambon, sedangkan Wakil Ketua I dan 2 tidak berhak mendapatkan belanja RT, dan karenanya pembayaran atas belanja biaya RT yang dialokasikan kepada Wakil Ketua DPRD tidak sesuai ketentuan sebesar Rp420.000.000 (2xRp17.500.000)x12 bulan. (S-19)