AMBON, Siwalimanews – Badan Pengawas Pemi­lu dinilai lemah terkait atu­ran eksekutorial terhadap rekomendasi yang tidak dijalankan KPU.

Akademisi Hukum Tata Ne­gara Unpatti, Muhamad Irham kepada Siwalima melalui tele­pon selulernya, Minggu (25/2) menjelaskan UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu telah memberikan kewenangan besar dan signifikan kepada Bawaslu sebagian lembaga pengawas pemilu.

Namun, sayangnya kewena­ngan besar yang diberikan UU Pemilu tidak ditindaklanjuti de­ngan aturan teknis oleh Ba­waslu.

“Aturan teknis ini terkait dengan ketika KPU tidak men­jalankan rekomendasi maka bagaimana langkah eksekuto­ralnya, apakah melaporkan ke kepolisian atau kejaksaan atau bagaimana, ini yang menjadi di­lema dalam hal penindakan,” ungkap Irham, Minggu (25/2).

Menurutnya, rekomendasi dalam hukum administrasi negara memiliki makna bisa ditindaklanjuti dan juga tidak ditindaklanjuti artinya tergan­tung kepentingan dari lembaga KPU.

Baca Juga: Ombudsman: Cuek Perbaiki Pelayanan Pengaruhi DID

Ditegaskan, jika sejak awal Ba­waslu telah mengeluarkan aturan teknis terkait eksekusi rekomendasi maka dapat dipastikan 52 rekomen­dasi di Maluku dilakukan KPU, apa­lagi menyangkut persoalan hak suara.

“Kalau Bawaslu sudah mempu­nyai aturan teknis yang detail dan pasti terhadap pelanggaran yang terjadi maka Bawaslu bisa membawa KPU ke ranah pidana,” tegasnya.

Diakuinya, UU pemilu yang mem­berikan ruang bagi Bawaslu untuk mempidanakan KPU jika tidak melakukan perintah UU tetapi atu­ran teknis di Bawaslu tidak ada sehingga sampai kapanpun reko­mendasi tidak memiliki daya ikat untuk wajib ditindaklanjuti KPU.

“Ketika diberikan rekomendasi pe­langgaran pemilu tapi Bawaslu sen­diri bingung siapa yang mengek­sekusi jika itu tidak dijalankan. Ini kelemahan dari aturan di Bawaslu sendiri,” pungkasnya

Dinilai Paling Buruk

Pemilihan Umum serentak 14 Feb­ruari 2024 dinilai sebagai kontestasi politik paling buruk sepanjang pe­nyelenggaraan pemilihan langsung.

Pasalnya, begitu masalah terjadi sebelum dan pasca pemungutan suara tetapi didiamkan oleh KPU Maluku.

Bahkan, pelanggaran yang nyata-nyata terjadi dan direkomendasikan oleh Bawaslu pun tidak diindahkan KPU.

Akademisi Fisip UKIM Amelia Tahitu menyesalkan, sikap KPU yang terkesan tidak siap dalam menyelenggarakan pemilu serentak.

Dijelaskan, KPU sebagai penyele­nggara mestinya mempersiapkan diri dengan baik guna memberikan pelayanan terbaik kepada masya­rakat.

Namun, fakta yang terjadi mas­yarakat sangat tidak puas dengan kinerja KPU sebagai penyelenggara.

“Banyak masalah terjadi disepan­jang pemilu 2024, mulai dari keter­sediaan logistik pemilu yang sampai hari memungutan suara masih ku­rang, belum lagi ditambah persoalan data pemilih yang menjadi persoalan hingga akhir pemilu. Saya menilai ini paling buruk,” kesal Tahitu.

Selain itu, persoalan Sirekap juga menjadi tolak ukurnya dari lemahnya kesiapan KPU dalam pemilu padahal didukung dengan anggaran yang cukup besar.

Hal ini juga diperparah dengan menurunnya tingkat partisipasi masyarakat dalam Pemilu 2024, dimana terdapat begitu banyak pemilih yang golput.

“Kita lihat di TPS-TPS ternyata banyak sekali warga yang tidak da­tang memilih. Hal ini karena sosia­lisasi yang kurang dari KPU dan bisa berdampak pada kepercayaan publik terhadap pemimpin terpilih,” jelasnya.

Tahitu juga mengungkapkan be­gitu banyak rekomendasi yang disampaikan Bawaslu pasca pemilu tetapi tidak ditindaklanjuti KPU dengan alasan bermacam-macam.

Padahal, semua rekomendasi yang dikeluarkan Bawaslu merupakan hasil pengawasan yang dilakukan secara melekat di setiap TPS.

“Kita sesalkan saja, masa reko­mendasi PSU tidak ditindaklanjuti dengan alasan yang sebenarnya ti­dak masuk akal, sementar semua pe­langgaran itu terjadi nyata,” ucap­nya.

