AMBON, Siwalimanews – Hingga kini penyidik Kejak­saan Tinggi Maluku belum me­-meriksa Sekda Maluku, Sadli Ie, terkait dugaan penyalah­gunaan dana Covid-19.

Padahal, Kasi Penkum Kejati Ma­luku, Wahyudi Kareba, Rabu (13/9) lalu berjanji akan meminta kete­rangan Sekda Maluku, terkait hal dimaksud.

Kareba mengungkapkan, pemanggi­lan Pelaksana Tugas Kadis Kehutanan Provinsi Maluku itu hanya sebatas klarifikasi. “Ia betul. Kasus ini kan masih bentuk klarifikasi, jadi masih sebatas klarifikasi,” ujarnya.

Seperti diberitakan, dugaan dana Covid-19 Provinsi Maluku tahun 2020-2021, akan digarap jaksa.

Pemanggilan terhadap Sekda ter­sebut dalam kapasitasnya saat memim­pin Dinas Kehutanan Provinsi Ma­luku.

Baca Juga: Jaksa Tetapkan Berkas Anak Ketua Dewan Lengkap

Dikatakan, pihaknya bergerak membidik pengelolaan anggaran dana Covid tahun 2022-2021 Pemerintah Maluku, karena adanya laporan mas­yarakat.

Walau Sadli belum juga dimintai keterangan, namun sejumlah OPD di lingkup Pemerintah Provinsi Maluku telah digarap jaksa.

Kepada Siwalima, Rabu (20/9) Kareba mengaku, semua pihak yang terkait dengan pengelolaan dana Covid-19 Provinsi Maluku akan dimintai keterangan.

“Seperti yang saya sampaikan kemarin, info dari tim terkait dengan semua laporan pengaduan, kita dalami, kita lakukan klarifikasi de­ngan pihak yang dianggap menge­tahui. Jika terdapat adanya indikasi penyimpangan, kita juga akan tingkatkan tahapan penanga­nan­nya,” ujar Kareba kepada Siwalima melalui pesan whatsappnya.

Minta Diperiksa

Menanggapi hal ini, sejumlah kalangan meminta kejaksaan trans­paran dan segera memeriksa sekda dan OPD lainnya yang anggarannya dipotong 10 persen untuk penge­lolaan Covid.

Laskar Anti Korupsi, Ronny Aipassa meminta kejaksaan segera memeriksa Sekda, sekaligus sekda diharapkan juga proaktif membantu Kejati Maluku membongkar dugaan penyalahgunaan anggaran Covid-19.

Menurutnya, pemanggilan terha­dap Sekda Maluku hanya dilakukan berkaitan dengan klarifikasi yang wajib dilakukan dalam setiap pene­gakan hukum.

“Kalau memang Kejaksaan Tinggi ada melakukan panggilan maka harus proaktif dan kooperatif untuk berikan keterangan. Itu aturan,” tegasnya.

Dijelaskan, setiap pejabat daerah yang diberikan kewenangan untuk mengelola keuangan daerah wajib dimintakan keterangan guna mem­bantu penyidik mengungkap­kan kasus tersebut.

Justru kata Ronny, jika Sekda belum dimintai keterangan atau dipanggil penyidik tetapi belum pe­nuhi panggilan, maka harus melaku­kan berbagai langkah hukum mema­nggil lagi dan jika tidak hadir lagi selama tiga kali maka harus diambil atau dilakukan pemanggilan paksa.

“Semua orang sama didepan hukum jadi kalau dipanggil wajib datang, Menteri saja datang waktu dipanggil apalagi cuma sekda,” cetusnya

Perlu Proaktif

Terpisah, praktisi hukum Ronny Samloy minta Kejati transparan dalam penanganan kasus ini, ken­dati kasusnya masih dalam bentuk telaah.

Karena menurutnya, juru bicara Kejati telah menjelaskan kepada media bahwa sekda akan dipanggil juga untuk dimintai keterangan, sehingga wajar jika media mena­nyakan hal itu sebagai bagian dari tugas media melakukan pengawasan terhadap proses penegakan hukum yang dilakukan kejaksaan terutama terkait penanganan kasus ini.

Kata dia, pemanggilan para peja­bat daerah dalam rangka klarifikasi terhadap suatu kasus dugaan pe­nya­lahgunaan keuangan daerah merupakan hal yang sering terjadi dan biasa saja.

Pemanggilan tersebut dilakukan Kejaksaan Tinggi guna mengkon­firmasi sejauh mana pengetahuan atau peran pejabat tersebut dalam kasus dugaan penyalahgunaan ke­uangan negara yang sedang diusut.

Dalam kaitan dengan pengusutan kasus dugaan penyalahgunaan da­na covid-19 tahun 2020-2021, menu­rutnya. Sekda wajib dipanggil untuk dimintai keterangan dan wajib memenuhi panggilan tersebut atau proaktif.

“Wajar sebagai pejabat negara harus taat pada hukum, artinya kalau memang dipanggil maka harus datang, sebab semua orang memiliki kedudukan yang sama didepan hukum,” paparnya.

Menurutnya, jika sekda sebagai pejabat yang taat hukum maka harus datang memberikan klarifikasi atau keterangan sepanjang yang diketa­hui terkait dana covid-19 tersebut.

Sebaliknya, jika Sekda tidak hadir atau mangkir dari panggilan Kejak­saan Tinggi berarti menunjukkan ada sesuatu yang tidak beres dibalik persoalan tersebut.

Artinya, masyarakat bisa saja menduga ketidakhadiran sekda penuhi panggilan akibatnya adanya intervensi dari kekuatan politik yang lebih besar guna memperlambat proses penanganan perkara ini.

Kendati demikian, kejaksaan juga diharapkan transparan dalam pena­nganan kasus ini, karena kasus ini sudah menjadi konsumsi publik.

Sekda akan Diperiksa

Untuk diketahui, kasus ini dilaporkan oleh masyarakat. Dari informasi yang diperoleh pada tahun 2020 anggaran Covid Pemprov Maluku sekitar Rp100 miliar. Sementara untuk tahun 2021 diduga berkisar Rp70 miliar.

Ratusan miliar tersebut diperuntukkan untuk penanganan Covid-19 yang melanda dunia sejak 2019 lalu, diduga anggaran itu diselewengkan dan berpotensi kuat merugikan keuangan negara.

Anggaran itu diperoleh dari refocusing anggaran di setiap organisasi perangkat daerah (OPD) eselon II lingkup Pemprov Maluku yang berjumlah 38 OPD.

Diduga, anggaran tersebut dipangkas 10 persen dari dokumen pelaksanaan anggaran (DPA). Hanya ada dua dinas yang anggarannya tidak dipotong yaitu, Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan.

Untuk memproses kasus tersebut, sejumlah Kepala Dinas sudah diperiksa. Para anak buah dari Gubernur Maluku, Murad Ismail itu diperiksa maraton oleh tim pemeriksa Intelijen Kejati Maluku.

Proses klarifikasi terhadap sejumlah pihak akan terus berjalan termasuk Sekda Maluku, Sadli Ie. (S-26)