Kasus SPPD fiktif sudah dua tahun lebih berada di tahap penyidikan. Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) sudah dikirim ke Kejari Ambon sejak Agustus 2018.

Hasil audit kerugian negara dari BPK juga sudah dikantongi.Tetapi hingga kini polisi  belum juga amenetapkan tersangka.

Berbagai kalangan mendesak tim penyidik Reskrimsus Polda Maluku untuk segera menuntaskan kasus ini, apalagi sudah dua tahun kasus tersebut mandek dan tak ada perkembangan.

Kebijakan dibukanya lagi kasus dugaan korupsi SPPD fiktif Pemkot dengan memeriksa sejumlah saksi-saksi merupakan langkah yang sangat disayangkan itu terjadi, apalagi kasus ini sudah ditahap penyidikan dan sudah ada bukti audit kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Tim penyidik selalu beralasan bahwa masih perlu koordinasi dengan BPK untuk klarifikasi terkait dengan hasil audit itu. lalu pertanyaannya mengapa kasus ini dibuka lagi?. Apalagi yang masih dicari penyidik?. Penegakan hukum seperti apa yang perlu diterapkan?.

Baca Juga: Satgas Covid, Berubahlah

Apakah memang penyidik masih butuh lagi keyakinan untuk menyidik lebih mendalam guna mengetahui siapa pejabat Pemkot yang diduga terlibat dalam dugaan korupsi SPPD fiktif tersebut.

Kita berita apresiasi bagi penyidik membuka kembali kasus ini supaya lebih terang benderang, tetapi dengan harapan harus serius dan tuntas, jangan sampai kemudian mandek ditengah jalan.

Berdasarkan hukum acara, penyidik dapat melakukan pemeriksaan saksi guna membuat terang perkara. Karena itu, semua orang yang diduga mengetahui kasus SPPD fiktif harus dimintai keterangan, karena tidak ada yang kebal hukum, semua orang sama di mata hukum dan hukum harus ditegakan. Proses penegakan hukum tidak harus tajam ke bawah yang menyentuh masyarakat kelas teri, sementara untuk pejabat justru mata pedang hukum menjadi tumpul.

Penegakan hukum seperti inilah yang tidak dibenarkan. Karena itu polisi harus serius mengusut kasus dugaan korupsi SPPD Fiktif Pemkot. Kasus tersebut sudah terang menderang, sudah ada bukti audit kerugian negara, tim penyidik seharusnya tidak berlama-lama mengusut kasus itu, tetapi sudah harus segera menetapkan tersangka, dna tidak membuat alasan atau mencari-cari alasan untuk sengaja memperlambat penanganan kasus ini.

Semakin berlarut-larutnya penanganan kasus ini akan semakin menimbulkan preseden buruk masyarakat terhadap penanganan kasus korupsi yang ditangani aparat kepolisian khususnya penyidik Reskrimsus Polda Maluku.

Padahal dari sisi hukum dengan telah mengantongi dua alat bukti sesuai dengan 184 KUHAP baik itu bukti audit kerugian negara, bukti perbuatan melawan hukum bukti saksi maka sudah harus segera menetapan tersangka.

Karena tidaklah wajar jika penanganan kasus korupsi harus sampai dua tahun ditangani penyidik Reskrimsus Polresta Pulau Ambon dan Pp Lease. Apalagi telah mengantongi hasil audit namun belum ditetapkan tersangka.

Untuk menuntaskan kasus SPPD Fiktif Pemkot ini hanya butuh keseriusan tim penyidik. Penyidik serius otomatis kasus ini tidak akan lama penangganannya, tetapi kalau penyidik tidak serius maka sudah pasti publik akan menilai bahwa, penyidik diam-diam memperlambat penanganan kasus ini, dan diduga melindungi oknum-oknum pejabat tertentu di Pemkot Ambon. Kita berharap semoga tidaklah demikian. (*)