Kampanye telah berakhir. Pilkada serentak di empat kabupaten di Maluku akan berlangsung pada Rabu, 9 Desember.

Berbagai cara dipakai untuk mengambil hati rakyat. Dari cara yang santun, hingga saling menyerang secara terbuka. Tak hanya itu, pemberian barang ataupun bantuan juga dilakukan oleh tim sukses sambil mengajak untuk memilih calon tertenu. Tak peduli melanggar aturan atau tidak.

Seperti yang terjadi di Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT). Tim pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Fachri Alkatiri dan Arobi Kilian kepergok membagi-bagi jilbab, masker dan kartu nama. Aksi yang dilakukan oleh dua wanita muda di Kota Bula itu, dipergoki warga dan langsung direkam dengan kamera video. Sontak aksi itu langsung viral di media sosial.

Cara tim pasangan FAHAM yang menghalalkan segala cara untuk merebut hati rakyat justru memicu kemarahan warga lainnya.  Mereka lalu melaporkan dugaan pelanggaran pemilu itu ke Bawaslu. Jilbab, masker dan kartu nama juga dibawa sebagai barang bukti.

Ketua Bawaslu SBT, Supardjo Rustam Rumakamar mengaku, telah menerima laporan warga terkait politik bagi-bagi jilbab dan masker serta kartu nama yang dilakukan oleh tim FAHAM.

Baca Juga: Komitmen Kapolda

Kendati sudah menerima laporan, namun Bawaslu belum menindaklanjuti laporan itu. Alasannya macam-macam. Dari komisioner lagi bertugas ke desa-desa hingga laporannya akan dikaji lagi. Bawaslu SBT harus segera menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran pemilu yang telah dilaporkan warga. Jika berlama-lama, akan dinilai tidak profesional dan berpihak kepada pasangan calon tertentu.

Bawaslu SBT harus bersikap tegas. Aturan harus ditegakan tanpa pandang bulu. Bawaslu SBT harus mencontohi Bawaslu Kabupaten Kepulauan Aru yang berani menyeret Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Aru, Udin Belsegaway ke pengadilan. Ia divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Dobo dalam kasus tindak pidana pemilu.

Udin Belsegaway diseret ke pengadilan oleh tim penegakan hukum terpadu (gakumdu) karena melakukan kampanye hitam. Dia menyerang calon bupati, Timotius Kaidel saat kampanye pada 3 Oktober lalu, dengan menuding calon bupati nomor urut 2 ini melakukan korupsi sebesar Rp 11 miliar. Tudingan sang ketua DPRD yang tanpa bukti membuatnya harus duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa.

Kendati hukuman yang dijatuhkan ringan, hanya membayar denda Rp 3 juta namun vonis bersalah terhadap Ketua DPRD Kabupaten Aru memberikan warning bagi semua pemangku kepentingan dalam pilkada di Kabupaten Aru, Buru Selatan, Seram Bagian Timur dan Kabupaten Maluku Barat Daya untuk berkompetisi secara sehat. Jangan menghalalkan segala cara untuk merebut kursi kekuasaan.

Keberanian tim gakumdu Kabupaten Aru menggiring Ketua DPRD Aru ke pengadilan juga harus diacungi jempol. Perlu diapresiasi. Sebab, tak semua tim gakumdu punya keberanian untuk menyeret siapapun yang diduga kuat melakukan tindak pidana pemilu. Intervensi politik dan kekuasaan kerap membuat tim gakumdu tak berdaya.

Kita berharap, Bawaslu dan tim gakumdu di Kabupaten SBT punya nyali yang sama dengan tim gakumdu di Kabupaten Aru. Berani untuk menegakan hukum dan berani melawan intervensi politik dan kekuasaan.

Tim gakumdu adalah wadah dari tiga institusi yakni kepolisian, kejaksaan dan pengawas pemilu yang memiliki tugas, satu diantaranya menindaklajuti laporan dugaan tindak pidana pemilu. Sangat jelas fungsi gakumdu. Olehnya tak perlu ragu untuk menindak siapapun yang melanggar ketentuan undang-undang.

PNS juga harus netral. Memang tak mudah untuk netral, apalagi yang menjadi calon kepala daerah adalah incumbent. Keterlibatan PNS dalam pilkada bukan lagi rahasia. Terkadang mereka juga serba salah. Maju kena, mundur kena. Tetapi Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil jelas melarang PNS memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.

Sanksi bagi PNS yang terbukti melanggar larangan ini berupa penundaan kenaikan pangkat, penurunan pangkat hingga pemberhentian dengan tidak hormat.

Publik menunggu ketegasan Bawaslu SBT untuk memproses dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan tim pasangan FAHAM. Hukum harus jadi panglima. Karena itu, penegakan hukum harus dijalankan tanpa kompromi politik. (*)