Carut marut persoalan yang terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah dr. M Haulussy belum mampu atasi pemerintah provinsi Maluku.

Hal ini sangat mengganggu proses pelayanan kepada masyarakat, dimana hak-hak tenaga medis khususnya dokter spesialis terabaikan belum lagi persoalan yang lain.

Lambatnya reaksi pemerintah membuat DPRD berang karena terkesan dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian.

“Kita menyesali sikap Sekda Maluku Sadli Ie yang tidak mampu menyelesaikan persoalan RSUD Haulussy,” jelas Rovik.

Ia menyebut Sekda Maluku dan Kepala Inspektorat Jasmono telah menyambangi langsung RSUD. Kunjung tersebut tidak mampu ditindaklanjuti Direktur RSUD Haulussy Nasaruddin.

Baca Juga: 40 Ribu Pekerja Kantongi BPJS Ketenagakerjaan

“Sekda terlalu lambat mengeksekusi orang ini, kenapa tidak bisa diganti,” kesal Rovik.

Sejak awal, Rovik menyebut kalau Direktur RSUD Haulussy sudah waktunya diganti dan meminta kepada sekda mengambil langkah tepat.

“Direktur layak diganti,” harapnya.

Persoalan lain yang menjadi perhatian DPRD yakni anggaran Covid-19 tahun 2022 sekitar Rp 8 miliar. dalam pelaksanaanya anggaran tersebut dibagi 60:40.

“Masuk dalam operasional rumah sakit bisa sekitar Rp 18 miliar,” tukasnya.

Menurutnya, hak tenaga nakes terutama dokter spesialis merupakan kebutuhan di rumah sakit, sehingga tidak bisa ada alasan tidak ada uang.

“Artinya jika mereka sudah melaksanakan tugasnya sudah harus dibayarkan, anggarannya sudah tersedia, tinggal diberikan haknya saja,” harapnya.

“Jika dibilang tidak ada uang, terus selama ini rumah sakit melakukan operasionalnya seperti apa, kok tidak ada uang terus? makanya masalah utama ada pada manajemennya,” jelasnya lagi.

Rovik pun mendesak sekda agar segera mengusulkan pergantian direktur utama rumah sakit terse­-but. “Kita merasa ini tang­gung jawab kita merealisasikan pemba­yaran hak nakes. Rumah sakit di Maluku bukan cuma RSUD Hau­-lussy, ada RSUP Johanes Leimena dan lainnya,” jelasnya. (S-20)