MENINGKATNYA kasus covid-19 di India masih terus menjadi berita di negara kita, disertai kekawatiran agar hal serupa tak terjadi di negeri ini. Setidaknya ada lima analisis kemungkinan kenapa kasus di India meningkat sampai sekitar 30 kali lipat dari Februari 2021 hingga April 2021 ini. Pertama, mengendurnya implementasi 3M . Kedua, terselenggaranya beberapa kegiatan besar yang melibatkan kerumunan. Ketiga, masyarakat yang sudah divaksin mungkin tidak patuh lagi pada protokol kesehatan. Keempat, menurunnya jumlah tes yang dilakukan. Keempat hal itu perlu dihindari di negeri ini agar kita dapat mengendalikan kasus covid-19 dengan baik. Kita semua harus tetap menerapkan 3M dengan ketat, kegiatan berkumpulnya orang dalam jumlah besar harus dikendalikan, yang sudah divaksin tetap harus menjaga protokol kesehatan, dan jumlah tes harus terus ditingkatkan.

Mutasi baru Analisis kelima ialah tentang peran varian dan mutasi baru dalam peningkatan kasus di India ini, sesuatu yang juga dikawatirkan dapat masuk ke negara kita. India sudah melaporkan ada jenis variant of concern (VOC) yang sudah dikenal luas, yakni B.1.1.7, yang pertama kali dideteksi di Inggris pada 20 September 2020 dan kini sudah ada di 130 negara di dunia, termasuk Indonesia. Lalu B.1.351 yang pertama kali dilaporkan di Afrika Selatan pada awal Agustus 2020, dan sekarang sudah ada di lebih dari 80 negara, dan dilaporkan mungkin memengaruhi efikasi vaksin. Termasuk AstraZeneca yang digunakan di negara kita, serta P 1 atau B.1.1.28.1 yang awalnya dilaporkan di Brasil dan Jepang, yang kemudian sudah menyebar ke sekitar 50 negara di dunia. Ketiga jenis VOC ini mungkin jadi salah satu penyebab kenaikan kasus di India. Akan tetapi, yang kemudian banyak dibahas ialah mutan yang bermula dilaporkan dari India, yang bahkan disebut double mutant dan belakangan malah juga ada triple mutant. Mutasi ganda atau mutasi double adalah istilah yang disematkan pada mutan B.1.617 yang pertama dilaporkan dari India, dan kini sudah menyebar ke lebih dari 20 negara, termasuk ke Inggris. Sebenarnya, mutasinya bukan hanya ganda, tetapi sekitar 11 perubahan. Tetapi memang ada dua mutasi yang dianggap paling banyak berpengaruh pada perjalanan penyakit covid-19, yakni E484Q, yang sedikit banyak ada kemiripan dengan mutasi E484K yang pertama kali dideteksi di Afrika Selatan dan Brasil–sudah ada juga di Indonesia, serta mutasi L452R yang juga ditemukan di California, AS.

Gabungan keduanya inilah yang kemudian jadi bahan bahasan, walaupun penelitian masih terus berjalan sampai nanti ada kesimpulan yang lebih pasti. Berbagai labora­torium juga terus melakukan kultur pembiakan untuk menilai dampak dari B1.617 ini, sebagaimana disampaikan di jurnal internasional Nature, 21 April 2021. Sejauh ini diduga bahwa B.1.617 lebih mudah menular di masyarakat. Peneltian di jurnal internasional Cell pada 21 April 2021 menunjukkan mutasi L452R, berdasarkan data di California, ternyata 20% lebih mudah menular dan meningkatkan infektifitas pada percobaan di laboratorium. Di sisi lain, mutasi E484Q juga dihubungkan dengan kemungkinan virus jadi lebih mudah menular, dampaknya berganda. Mutasi L452R pun diduga menurunkan peran antibodi netralisasi pada plasma konvalesen orang yang pernah tertular, pun pada penerima vaksin. Pakar lain, dari Cambridge University, menyatakan berdasarkan berbagai penelitian, tampaknya vaksin covid-19 masih akan bekerja terhadap B1.617, hanya mungkin efikasinya berkurang. Yang jelas, vaksin tetap berperan menurunkan kemungkinan parahnya penyakit dan kemungkinan kematian.

