Kejaksaan Tinggi Maluku bergerak cepat menuntasan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga gas milik PLN di Namlea,  Kabupaten Buru,“Setelah kalah menghadapi pengusaha kayu asal Kabupaten Buru, Ferry Tanaya  dalam sidang proses peradilan tahun 2020, Kejati tetap bertindak tegas menyidik kasus ini.“Ferry Tanaya kemudian ditahan di Rutan Kelas IIA Ambon pada Senin, 26 April 2021 bersama Kepala.Seksi Bidang pengadaan tanah BPN Buru, Abdul Gafur Laitupa.

Penahanan terhadap Ferry Tanaya dan Abdul Gafur Laitupa dilakukan setelah seluruh berkas perkara keduanya dinyatakan lengkap atau P-21 dan kemudian penyidik Kejati Maluku menyerahkan ke Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Namlea.“Penuntasan kasus dugaan korupsi pembangunan PLTG Namlea ini sangat menarik perhatian publik. Dibilang menarik karena Ferry Tanaya sebagai warga negara terus memperjuang­kan hak-haknya untuk mendapatkan keadilan hukum melawan lembaga korps adhyaksa tersebut.

Kendati Kejati menetapkannya dua kali sebagai tersangka  pada 27 Januari 2021,“ dan pada tanggal 31 Agustus 2020  ditahan, Ferry Tanaya menolak penetapan dan penahanan terse­but dengan mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Ambon pada 10 September 2020.“Langkah praperadilan Tanaya berhasil, Hakim pada 24 September 2020 membatalkan surat perintah penyidikan (Sprindik) Kejati Maluku nomor Print-01/S.1/FD.1/04/2019 tertanggal 30 April 2019.

Sehari setelah putusan tersebut, Kejati Maluku kemudian menerbitkan lagi Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru pada 25 September 2020, sekaligus melayangkan Surat Pemberita­huan Penyidikan (SPDP) kepada Tanaya.“Untuk membuktikan tindak pidana korupsi yang dilakukan Tanaya, Kejati Maluku meminta ulang, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Maluku melakukan audit. Audit yang pertama pada 17 Maret 2020 Rp 6 miliar, dan hasil audit kedua dikeluarkan BPKP pada bulan Desember 2020 juga kerugian negara Rp 6 miliar.

Kejati kemudian melakukan gelar perkara dan ekspos setelah memenuhi cukup bukti yang kuat, alhasilnya Tanaya kembali ditetapkan sebagai tersangka pada 27 Januari 2020 dan dia di tahan bersama Abdul Gafur Laitupa pada Senin, 26 April 2021.

Baca Juga: Butuh Transparansi Dana SMI

Untuk diketahui, Lahan seluas 48.645, 50 hektar di Desa Sawa itu adalah milik Ferry, dan dibeli oleh PLN Wilayah Maluku dan Maluku Utara untuk pembangunan PLTG 10 megawatt.“Sesuai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), harga lahan itu hanya Rp 36.000 per meter2, namun diduga ada  main mata untuk melakukan mark up, sehingga merugikan negara lebih dari Rp 6 miliar.

Kita tentu saja memberikan apresiasi bagi Kejaksaan Tinggi Maluku yang menuntaskan kasus dugaan korupsi pembelian lahan untuk pembangunan PLTG di Namlea“Kasus ini sudah bergulir sejak tahun 2018 setelah proses panjang. Kita berharap kasus ini bisa selesai secepatnya sampai pengadilan sehingga bisa membuktikan secara hukum milik siapakah lahan seluas “ 48.645 meter persegi senilai Rp 6.081.722.920.

Kita juga berharap, Kejaksaan Tinggi Maluku menuntaskan kasus-kasus dugaan korupsi lainnya yang sedang dalam proses penyelidikan maupun penyidikan. Semoga (*)