AMBON, Siwalimanews – Salah satu pemimpin FKM-RMS,   Johanis Pattiasina dipecat dari PNS oleh Gubernur Maluku, Murad Ismail.

Ia dituntut tiga tahun penjara oleh jaksa Kejati Maluku atas perbuatan makarnya.

Lelaki 52 yang  beralamat di Kayu Tiga, Dusun Soya, Kecama­tan Sirimau, Kota Ambon ini se­belumnya tercatat sebagai PNS Kantor Perpustakaan dan Kearsi­pan Maluku.

“Jadi pemberhentian tidak de­ngan hormat (PTDH) sebagai PNS kepada saudara Johanis Pattia­sina,” kata Kepala BKD Maluku, Jasmono yang dikonfirmasi Siwa­lima melalui telepon selulernya, Sabtu (3/10).

Jasmono menjelaskan, berda­sar­kan hasil pemeriksaan tim internal, Johanis Pattiasina dinyata­kan melakukan pelanggaran berat, karena tidak setia kepada NKRI.

Baca Juga: Polisi Serahkan Berkas Penganiaya Ibu Kandung ke Jaksa

“PNS itu harus setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI sesuai yang diatur dalam Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 2014 tentang ASN maupun Peraturan Pemerintah Nomor: 53 Tahun 2010 tentang disiplin PNS,” tandasnya.

Dikatakan, pelanggaran yang di­lakukan oleh Pattiasina tidak bisa ditoleransi, sehingga diberi­kan sanksi pemecatan.

“Atas pelanggarannya tersebut yang bersangkutan dijatuhi huku­man tingkat berat berupa pember­hentian tidak dengan hormat se­bagai PNS dan berlaku sejak tanggal 1 Juli 2020,” ujar Jasmono.

Terhitung tanggal itu, seluruh hak dari Pattiasina sebagai PNS be­rupa gaji dan tunjangan dihentikan oleh pemerintah.

Dituntut Bervariasi

Seperti diberitakan, tiga pimpi­nan FKM-RMS dituntut dengan hukuman bervariasi oleh jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Ambon, Kamis (1/10).

Sidang kasus makar itu, di­pim­pin majelis hakim Ahmad Hukayat itu berlangsung secara virtual.

Jaksa penuntut umum Kejati Ma­luku, Augustina Ubleeuw menuntut Simon Viktor Taihittu (52) dan Johanis Pattiasina (52) tiga tahun penjara. Sedangkan Abner Litama­huputty (42) dituntut empat tahun penjara.

Simon yang beralamat di  Batu Gajah dalam FKM-RMS, ia menja­bat selaku juru bicara. Abner alias Apet, beralamat di Kudamati, Lo­rong Rumah Tingkat menjabat se­bagai Wakil Ketua Perwakilan Ta­nah Air. Sedangkan Johanis Pattia­sina yang tinggal di Kayu Tiga, Dusun Soya, Kecamatan Sirimau ada­lah ASN pada Kantor Perpus­takaan dan Kearsipan Maluku. Jabatannya di FKM-RMS selaku Sekretaris Perwakilan Tanah Air.

Simon, Johanis, dan Abner dini­lai terbukti bersalah dan terbukti secara sah melakukan tindak pi­dana makar secara bersama-sama.

Perbuatan para terdakwa me­langgar Pasal 106 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP sesuai da­lam surat dakwaan kesatu. Tun­tutan ini dikurangi selama masa penahanan ketiga terdakwa.

Hal yang memberatkan para ter­dakwa ialah mereka mengganggu keutuhan dan dapat memecah belah NKRI, mengganggu stabili­tas dan keamanan negara, serta mengganggu ketertiban umum. Sementara hal yang meringankan, terdakwa tidak berbelit-belit memberikan keterangan.

Kasus itu bermula pada Sabtu (25/4) lalu. Ketiga terdakwa mene­robos masuk ke Polda Maluku.

Mereka masuk sekitar pukul 15.45 WIT ke markas Polda Maluku yang berada di Jalan Rijali No. 1, Kelurahan Batu Meja, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon itu dengan membawa bendera RMS.

Sebelum menerobos Markas Polda Maluku, ketiga orang itu berjalan kaki dari arah jembatan Skip dengan membawa bendera RMS, sambil berteriak “Mena Muria”.

Sepanjang perjalanan, mereka membentang bendera RMS atau yang dikenal dengan istilah benang raja itu. Aksi mereka menjadi ton­tonan warga yang melewati jalur jalan depan Polda Maluku.

Saat tiba di depan pintu halaman, ketiganya langsung masuk, de­ngan tetap membentangkan ben­dera RMS, dan teriakan Mena Muria.

Petugas di penjagaan kaget. Mereka langsung bergegas keluar. Salah satu diantara petugas mengarahkan laras senjata ke arah ketiga orang itu.

Seorang berpakaian petugas preman, buru-buru menutup pintu pagar halaman polda.

Ketiganya langsung diamankan dan dibawa ke ruang Ditres­krimum. Dari tangan mereka, polisi menyita satu buah bendera RMS berukuran 1 meter lebih. Usai men­dengar tuntutan, hakim menunda sidang hingga Rabu (7/10) dengan agenda pembelaan. (Cr-1)