Pakar ini juga menyampaikan, B.1.617 mungkin dapat meningkatkan terjadinya infeksi ulangan, khususnya bila kekebalan menurun sesudah infeksi pertama dengan perjalanan waktu. B.1.617 sudah menyebar luas di India dan menjadi galur yang dominan pada beberapa negara bagian yang jumlah penduduknya ratusan juta seperti Maha­rashtra, selain juga ditemukan di ibu kota India New, Delhi. Setelah itu, para pakar melaporkan mutasi lebih baru lagi, B.1.618 yang disebut sebagai mutan triple, jadi lebih daripada yang double. Peneliti di Institute of Genomic and Integrative Biology (CSIR-IGIB) New Delhi membahas B.1.618 yang mula-mula dilaporkan dari daerah Bengal Barat ehingga disebut sebagai virus korona ‘Bengal strain’. Jenis ini dilaporkan juga lebih mudah menular lagi, dan juga mungkin dapat memengaruhi efikasi vaksin, walaupun memang penelitian masih terus berjalan untuk mendapatkan informasi lebih pasti. B.1.618 disebut triple karena setidaknya mencakup tiga hal, delesi pada H146 dan Y145 serta dua mutasi, yaitu D614G dan E484K. Kedua jenis mutasi ini, dalam keadaan terpisah, sudah pernah dilaporkan di Indonesia, dan yang banyak dibahas pada awal April ialah ditemukannya mutasi E484K di negara kita.   Mutasi E484K Dalam satu varian baru covid-19 maka dapat terjadi berbagai mutasi. Y

ang kini banyak dibicarakan tentang mutasi E484K memang dapat terjadi di berbagai varian baru ini. Termasuk mutasi triple B.1.618 di India. Mutasi E484Q pada mutasi double B1.617 juga diduga berhubungan dengan E484K. Data WHO 30 Maret 2021 menyebutkan, E484K terjadi pada variant of concern (VOC) B.1.351 dan juga B.1.1.28.1 atau P 1. Di sisi lain, data Center of Disease Control (CDC) AS akhir Maret 2021 menunjukkan mutasi E484K ditemukan pada sebagian varian B.1.1.7, tidak semuanya, selain ditemukan juga pada varian B.1.351 dan P1. Mutasi ini pertama kali diidentifikasi pada varian yang dilaporkan dari Afrika Selatan (B.1.351) dan Brasil (B.1.1.28). Lalu juga dilaporkan pada varian yang ada di Inggris, dan sekarang di India. Sementara itu, laporan mutasi ini di Jepang pada awal April 2021 ini juga banyak menyita perhatian. Mutasi E484K ini oleh sebagian pakar disebut ‘mutasi Eek’, yang maksudnya sesuatu yang mengkawatirkan dan merupakan sebuah peringatan atau warning. Ini terjadi karena mutasi ini tampaknya berdampak pada respons sistem imun, dan mungkin juga memengaruhi efikasi vaksin. E484K juga disebut sebagai ‘mutasi pelarian/penghindaran’ (escape mutation) karena dapat membuat virus lolos dari pertahanan tubuh manusia.

Baca Juga: Memperkuat Holding Company BUMN

Data menunjukkan bahwa varian B.1.1.7 kalau ditambah mutasi E484K akan membuat tubuh perlu meningkatkan jumlah antibodi serum untuk dapat mencegah infeksinya. Kita ketahui, varian B.1.1.7 memang sudah terbukti jauh lebih mudah menular. Jadi, kalau bergabung dengan mutasi E484K, tentu akan menimbulkan masalah cukup besar bagi penularan covid-19 di masyarakat. Apalagi, bila bergabung dalam bentuk mutasi triple seperti B.1.618 di India. Selain itu, mutasi E484K ini juga tampaknya akan memperpendek masa kerja antibodi netralisasi di dalam tubuh. Dengan kata lain, orang akan jadi lebih mudah terinfeksi ulang sesudah dia sembuh dari sakit covid-19. Pertanyaan berikut, tentu, apakah vaksin masih akan bekerja optimal.

Penelitian yang ada sejauh ini menyatakan bahwa vaksin yang ada ternyata tetap efektif pada B.1.1.7 yang belum ada mutasi E484K-nya. Hanya saja, penelitian lanjutan dari vaksin Novavax dan Johnson & Johnson, misalnya, menunjukkan tampaknya efektivitasnya menurun di Afrika Selatan bila dibandingkan dengan di Inggris atau AS, yang diduga mungkin karena ada pengaruh mutasi E484K ini. Kita masih akan menunggu hasil penelitian selanjutnya tentang bagaimana dampak terhadap efikasi vaksin. Perlu diketahui bahwa kalau nanti mutasi E484K dan atau mutasi/varian baru lainnya memang akan membuat vaksin menjadi tidak efektif, para pakar dan produsen vaksin dapat memodifikasi vaksin yang ada sehingga akan tetap efektif dalam pengendalian covid-19. Perkembangan mutasi covid-19 di India, dan mungkin nanti juga di negara lain, memang membuat kita harus terus waspada. Bila ada pelawat dari luar negeri, memang sebaiknya dilakukan pemeriksaan PCR ulang setibanya di negara kita. Kalau hasilnya negatif, tetap saja harus dikarantina sesuai masa inkubasinya, dan kalau positif maka tentu harus ditangani, diisolasi, dan diperiksa whole genome sequencing-nya sehingga kita dapat mengantisipasi berbagai varian dan mutan baru covid-19.( Tjandra Yoga Aditama, Guru Besar FKUI, Direktur Pascasarjana Universitas YARSI, Mantan Direktur WHO SEARO, dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes)