AMBON, Siwalimanews – Sopir Faradiba me­nyebut­kan, jika hubungan antara Faradiba Yusuf dan Dani Nirahua cukup dekat dan intens. K­eduanya adalah sepa­sang kekasih.

Hal itu dikatakan Ismail Slamet, saat bersaksi untuk enam terdakwa kasus tindak pidana ko­rupsi dan pencucian uang di BNI Ambon yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Ambon, Selasa (2/6).

Keenam terdakwa itu adalah Kepala Pemasaran Kantor Cabang Utama (KCU) BNI Ambon Faradiba Yusuf serta anak angkat­nya Soraya Pelu alias Aya, serta empat pimpinan cabang yakni, Marce Muskita alias Ace selaku pemimpin BNI Cabang Pembantu Masohi, Krestiantus Rumahle­wang alias Kres selaku pengganti sementara pemimpin Kantor Ca­bang Pembantu Tual, Joseph Resley Maitimu alias Ocep selaku pemimpin Kantor Cabang Pem­bantu Kepulauan Aru, dan Andi Yahrizal Yahya alias Callu selaku Pemimpin BNI Kantor Kas Mardika.

Nama Dani Nirahua terungkap ketika Jaksa menanyai saksi soal aset Faradiba. Saksi menyebutkan, rumah Faradiba di Manusela yang ditempatinya, dan rumah milik Faradiba di Perempatan Kebun Cengkeh. Slamet tidak mengetahui soal rumah Fara di Lateri.

Namun, ia membenarkan pada saat hari penangkapan, ia berada di Perumahan Citraland – Lateri.

Baca Juga: Diduga Bermasalah, Jaksa Usut Proyek Peralatan Kantor & Praktikum Poltek

“Saya tidak tahu itu rumah milik siapa,” katanya.

Slamet menceritakan, pada hari penangkapan itu, ia datang mem­bawa makanan dan minu­man. Saat gempa susulan ter-jadi. “Polisi sudah ada di dalam ketika saya datang,” tutur saksi.

Saat itu, Polisi menangkap Fara bersama anak angkatnya Soraya Pelu, juga lelaki yang disebut kekasihnya Dani Nirahua.

Jaksa pun langsung mencecar saksi soal hubungan Fara dan Dani. Slamet mengaku, keduanya memang dikenal sebagai pasa­ngan kekasih. Dani sesekali da­tang mengunjungi Fara di ru­mahnya.

“Mereka sepasang kekasih. Hanya datang sesekali saja, tapi tidak sering. Hanya ada keperluan saja,” kata saksi. “Tidak tahu,” tambahnya, ketika Jaksa mena­nyakan soal bagaimana hubungan Dani dan Fara.

Saksi adalah sopir yang bekerja untuk Faradiba itu mengaku, pernah diminta atasannya untuk menaruh uang sebanyak dua kantong plastik di garasi mobil.

“Saat itu, saya disuruh meng­ambil uang di garasi. Uang itu dalam dua kantong plastik hitam besar,” kata saksi.

Ketika Jaksa menanyakan            ke saksi, untuk apa uang itu dibawa dan kepada siapa, ia mengaku tidak mengetahui hal tersebut.

“Saya tidak tahu itu uang apa. Uangnya ditaruh dalam tas plastik besar,” ujarnya.

Terkait persoalan yang menimpa Farah atau skandal pembobolan BNI, saksi mengaku tidak menge­tahui aktivitas Fara. Slamet hanya mengetahui, Farah bekerja di BNI.

Selain itu, saksi memang bekerja sebagai sopir. Namun, bukan sebagai sopir pribadi Fara, melain­kan sopir yang selalu mengan­tarkan tenda.

Ia menuturkan, Fara memiliki bisnis pemasangan tenda. Biasa­nya tenda itu disewa orang, untuk arisan atau acara lainnya. Fara juga  memiliki setidaknya 14 tenda untuk disewakan. Ia digaji Rp. 2,5 Juta setiap bulannya.

“Sebulan itu saya bisa 3-6 kali pergi memasang tenda. Biayanya itu tergantung ukuran tendanya. Kalau yang kecil sekali pasang Rp. 690.000,” urainya.

Selain bisnis tersebut, Fara juga memiliki bisnis pertokoan   di Ma­luku City Mall. Di toko tersebut, mereka menjual tas bermerek.

“Harga tas yang paling mahal pernah dijual itu senilai Rp.1,6 Juta. Biasanya barang berkisar Rp. 400.000 – Rp.500.000,” kata Eka Hamid, Penjaga Toko Fara yang dihadirkan juga sebagai saksi dalam sidang.

“Ibu beli barang di Jakarta. Ibu paling sering ke toko kalau ada barang masuk saja,” tambahnya.

Dua saksi lainnya yang dihadir­kan yakni Dani Oe alias Boy dan Djorgy Sopayama juga membe­berkan aset Faradiba. Mereka berdua adalah karyawan di salah satu dealer mobil.

Fara memiliki satu unit mobil Toyota Alphard warna hitam tahun pembuatan 2019. Mobil itu diambil di dealer milik mereka.

“Mobil itu diambil atas nama Faradiba. KTP-nya dikirim tetapi setiap kali pembayaran selalu melalui rekening atas nama Soraya Pelu. Kami tidak mengenal Soraya,” kata keduanya.

Sementara, Muhammad Jamil Bugis yang adalah suami Aryani (saksi yang dihadirkan sebe­lumnya) dan pegawai BNI Resky Akbar Saputra tidak banyak bercerita.

Jamil tidak mengetahui soal uang yang ditransfer ke rekening istrinya dari Bank BNI Cabang Aru.  Sementara Resky hanya menceritakan bagaimana mengenal Soraya.

Sidang itu disaksikan para terdakwa melalui video conference, dipimpin majelis hakim yang diketuai, Pasti Tarigan, didampingi Berhard Panjaitan dan Jefry S Sinaga selaku hakim anggota. Tim jaksa penuntut umum (JPU) adalah Ahmad Attamimi dan Awaluddin Cs.(Mg-2)