AMBON, Siwalimanews – Belasan miliar rupiah ha­bis dan air bersih yang di­janjikan tak kunjung dinik­mati.

Aparat penegak hukum baik kejaksaan maupun ke­polisian  didesak untuk me­ngusut proyek pembangu­nan sarana dan prasarana air bersih di Negeri Kailolo dan Pelauw yang dibiarkan terbengkalai oleh kontraktor PT Kusuma Jaya Abadi.

Proyek Dinas PUPR yang bersumber dari pinjaman PT Sarana Multi Infrastruktur dengan nilai kontrak Rp13 miliar ini mestinya ditun­taskan pengerjaan pada tahun 2021 lalu, namun hingga kini tidak kunjung tuntas dan tidak dapat dirasakan oleh masyarakat dua negeri tersebut.

Menanggapi persolaan ini, akademisi Fisip Unpatti Said Lestaluhu mendesak aparat penegak hukum khu­susnya Kejaksaan Tinggi Maluku untuk segera meng­ambil alih guna melakukan pengusutan terhadap tinda­kan kontraktor itu.

Dikatakan, dalam setiap pe­nger­jaan proyek infra­struktur yang di­biayai oleh anggaran yang ber­sumber dari APBN atau APBD maka pertanggungjawaban atas proyek tersebut harus ada baik dalam konteks proyek yang telah dituntaskan  maupun yang gagal dituntaskan.

Baca Juga: Rekanan Proyek Waeapo tak Bayar Pajak Galian C Rp30 M

Dalam konteks pengerjaan pro­yek infrastruktur sarana dan pra­sarana air bersih di Kecamatan Pulau Haruku yang telah mengha­biskan anggaran 13 miliar rupiah maka sudah harus diusut oleh Kejaksaan .

“Prinsipnya setiap penggunaan anggaran harus dipertanggung­jawabkan, kalaupun sampai se­karang belum selesai maka harus diusut yah tidak boleh tidak,” tegasnya.

Lestaluhu menjelaskan peng­usutan terhadap proyek ini perlu dilakukan guna mengetahui penye­bab proyek tersebut tidak ditun­taskan dan pihak-pihak mana saja yang dapat dipertanggungjawab­kan secara hukum atas perbuatan yang merugikan keuangan daerah karena tidak dapat dinikmati oleh masyarakat.

“Masalah ini harus terang ben­derang dengan proses pengusu­tan agar siapapun pihak-pihak yang bertanggung jawab harus diproses,” ujar dia.

Lestaluhu juga menyayangkan lemahnya pengawasan dan monitoring yang tidak maksimal di­lakukan oleh Pemerintah Provinsi Maluku melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat se­bagai penanggungjawab proyek.

Menurutnya, sebagai penang­gungjawab proyek dan anggaran sudah semestinya Dinas PUPR Maluku tegas dalam melakukan pengawasan dan monitoring terhadap pengerjaan proyek sebab jika tidak maka kejadian seperti ini dapat terjadi.

Dinas PUPR, ucap Lestaluhu se­jak awal harus tegas meng­awasi pihak ketiga atau kontraktor yang mengerjakan proyek ini sebab jika tidak maka kontraktor akan bermain-main di lapangan dan akibatnya masyarakat tidak da­pat menikmati hasil dari pem­bangunan infrastruktur air bersih.

Selain itu, DPRD Provinsi Maluku sebagai lembaga pengawasan juga seharusnya intensif mela­kukan pengawasan terhadap pembangunan semua infrastruktur termasuk sarana dan prasarana air bersih di Pulau Haruku.

Jika masalah seperti ini, maka secara tidak langsung DPRD Ma­luku gagal dalam menjalankan fu­ngsi pengawasan karena itu, ke­jaksaan maupun kepolisian harus mengusut keterlibatan siapapun pihak-pihak dalam persolan ini.

Polisi dan Jaksa Periksa

Praktisi hukum Pistos Noija juga menyayangkan perbuatan pihak kontraktor yang tidak menuntaskan pengerjaan proyek pembangunan sarana dan prasarana air bersih yang menghabiskan anggaran 13 miliar tersebut.

Menurutnya, pengerjaan proyek air bersih itu telah berpotensi sebagai tindak pidana korupsi karena anggaran sebesar Rp13 miliar telah habis tetapi proyek tidak selesai dan menimbulkan ke­ru­gian keuangan daerah.