Ditambahkannya, jika pola kerja KPU seperti saat Pemilu serentak kemarin maka dipastikan pemilu-pemilu kedepan tidak lagi menjadi perhatian masyarakat.

Tak Mampu Diselesaikan

Terpisah, Akademisi Fisip Unidar Sulfikar Lestaluhu mengatakan pe­milu serentak 2024 telah mening­galkan begitu banyak persoalan dalam pelaksanaannya.

Menurut Lestaluhu begitu banyak persoalan terjadi didepan mata tetapi tidak mampu diselesaikan bahkan KPU terkesan menutup mata dengan pelanggaran yang terjadi.

“Banyak masalah yang terjadinya selama pemilu dan itu diketahui nyata-nyata termasuk oleh KPU tapi tidak ada tindakan dari KPU,” beber­nya saat diwawancarai Siwalima, Minggu (25/2)

Bahkan, rekomendasi PSU yang seharusnya ditindaklanjuti KPU justru dikesampingkan sehingga tidak ada harapan bagi masyarakat jika penyelenggara tidak serius.

“Ini persoalan profesionalitas penyelenggaraan tapi faktanya begitu banyak masalah yang tidak ditanggapi,” kesalnya.

Lestaluhu menegaskan partisipasi pemilih dalam pemilu kedepan akan sangat terganggu dari hasil yang dicapai hari ini artinya jika KPU bersikap seperti ini maka kedepan akan timbul sikap apatis dari mas­yarakat terhadap pemilu

Sementara itu, Pengamat Kebija­kan Publik Nataniel Elake menya­yangkan sikap KPU Maluku yang tidak menindaklanjuti rekomendasi PSU dari Bawaslu.

Dikatakan, rekomendasi PSU yang dikeluarkan Bawaslu merespon sejumlah temuan pelanggaran yang terjadi selama pemilu dan telah menciderai demokrasi.

“Sangat disayangkan karena rekomendasi PSU dari Bawaslu itu justru tidak dijalankan. Ini ada apa sampai pelanggaran yang begitu banyak justru didiamkan oleh KPU,” kesalnya.

KPU Maluku kata Elake mestinya menindaklanjuti rekomendasi Ba­waslu sebagai bagian dari upaya membelah hak rakyat bukan seba­liknya menganulir rekomendasi.

Apalagi, perintah PSU tersebut merupakan perintah UU yang wajib ditindaklanjuti KPU artinya jika KPU tidak melakukan maka KPU tidak menjalankan perintah UU.

“Ini preseden buruk dalam dunia demokrasi dan pasti rakyat tidak percaya lagi dengan proses-proses politik yang terjadi,” tuturnya.

KPU Harus Bijak

Seperti diberitakan sebelumnya, KPU kabupaten dan kota diingatkan agar bijak dan profesional dalam me­respon rekomendasi PSU dari Ba­waslu.

Akademisi Hukum Tata Negara Unpatti, Sherlock Lekipiow menje­laskan, secara normatif pemungutan suara ulang dalam pemilu 2024 diatur dalam UU 7 tahun 2017 dan PKPU Nomor 25 Tahun 2023.

PSU merupakan proses mengu­lang kembali pemungutan suara atau penghitungan suara di tempat pemungutan suara yang berma­salah, berdasarkan hasil temuan Bawaslu atau putusan Mahkamah Konstitusi.

Secara prinsip kata Sherlock, PSU dapat dilakukan sepanjang meme­nuhi syarat sesuai Pasal 327 UU Pemilu dengan waktu pelaksanaan PSU diatur dalam Pasal 81 ayat (2) PKPU Nomor 25 Tahun 2023.

“Dalam kondisi eksisting yang terjadi di Maluku dimana terdapat lebih kurang 32 TPS yang direko­mendasikan oleh Bawaslu kepada KPU untuk ditindaklanjuti, namun belum juga diproses, maka secara hukum keadaan tersebut harus dilihat dalam konstruksi UU Pemilu dan PKPU artinya apakah reko­mendasi itu sudah memenuhi syarat untuk dilaksanakan sesuai prose­dur,” jelas Sherlock saat diwa­wancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (22/2).

Menurutnya, jika alasan tidak ditin­daklanjutinya rekomendasi Bawaslu karena KPPS belum me­nyampaikan usulan PSU kepada KPU, maka seyogyanya KPU harus bisa lebih responsif terhadap peme­nuhan asas justice election atau keadilan pemilu.

Dimana mekanisme teknis internal KPU terkait PSU juga diatur dalam Keputusan KPU Nomor 56 Tahun 2024, sehingga jika KPU memper­tahankan bahwa tak ada usulan PSU dari KPPS, justru secara acontrario dipertanyakan, apakah KPPS dan KPU memahami secara baik tentang aturan terkait dengan PSU ataukah tidak. “Justru jangan kemudian KPU dan KPPS juga tidak memahami secara baik terkait dengan PSU itu sendiri,” jelasnya.

