NAMLEA, Siwalimanews – Buntut mangkraknya  pekerjaan hotmix jalan Kota Namlea, DPRD Kabupaten Buru mengancam akan melaporkan ke kepolisian dan ke­jaksaan.

Sebagai pemilik proyek, Dinas PU­PR yang akan diminta pert­ang­gungjawa­ban menyu­sul mang­k­rak­nya pro­yek jalan hot­mix yang didanai DAK regu­ler sebesar Rp.9,7 miliar itu.

“Kita akan mere­komen­dasi­kan ke­pada pihak pe­ne­gak hu­kum  untuk me­­nin­­dak­lan­juti masalah  ini,” tandas Wakil Ketua DPRD Buru, Dali Fahrul Sya­rifudin usai Rapat Pa­ripurna Pembukaan Masa Sidang III DPRD Bu­ru, Rabu (3/8).

Dali yang juga Ketua DPC PPP Kabupaten Buru ini menjelaskan, meskipun ia dan rekan-rekan di DPRD Buru dalam masa reses, namun pihaknya tetap membahas masalah-masalah di masyarakat termasuk jalan hormix Kota Namlea.

Olehnya Dali akui  sudah ber­koordinasi dengan pimpinan Komisi III serta anggota komisi  untuk me­ngagendakan rapat guna memanggil Dinas PUPR dan kontraktor CV Rufany Papua untuk dimintai kete­rangan.

Baca Juga: Ahli: Tumpahan Minyak PLN Berbahaya bagi Mangrove

“Jadi  kita akan meminta ketera­ngan dari pihak terkait untuk men­dapat informasi yang jelas terkait ma­salah ini. Setelah kita mendapat infor­masi, pasti akan kita tindaklan­juti sesuai aturan yang berlaku,” tegasnya.

Proyek Mangkrak

Sebelumnya diberitakan, proyek jalan hotmix dalam Kota Namlea, Kabupaten Buru, yang menggu­nakan DAK regular tahun 2022 sebesar Rp9,7 miliar mangkrak. Proyek yang dikerjakan CV Rufani Papua tak mampu menyelesaikan proyek jalan yang sangat dibutuh­kan masyarakat tersebut.

Dinas PUPR Kabupaten Buru mencatat, persentase kemajuan pekerjaan tidak mencapai lima persen, karena baru alat grider yang didatangkan ke Kota Namlea dan kini dalam keadaan rusak, serta menjadi  pajangan di depan kantor PT Putri Bungsu di jalan Danau Rana.

Menyusul terlantarnya proyek jalan hotmix di Kota Namlea ini, PPK di Dinas PUPR Kabupaten Buru, Imran Wally mengaku, sudah melayangkan surat teguran pertama kepada CV Rufani Papua.

Bahkan manajemen CV Rufani Papua juga sudah bertemu dengan Dinas PUPR Kabupaten Buru dan Kepala Kejaksaan Negeri Buru, Muh Hasan Pakaja belum lama ini.

“Katong ketemu dengan manajemen perusahan ini langsung dengan pak Kajari Buru,” jelas Imran Wally kepada wartawan di ruang kerja Bidang Binamarga Dinas PUPR Buru, Senin siang (1/8).

Pasca pertemuan itu lanjut Imran, sudah dikeluarkan Show Cause Meeting (SCM) atau surat teguran keterlambatan pekerjaan.

CV Rufani harus membuktikan alasan sampai terlambat dan terhambatnya pekerjaan di lapangan. Namun CV Rufani tidak mampu membuktikannya dan hanya beralasan grider yang telah ditaruh di Kota Namlea baru beroperasi lima hari telah rusak.

“Dalam rapat tadi dengan pak Iwan, Kepala Bina Marga, kuasa perusahan menjanjikan alat grider yang baru akan tiba sore ini,” tutur Imran.

Padahal seharusnya CV Rufani sudah beraktivitas di proyek ini se­jak Mei lalu dan sesuai pengakuan PPK, kemajuan pekerjaannya sudah harus mencapai 20 sampai 30 persen.

Kemajuan persentasi pekerjaan itu akan nampak dari mobilisasi alat dan pekerjaan timbunan sirtu pilihan. Sayangnya, di lapangan yang dekat dengan lokasi proyek juga tidak tampak ada AMP (asphalt mixing plane), Stone cruiser (alat uji pemadat timbunan pilihan), serta kesiapan material hotmix. Bahkan papan nama proyek juga tidak ada.

Imran yang ditanya soal sanksi terberat dengan dilakukan putus kontrak, ia masih belum berani memberikan ketegasan. Kata Imran, harus step by step, dan dimulai dengan surat teguran pertama dan SCM.

Dengan teguran dan juga SCM ini, CV Rusfani diharapkan mampu melaksanakan proyek itu dan mengejar ketertinggalan, karena kontrak kerja hanya 150 hari.

Kenyataannya, di lapangan proyek itu masih diterlantarkan. Tidak ada peralatan, bahkan karyawan perusahan juga tidak ada yang turun beraktifitas di lapangan.

Kuasa Usaha CV Rufani Papua, Salahudin Lating yang dikonfirmasi tidak berada di tempat. Hanya Nampak beberapa karyawan yang bertelanjang badan lagi ngobrol sambil lesehan di lantai.

Dihubungi melalui telepon selulernya berulang kali, yang bersangkutan juga tidak merespon. Informasi yang berhasil dihimpun Siwalima menyebutkan, proyek hotmix dalam Kota Namlea ini total sepanjang 2,8 kilometer dan tersebar di lima titik.

Lelang proyek mulai diumumkan ke publik 7 Februari 2022 dengan  nilai OE sebesar Rp9,7 miliar dan harga terkoreksi Rp9,4 miliar. Proyek itu didanai DAK reguler TA 2022.

Penjabat Bupati Buru, Djalaludin Salampessy kabarnya pernah mengeluarkan surat edaran pada 13 Juni lalu untuk menghentikan proyek ABPD TA 2022, namun khusus untuk proyek DAK tidak dihentikan.

Tapi faktanya, CV Rufani Papua tidak beraktivitas di lapangan. Konon katanya dari awal tender, sudah terindikasi dugaan kolusi, korupsi dan nepotisme, sehingga banyak perusahan yang mendaftar di lelang proyek itu memilih mundur.

Sedangkan nama CV Rufani Papua tidak ada dalam 14 nama perusahan yang mengikuti lelang. Karena tidak ada yang mengajukan dokumen penawaran, maka lelang proyek itu dinyatakan gagal tender.

Kemudian di kalangan para kontraktor beredar nama Putri Bungsu, perusahan dari Papua yang nanti akan mengerjakan proyek itu.

“Karena PT Putri Bungsu masih di-black list dalam kasus proyek di Balai Jalan dan Jembatan Maluku,  sehingga CV Rufani yang dimunculkan sebagai pemenang. Tapi bosnya orang yang sama. Perusahan lain yang sempat mendaftar dan tidak mebgajukan penawaran lantaran ada yang meminta mundur,” jelas sumber terpercaya Siwalima di Namlea. (S-15)