“Ini tugas kejaksaan dan kepo­lisian untuk mengusut kasus ini, karena sudah merugikan daerah,” tegasnya.

Apalagi, kata Noija kasus yang terjadi bukan merupakan delik aduan yang membutuhkan adanya pengaduan tetapi kasus ini masuk dalam delik pidana murni karena itu harus diproses oleh jaksa dan polisi.

Noija menegaskan ketika ada jaksa yang sebelumnya telah me­ngusut maka pengusutan tersebut harus diteruskan sebab jika tidak maka masyarakat akan memper­tanyakan langsung kepada Ke­jaksaan Agung sebagai institusi tertinggi.

“Harus diusut kalau tidak kita akan pertanyakan ke Kejaksaan Agung, terhadap perkara ini apa guna ada Kejari dan Kejati kalau tidak bisa mengusut,” tandasnya.

Pengacara senior itu juga menyayangkan sikap Pemerintah Provinsi Maluku khususnya PUPR yang kelihatannya membiarkan kasus tersebut, padahal ketika ada proyek yang tidak selesai dan semua mekanisme telah dilalui tapi tidak kunjung tuntas maka pemerintah harus berani mela­porkan ke kejaksaan maupun kepolisian.

Olehnya, Noija meminta BPKP melakukan audit terhadap penger­jaan proyek air bersih di Pulau Haruku tersebut guna menjadi dasar bagi Kejaksaan untuk mem­proses kasus tersebut berdasar­kan kerugian negara yang ditaf­sirkan.

Panggil PUPR

Sementara itu, Sekretaris Komisi III DPRD Provinsi Maluku Rovik Akbar Afifuddin mengatakan pihaknya baru mendengar adanya informasi ini karena itu pihaknya kan memanggil Kepala Dinas PUPR terkait persoalan ini.

“Yang pasti kita akan panggil Kepala Dinas PUPR dulu yah untuk memintakan klarifikasi terhadap persoalan ini,” janji Rovik.

Menurutnya, klarifikasi perlu di­sampaikan Kepala Dinas PUPR kepada Komisi, sebab dalam rangkaian pengawasan ditahun 2021 lalu Komisi juga telah turun la­ngsung kelokasi proyek dan me­mintakan agar diselesaikan sehi­ngga klarifikasi perlu dilakukan.

Politisi PPP Maluku ini mene­gaskan nantinya setelah Komisi III mendengarkan klarifikasi Kepala Dinas PUPR barulah komisi akan mengambil tindakan lanjutan terhadap permasalahan ini sehi­ngga masyarakat tidak dirugikan.

Kepala Dinas PU Maluku, Muhamat Marasabessy ketika dikonfirmasi Siwalima terkait proyek air bersih di Kecamatan Pulau Haruku melalui telepon selulernya, Senin (17/1) berulang kali namun tidak respon.

Pantauan Siwalima di lokasi Minggu (16/1), terlihat jelas jika pembangunan sarana dan pra­sarana air bersih seperti bak pe­nampungan air dan sumur me­mang telah selesai dikerjakan oleh kontraktor yang berasal dari Jawa Timur tersebut, namun pekerjaan ini terbengkalai lantaran jaringan air belum terpasang dan dialirkan ke rumah-rumah masyarakat.

Tak hanya itu, pada sumur bor yang berada di dekat kantor Camat Pulau Haruku, juga terkesan tidak dikelola dengan baik, sebab ter­lihat sampai dengan saat ini proses pemasangan jaringan pipa belum dilakukan dan bahkan air terbuang begitu saja.

Selain itu, untuk salah satu sumur bor yang berada di Dusun Naama Negeri Pelauw juga sam­pai saat ini belum tuntas walaupun beberapa bulan lalu telah selesai dilakukan pe­ngeboran, tetapi air yang dida­pat­kan tidak sesuai dan dibor kembali namun tak kunjung tuntas.

Selain itu, peralatan jaringan pipanisasi juga tidak terurus dan dibiarkan terlantar ditepi jalan raya maupun lubang jaringan dan tidak tertanam baik ke rumah warga maupun pada bak penampung yang telah selesai dibangun.

Terhadap kondisi ini, Wahabu Sahubawa salah satu warga Negeri Pelauw sangat menyayang­kan pe­nger­jaan proyek air bersih yang terkesan mubazir tersebut, karena hingga saat ini masyarakat sekitar belum juga dapat menik­mati air bersih.

