TAHUN 2020 segera berakhir. Sebagaimana pada tahun-tahun sebelumnya, momentum akhir tahun merupakan puncak peningkatan realisasi belanja pada kementerian maupun lembaga (K/L). Namun pada tahun anggaran 2020, pandemi covid-19 membuat pengelolaan anggaran mengalami sedikit penyesuaian.  Sebagai dampak pandemi yang merebak mulai Maret 2020, pemerintah mengambil langkah yang perlu untuk mengatasi dampak pandemi yang terjadi. Perlu langkah luar biasa untuk menangani pandemi tersebut terutama dari sisi penganggaran.

Undang-Undang APBN  tahun 2020 pun akhirnya disesuaikan melalui Perppu Nomor 1 tahun 2020. Hal tersebut sebagai langkah antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional, penurunan penerimaan negara, serta peningkatan belanja negara dan pembiayaan.  Postur APBN 2020 pun akhirnya disesuaikan dengan menambahkan alokasi penanganan pandemi serta pemberian stimulus fiskal untuk pemulihan ekonomi nasional.

Dalam APBN 2020 yang sudah disesuaikan, penerimaan negara ditargetkan mengalami penurunan dari Rp2.233,2 triliun menjadi Rp1.699,9 triliun sedangkan proyeksi belanja mengalami kenaikan dari sebelumnya Rp2.540,4 triliun menjadi Rp2.739,2 triliun. Terkait dengan pelaksanaan anggaran tahun 2020, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang terjadi di beberapa daerah membuat pelaksanaan pekerjaan mengalami penundaan. Akibat penundaan tersebut, sebagian target penyelesaian pekerjaan diperkirakan akan melewati tahun anggaran 2020. Berkaitan dengan hal tersebut, Kementerian Keuangan mengeluarkan kebijakan berupa relaksasi  penyelesaian pekerjaan untuk dapat diselesaikan melebihi satu tahun anggaran.

Terhadap pekerjaan konstruksi dan non konstruksi yang terdampak pandemi, Kementerian Keuangan memberikan ruang bagi K/L untuk menyesuaikan kontrak dari kontrak tahun tunggal menjadi kontrak tahun jamak. Bagi pekerjaan yang tadinya dapat selesai dalam satu tahun anggaran, diberikan ruang untuk disesuaikan menjadi 2 tahun anggaran setelah mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan. Begitu juga untuk pekerjaan yang tadinya dapat selesai dalam 2 tahun menjadi selesai dalam 3 tahun.

Pengelolaan kas Menjelang akhir tahun anggaran, tugas besar menjaga ketersediaan kas merupakan hal yang sangat penting. Momentum akhir tahun anggaran yang dimulai pada Oktober 2020, ditandai dengan mulai diberlakukannya ketentuan khusus terkait pengelolaan penerimaan dan pengeluaran negara pada akhir tahun. Ketentuan khusus tersebut di antaranya terkait rencana penerimaan negara, pelimpahan hak negara yang disetorkan melalui bank persepsi, rencana penarikan dana, serta penyelesaian pekerjaan oleh pihak ketiga sampai akhir tahun anggaran.

Baca Juga: Masyarakat Tak Perlu Resah Soal Vaksin Covid-19

Sampai dengan akhir September 2020 realisasi belanja pemerintah sebesar Rp1.841,10 triliun (67,21%) dengan rincian realisasi belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.211,40 triliun dan realisasi transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebesar Rp629,70 triliun. Sedangkan dari sisi penerimaan, sampai akhir September 2020 tercapai Rp1.159 triliun (68,1%). Dari data di atas, ternyata masih banyak pendapatan yang harus dipungut serta belanja yang masih harus disalurkan. Sedangkan akhir tahun anggaran sudah di depan mata.

Pengelolaan kas pada pemerintah, pada prinsipnya merupakan hal yang sederhana. Intinya adalah bagaimana menyediakan dana untuk membiayai belanja pada saat yang tepat. Perbedaan waktu antara penerimaan dan belanja yang merupakan tantangan tersendiri bagi manajer kas pemerintah. Untuk membiayai pengeluaran di penghujung tahun, pemerintah memerlukan data perkiraan penerimaan yang akan diterima oleh negara sampai akhir Desember 2020. Perkiraan tersebut berupa penerimaan perpajakan, bea dan cukai, PNBP, penerimaan hibah, penerbitan surat berharga dan penarikan pinjaman baik dari dalam maupun luar negeri.

Dari sisi pengeluaran pun, pemerintah membutuhkan data untuk perkiraan belanja sampai akhir tahun. Data perkiraan belanja tersebut terdiri atas belanja pemerintah pusat pada kementerian dan lembaga, perkiraan pembayaran hutang dan perkiraan transfer dana ke daerah. Khusus terkait data mengenai perkiraan belanja pemerintah pusat, Kementerian Keuangan membutuhkan peran aktif dari K/L dalam penyusunan rencana penarikan dana harian (RPD). RPD sebenarnya bukan hal yang baru dalam proses perencanaan kas, pada tahun sebelumnya pun telah diberlakukan. Namun untuk 2020, RPD dipandang perlu untuk ditekankan kembali mengingat adanya risiko belanja yang tidak terserap akibat pandemi yang masih berlangsung.

Gagal lelang maupun adanya PSBB diperkirakan membuat pelaksanaan pekerjaan mengalami penundaan yang bisa jadi akan melewati tahun anggaran. K/L sebagai pengguna anggaran tentu dapat memitigasi risiko tersebut yang kemudian akan memutuskan apakah  sebuah kegiatan akan dituangkan dalam RPD atau tidak. Apabila akan dituangkan dalam RPD maka K/L memiliki keyakinan bahwa pekerjaan tersebut dapat diselesaikan. Sedangkan apabila tidak, maka K/L pun yakin bahwa kegiatan tersebut kemungkinan besar tidak dapat direalisasikan.

Perubahan perubahan yang dinamis dalam penyampaian RPD bukan menjadi kendala tentunya bagi K/L, mengingat penyampaian RPD dilakukan dengan sistem aplikasi yang sudah terintegrasi di Kementerian Keuangan.  Peran K/L dalam menyusun RPD yang akurat menjamin tersedianya dana untuk membiayai belanja secara tepat waktu dan tepat jumlah. Manajer kas yang berhasil adalah yang mampu mengelola dana dengan optimal dengan biaya dana (cost of fund) seminimal mungkin. (Kurniawan Budi Irianto, pejabat pengawas pada kementerian keuangan)