AMBON, Siwalimanews – Mantan Sekretaris PDIP Maluku, Bitsael Silvester Temmar, mengaku sangat prihatin dengan kondisi internal di tubuh PDIP Maluku saat ini. Menurutnya, situasi PDIP Maluku saat ini semakin buruk, dimana kader-kader tidak lebih baik dari tedong.

Temmar mengatakan hal itu karena punya alasan. Menurutnya situasi internal PDIP Maluku terpuruk lantaran tidak ada otokritik dari kader. Bagi Bupati KKT dua periode ini sebagai sesuatu yang sangat miris.

“Karena yang saya dengar itu situasi PDIP sudah semakin buruk. Maaf ya, kita dulu yang habis-habisan memperjuangkan partai ini sampai menjadi besar, yang kita miliki pada saat itu ialah kebebasan dan kemerdekaan. Hari ini, kader-kader PDIP itu tidak lebih baik dari tedong. Mohon maaf tidak lebih baik dari kerbau, yang dicucuk hidungnya dan ditarik dan dibawa ke mana aja. Saya menilai begitu, karena tidak ada, otokritik daripada kadernya. Ini kan sesuatu yang sangat miris sekali,” ungkap Temmar kepada Siwalima di Ambon Rabu (13/10).

Dikatakan, tidak adanya otokritik sebagai akibat dari ketakutan yang berlebihan dari kader terhadap pemimpinnya.
“Kalau sudah takut mau jadi apa. Ini kan sudah jadi tedong. Sangat disayangkan kalau semua orang jadi tedong. Tapi saya bersyukur, saya dikeluarkan sehingga saya bukan tedong lagi. Saya dikeluarkan dengan cara yang sangat kasar, tapi saya bersyukur karena saya tidak bisa jadi tedong,” ujarnya.

Temmar mengatakan, hasil survei sejumlah lembaga survei membuktikan, PDIP di Maluku turun kelas. Ia mengaku lebih senang kalau partai berlambang banteng kekar moncong putih itu turun kelas.

Baca Juga: Hari Ini Wapres Tiba di Ambon

“Sebagai orang yang setia secara ideologis terhadap ideologis PDIP saya menyesal. Saya pikir bahwa dengan saya dikeluarkan dengan cara yang tidak terhormat, lalu dibelakang itu ada perbaikan. Ternyata hari ini, coba perhatikan saja fraksi-fraksi yang ada di PDIP itu hancur berantakan itu. Coba diperhatikan saja petugas-petugas PDIP itu hancur berantakan semua, padahal ini partai ideologi yang dulu kita perjuangkan habis-habisan. Hari ini orang duduk di PDIP itu enak-enak. Dulu itu kita ini dianggap seperti kambing. Kita dikejar-kejar di mana-mana. Saya pikir setelah saya diberhentikan, PDIP itu akan lebih baik. Ternyata hari ini, ya tadi seperti tedong itu. Jadi banteng berubah watak menjadi tedong,” jelasnya.

Mantan Ketua Fraksi PDIP di DPRD Maluku juga menyangsikan Ketua DPRD Maluku, Lucky Wattimury mampu mengkritik Gubernur Maluku, Murad Ismail.

Harusnya tambah Temmar, politikus PDIP di DPRD berani mengkritik pemerintah dan bukan berjiwa penakut.

“Coba tanya Ketua DPRD Maluku apa dia berani kritik Gubernur Maluku. Tidak mungkin itu, karena mentalitas tedong sedang diintroduksi di dalam internal PDIP. Saya di luar PDIP saya senang-senang aja. Saya katakan saya tidak mungkin lupakan PDIP. Kita ini bukan masuk PDIP itu saat partai itu dia enak-enak. Kita masuk itu pada saat PDIP teraniaya. Kita dikejar dimana-mana. Tapi saya tegaskan, mau balik lagi maaf. Saya tidak mau. Saya kritik ini karena ada keterkaitan ideologi yang saya anut dengan yang ada pada PDIP,” tegas Temmar.

Menyikapi situasi internal PDIP yang menghendaki Murad Ismail turun, Temmar berpendapat, pergantian kepemimpinan di tubuh PDIP Maluku tidak akan menjamin partai itu akan lebih baik.

“Kalau atmosfir internal PDIP seperti sekarang ini, maka siapapun itu sama saja. Karena ada ketakutan yang diciptakan di dalam internal PDIP. Sehingga kebebabasan untuk berekspresi itu dimatikan,” imbuhnya.

Disisi lain, Temmar mengaku sejak lama PDIP itu menabiskan dirinya sebagai partai ideologi. Semestinya, idiologi itu mejelma dalam program-program pemerintahan dan pembangunan. Teristimewa dijabarkan dalam tindakan-tindakan politik pemerintahan. Olehnya itu, tambahnya, setiap kader harus mengerti benar ideologis. Kalau kader tidak mengerti, ideologi itu hanya menjadi suatu konsep mengambang yang tidak menjelma dalam tindakan dan PDIP Maluku akan mengalami distorsi.

“Karena itu jangan marah, kalau hari ini ideologi tidak terjabar dalam tindakan-tindakan politik pemerintahan. Jadi apa yang terjadi dengan penolakan masyarakat di Waai tidak boleh heran. Karena entah Gubernur atau Ketua DPRD Maluku bahkan kader-kader PDIP yang lain sama sekali tidak memahami bagaimana menjabarkan ideologi ini ke dalam tindakan-tindakan praktis,” sebutnya.

Dikatakan, banyak sekali kebijakan-kebijakan yang kalau dilihat dari aspek konsepnya, kebijakan-kebijakan itu tidak punya roadmap dan beberapa tahun terakhir ini masyarakat Maluku menyaksikan ketiadaan roadmap.

“Ya saya mau bilang proyek-proyek itu tidak bisa dilihat apa fungsinya untuk kepentingan pembangunan di Maluku. Jadi soal Ambon New Port itu dengan tidak didasarkan pada suatu konsep yang koheren, mestinya konsep sudah disediakan dari awal,” tandasnya. (S-32)