“Sebagai masyarakat Negeri Pe­lauw jujur katong sangat sayangkan pembangunan air bersih ini karena sampai saat ini katong juga belum me­nikmati air dari proyek ini,” ung­kap Sahubawa kepada Siwalima.

Diakuinya, pembangunan sara­na air bersih seperti bak penampu­ngan dan sumur telah selesai dilakukan oleh kontraktor bebe­rapa bulan lalu, namun pemasa­ngan jaringan pipanisasi belum dilakukan ke rumah-rumah warga.

Padahal, anggaran yang dike­luarkan oleh pemerintah daerah cukup besar dan mestinya ditun­taskan agar dirasakan oleh masya­rakat, sebab jika tidak maka proyek ini dapat dikatakan gagal diker­jakan.

“Ini kan anggaran yang besar mestinya tuntas dikerjakan dan katong bisa menikmati air bersih dengan baik,” tegasnya.

Sahubawa menambahkan sam­pai dengan saat ini belum ada in­for­masi dari kontrak terkait dengan persoalan tersebut, karena itu Ia meminta Pemerintah Provinsi Maluku khususnya PUPR untuk dapat bertindak menyelesaikan permasalah ini.

Ditanya soal kontraktor, Sahu­bawa menegaskan jika kontraktor yang mengerjakan proyek tersebut telah meninggalkan lokasi penger­jaan sejak selesai dilakukan pem­bangunan bak penampungan air dan beberapa panel surya ter­sebut.

Senada dengan Sahubawa, Ha­jirati Tuahena, warga Negeri Pe­lauw juga menyayangkan penger­jaan proyek air bersih yang tidak bisa dirasakan oleh masyarakat Negeri Pelauw.

“Katong juga sayangkan, masa sudah selesai dikerjakan tetapi airnya seng sampe dirumah war­ga,” ujar Tuahena.

Menurutnya, pemerintah harus melihat persoalan ini sebab mas­yarakat Negeri Pelauw sudah be­gitu lama mengharapkan adanya air bersih untuk memenuhi kebu­tuhan sehari-hari, tetapi nyatanya harapan ini tidak terpenuhi karena air tidak dialirkan ke rumah warga.

Sementara itu, Sekretaris Camat Pulau Haruku yang juga sekretaris Negeri Pelauw, Ali Latuconsina kepada Siwalima mengaku, jika hi­ngga saat tidak ada informasi dari kontaktor terkait dengan kelanjutan penyelesaian proyek air bersih tersebut.

“Jadi kita juga belum menda­patkan informasi terkait dengan kelanjutan penyelesaian proyek air bersih tersebut,” tegasnya.

Latuconsina menuturkan jika setelah selesai pengerjaan proyek berupa pembangunan bak penam­pungan dan pemasangan pipa pada sumur bor November lalu, kontraktor langsung meninggalkan lokasi pekerjaan tanpa adanya koordinasi dengan pihaknya selaku pemerintah setempat.

Karena itu, Latuconsina meng­harapkan adanya upaya tegas dari Pemerintah Provinsi dalam hal ini Dinas PUPR Maluku, untuk meme­rintahkan kontraktor agar segera menyelesaikan proyek tersebut, sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat Negeri Pelauw dan Kailolo.

“Kita berharap pemerintah dae­rah dapat tegas terhadap kon­traktor untuk selesaikan masalah ini karena disayangkan anggaran yang begitu besar tapi dibiarkan terkatung-katung tanpa ada penyelesaian,” cetusnya.

2 Tahun Tak Beres

Tahun 2020 lalu, Dinas PU Ma­luku merancang proyek Air Bersih di Pulau Haruku, yang tersebar di be­berapa desa, seperti Kailolo, Pe­lauw, Rohomoni, Aboru dan Wasu.

Anggaran yang disiapkan pun tak tanggung-tanggung. Seperti dilansir laman www.lpse.maluku prov.go.id, pagu proyek tersebut sebesar Rp13 miliar, yang ber­sumber dari pinjaman PT SMI.

PT Kusuma Jaya Abadi Construction, yang beralamat di Jalan Sumber Wuni Indah A-30/34 Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, ditetapkan sebagai peme­nang lelang, dengan nilai Rp12.483.909.041.36.

