Sekretaris Daerah (Sekda) Seram Bagian Timur (SBT), Syarif Makmur secara terang terangan menunjukan sikap keberpihakannya kepada salah satu calon kepala daerah tertentu di Pilkada SBT.

Hal itu ditunjukan kepada bawahannya Ridwan Malaka Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten SBT. Sekda menawarkan jabatan kepada Ridwan dengan syarat bekerja memenangkan calkada tertentu.

Sikap Sekda tentu bertentangan dengan aturan. Netralitas yang bersangkutan sebagai ASN patut dipertanyakan. Harus diakui, isu netralitas ASN kerap menjadi sorotan.  ASN memiliki posisi yang cukup strategis untuk menjadi mesin politik pemenangan kandidat pasangan calon karena dapat mendulang suara.

Kekuatan ASN bahkan dapat mengalahkan soliditas partai politik pengusung. Sekda SBT seharusnya profesional. Mempengaruhi bawahan untuk terlibat politik praktis dalah sebuah pelanggaran berat.

Tak bisa dipungkiri era reformasi saat ini, politisasi birokrasi pemerintahan masih terus berlangsung. Maka tak heran, apabila jumlah dugaan pelanggaran netralisas ASN disetiap perhelatan pilkada terus meningkat.

Baca Juga: Menunggu Ketegasan Bawaslu

Politisasi birokrasi telah menimbulkan banyak persoalan, tidak hanya berdampak pada kualitas proses dan hasil demokrasi, tapi juga hal lain yang dapat menyalahgunakan jabatan dan anggaran.

Seperti penempatan jabatan karena kepentingan politik yang tidak berdasarkan kompetensi, namun lebih karena faktor mariage system dan bukan merit system. Selain itu program-program yang berpotensi menyalahgunakan keuangan negara.

Muncullah program yang seolah-olah digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat, padahal ditunggangi kepentingan politik. Larangan dan sanksi ASN diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 Tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.

Peraturan tersebut menyebutkan, nilai-nilai dasar yang harus dijunjung tinggi oleh pegawai negeri sipil adalah ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kesetian dan ketaatan kepada Pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945.

Selanjutnya semangat nasionalisme, mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan, ketaatan terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan, penghormatan terhadap hak asasi manusia, tidak diskriminatif, profesionalisme, netralitas, dan bermoral tinggi serta semangat jiwa korps.

Aturan lainnya yang mengatur sanksi ASN terlibat politik praktis yakni pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN menyatakan bahwa ASN terdiri atas PNS dan PPPK. Lebih lanjut dalam pasal 9 ayat (2) menjelaskan ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik. Hal senada juga terdapat dalam UU Pilkada bahwa ASN dilarang untuk terlibat dalam kegiatan kampanye serta membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan dan merugikan salah satu pasangan calon.

Kita berharap, kasus Sekda SBT, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dapat memberikan sanksi tegas kepada yang bersangkutan, apabila terbukti melakukan aktivitas politik agar dapat membuat efek jera bagi ASN lainnya.

Kepada para ASN tetaplah mempertahankan profesionalisme, akuntabilitas, responsibilitas, akseptabilitas dan integritas birokrasi. Jangan terpengaruh pada kepentingan politik penguasa.

Utamakan pelayanan prima kepada publik dengan sebaik-baiknya. Biarkan suksesi kepemimpinan politik di masing-masing daerah berlangsung dengan sendirinya. (**)