Ditegaskan, KPU harus lebih bijak melihat persoalan yang ada agar tidak menimbulkan kerugian secara material dengan tidak dilakukan PSU pada sejumlah TPS yang direko­mendasi Bawaslu.

“KPU harus secara bijak dan profesional dalam hal penanganan permasalahan PSU yang menjadi rekomendasi Bawaslu, agar tidak menimbulkan spekulasi dan ragam intepretasi yang justru akan me­nimbulkan ketidakpastian hukum dan keadilan,” tegasnya.

Sherlock menambah, jika reko­mendasi yang dikeluarkan Bawaslu memenuhi syarat maka seyogyanya rekomendasi Bawaslu ditindak­lanjuti karena hal itu merupakan perintah UU.

PSU Terancam Gagal

Rekomendasi Bawaslu terkait pe­mungutan suara ulang di sejumlah TPS, terancam gagal digelar KPU.

Pasca rekomendasi dikeluarkan pada Sabtu (17/2) lalu, hingga saat ini rekomendasi belum juga ditin­daklanjuti oleh KPU masing-masing Kabupaten/Kota.

KPU Maluku juga tidak dapat memberikan jaminan terhadap pelak­sanaan PSU sesuai rekomendasi Bawaslu.

Anggota KPU Maluku Hanafi Renwarin kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (21/2) me­ngaku, hingga saat ini rekomendasi PSU masih belum dapat dijalankan karena berbagai alasan.

Dijelaskan, mekanisme PSU dilakukan jika ada usulan dari KPPS kepada KPU melalui  PPK ,tetapi sampai saat ini KPPS belum juga menyampaikan usulan tersebut.

“Mekanismenya ketika panwas­cam mengeluarkan rekomendasi PSU ditujukan kepada KPPS yang ditembuskan kepada PPK, KPU dan Bawaslu satu tingkat diatasnya, baru diusulkan ke KPU, tapi KPPS belum mengusulkan PSU ini yang repot,” jelas Hanafi.

Menurutnya, rekomendasi Pan­was­cam mestinya dikeluarkan pada saat terjadi masalah di TPS agar permintaan PSU dilakukan satu hari pasca pemungutan suara bukan beberapa hari setelah pemungutan sebab akan berpengaruh dari aspek waktu yang disediakan yakni 10 hari kerja.

KPU kata Hanafi sejak awal telah memintai Panwascam untuk segera menetapkan rekomendasi, agar waktu yang ada dapat digunakan untuk penyiapan logistik pemilu, apalagi permintaan PSU harus disampaikan ke KPU.

“Waktu tersisa tiga hari ini mesti­nya sudah harus selesai distribusi logistik untuk dilakukan pencoblo­san, tetapi sampai saat ini KPPS juga belum mengajukan usulan PSU, jadi bisa terancam tidak ada PSU. Ini juga kan yang menjadi pertimbangan KPU Kota Ambon menolak reko­mendasi PSU, sebab waktunya terlambat,” tuturnya.

Hanafi menekankan ketersediaan surat suara untuk PSU hanya terse­dia sebanyak seribu surat suara, te­tapi jika banyak TPS yang meng­ajukan PSU maka harus dilakukan koordinasi dengan KPU RI untuk permintaan surat suara sehingga menjadi kendala juga.

Kendati begitu, KPU Maluku terus berkoordinasi dengan KPU kabupaten/kota terkait dengan sisa waktu yang tersedia untuk PSU

Bawaslu Provinsi Maluku sebe­lumnya secara resmi telah menge­luarkan rekomendasi untuk dilaku­kan PSU pada 32 titik di wilayah Maluku, Minggu (18/2).

Rekomendasi yang dikeluarkan Bawaslu Maluku untuk dilakukan PSU tersebut akibat ditemukannya begitu banyak masalah yang terjadi saat proses pencoblosan pada Rabu, 14 Februari 2024 kemarin.

Setidaknya terdapat 32 rekomen­dasi yang dikeluarkan Bawaslu ter­hadap 32 TPS yang wajib melakukan PSU di 9 Kabupaten/Kota di Ma­luku. Kesembilan daerah tersebut masing-masing 3 TPS di Kota Ambon, 5 TPS di Kabupaten Seram Bagian Timur, 5 TPS di Kabupaten Kepulauan Aru, dan 6 TPS di Kabupaten Seram Bagian Barat.

Selanjutnya, untuk Kabupaten Kepulauan Tanimbar terdapat 4 TPS, Kabupaten Maluku Tenggara 1 TPS, Kabuaten Buru 5 TPS, Kabupaten Maluku Tengah 1 TPS dan Kabupaten Maluku Barat Daya 2 TPS. (S-20)