Jika selesai proyek ini diha­rapkan bisa mengatasi kelang­kaan air bersih di beberapa desa yang ada di Pulau Haruku.

Sesuai kontrak, seluruh item pekerjaan harus mulai dilaksa­nakan tanggal 3 Desember 2020 dan berakhir pada 31 Desember 2020.

Kontraktornya sendiri sudah diberi uang muka, sebelum kerja sebesar 20 persen. Tak cukup sampai di situ, mereka kemudian diberi tambahan dana sebesar 30 persen, sehingga total menjadi 50 persen. Betul-betul aneh. Sebelum bekerja apa-apa, kontraktor spe­sial ini sudah diberi modal Rp6,2 miliar.

Sumber Siwalima di Pemprov Ma­luku mengatakan, sang kontrak­tor juga sudah mencairkan termin 75 persen, sebesar Rp. 3.120. 997.250 pada 17 Mei tahun lalu. “Termin 75 persen baru dicairkan sebelum lebaran, tanggal 17 Mei,” kata sumber yang minta namanya tidak ditulis itu.

Detail Kerja

Sesuai kontrak, kontraktor diha­ruskan mengerjakan dua sumur di Kailolo, dua sumur di Pelau dan dua sumur lainnya di Namaa dan Naira. Dua lokasi yang sudah dite­tapkan sebagai lokasi penggalian sumur di Kailolo terletak di kom­pleks Sekolah Dasar dan di dekat Kramat.

Dua sumur lain yang digali di Kailolo juga belum selesai dikerjakan dan hanya berbentuk lubang pengeboran yang ditutup karung plastik.

Selain sumur, kontraktor juga diharuskan membangun dua bak penampung yang masing-masing berkapasitas 100M3. Namun hingga kini hanya ada satu bak penampung yang dibangun, itupun masih belum rampung pengerjaannya.

Di Pelauw, titik penggalian sumur ada di belakang kantor Camat Pelauw, dimana kontraktor hanya menggali sumur yang belum selesai dikerjakan. Sedangan dua bak penampung yang berkapa­sitas 100M3, sama sekali belum dibangun.

Dari pantauan di lapangan, dike­tahui kegiatan pengerjaan sudah lebih dari satu bulan terhenti. Beberapa warga desa yang ditemui Siwalima Selasa (25/5) mengaku kalau seluruh tukang yang me­ngerjakan proyek tersebut sudah pulang sebelum bulan puasa lalu.

Hanya Satu Peserta

Dalam dokumen resmi seperti yang tertera di laman www.lpse. malukuprov.go.id, proyek tersebut terdaftar dengan kode tender 14568288.

Tercatat ada delapan perusa­haan yang terdaftar sebagai peserta lelang. Mereka adalah, PT Kusuma Jaya Abadi Construction, PT Ru­benson Sukses Abadi, PT Mum­rajaya Rimbara Lestari, PT Rafla, CV Karya Mulya Indah, CV Waebake Indah, CV Rizky Illahi Contractor dan PT Prisai Siagatama Sejahtera.

Kendati begitu, hingga tahap kualifikasi pada 25 November 2020, hanya PT Kusuma Jaya Abadi Construction yang diketahui memasuki semua dokumen yang diperlukan untuk pelelangan. Sementara tujuh perusahaan lain, sama sekali tidak memasukan dokumen satupun.

Tanpa Perencanaan

Seperti halnya proyek yang dikerjakan dengan dana pinjaman SMI, proyek Pembangunan Sarana dan Prasarana Air Bersih Pulau Haruku ini juga tidak melibatkan konsultan perencana dan juga konsultan pengawasan. Padahal, dengan perencanaan dan peng­awas yang baik akan menjamin kualitas dan mutu pekerjaan.

Di sisi lain, jika sama sekali tidak melibatkan konsultan perencana dan pengawas, proyek yang dikerjakan tidak memuaskan dan menuai banyak komplain.

Akibatnya bisa dilihat seperti sekarang, dimana proyek dikerja­kan asal-asalan dan tak kunjung selesai.

Kepala Dinas PUPR Maluku Mu­hamat Marasabessy yang hendak dikonfirmasi mengenai proyek yang tidak selesai dikerjakan, hingga berita ini naik cetak, tidak menjawab panggilan telepon. (S-50)