AMBON, Siwalimanews – Sikap Bawaslu yang enggan melakukan pengusutan terha­dap dugaan mobilisasi ASN jelang pemilu dengan alasan menunggu laporan masyarakat sangat disayang.

Pasalnya, tanpa laporan mas­yarakat pun Bawaslu harus melakukan penelurusan terha­dap setiap informasi beredar yang disertai dengan bukti.

Akademisi Fisip Unidar, Sulfikar Lestaluhu kepada Si­walima melalui telepon selu­lernya, Senin (12/2) mengakui, berdasarkan aturan dasar me­mang Bawaslu akan bertindak jika ada laporan masyarakat.

Namun, hal ini tentunya harus mendapatkan pengecua­lian jika terdapat bukti nyata adanya arahan bagi ASN untuk memenangkan calon tertentu.

“Memang aturan dasar harus ada laporan, tapi kalau sudah ada bukti nyata maka harus ditindaklanjuti oleh Bawaslu. Masa mau dibiarkan mengam­bang seperti itu,” kesal Lestaluhu.

Baca Juga: Subair: Pertemuan Gibran dengan Raja tak Masuk Pidana Pemilu

Menurutnya, sikap diam Bawaslu terhadap setiap dugaan mobilisasi ASN yang nyata-nyata terjadi justru bisa menimbulkan pertanyaan dari masyarakat.

Masyarakat kata Lestaluhu akan mempertanyakan kredibilitas Ba­waslu dalam menindaklanjuti setiap dugaan pelanggaran pemilu yang terjadi di masyarakat.

“Ini soal integritas pembaga pe­nyelenggara pemilu artinya kalau memang sudah ada bukti sebenar­nya Bawaslu harus jemput bola bukan hanya menunggu laporan sekalipun aturan dasar harus ada laporan,” tegas Lestaluhu.

Bawaslu menurut Lestaluhu harus tegas terhadap setiap dugaan pela­nggaran pemilu, jangan sampai ada tekanan dari pihak yang berkuasa dan justru bukti mobilisasi ASN disepelekan.

Lestaluhu berharap, ASN diberi­kan ruang untuk memilih berda­sarkan hati nuraninya.

Sesalkan

Sementara itu, Pengamat Kebija­kan Publik Nataniel Elake menye­salkan pernyataan Bawaslu yang menunggu laporan sebelum ditindaklanjuti.

Elake mengungkapkan Bawaslu harus segera mengambil tindakan pengusutan jika sudah ada bukti kuat adanya mobilisasi ASN jelang Pemilu.

Menurutnya, fenomena mobilisasi ASN untuk memenangkan Widya Pratiwi dalam pemilu akan merusak demokrasi di Maluku maka harus ditindak tegas.

“Kalau Bawaslu tidak mengambil tindakan tegas walaupun sudah ada bukti maka  kecurangan akan terjadi saat pemilu karena tidak pendidikan politik bagi aparatur sipil negara,” kesalnya.

Bawaslu kata Elake jangan terus berlindung pada aturan harus ada laporan dari masyarakat sebab hal ini akan menghilangkan esensi dari pencegah pelanggaran pemilu.

Tanpa laporan pun, Bawaslu sudah harus menjadikan informasi media massa sebagai pintu masuk dan informasi awal untuk menelusuri adanya dugaan itu.

“Bawaslu harus proaktif kroscek terhadap informasi dari masyarakat itu, misalnya di Tehoru ada oknum camat yang membagi-bagikan kartu nama masa Bawaslu tidak mengambil tindakan. Jadi musti tunggu laporan dulu baru diselidiki, tidak bisa seperti itu,” ujarnya.

Elake menegaskan, jika Bawaslu tetap bersikukuh menunggu laporan maka itu kekeliruan besar sebab tugas Bawaslu harus membongkar dugaan mobilisasi.

“Jadi kalau Bawaslu beralasan menunggu laporan maka itu keliru, Bawaslu jangan harap gampang, tapi kalau ada fenomena dan informasi dari masyarakat maka kewajiban mereka untuk melakukan investasi terhadap infomasi masya­rakat. Jangan dibiarkan,” pungkas­nya.

Tunggu Laporan

Bawaslu Maluku Tengah meng­akui, Koordinator Wilayah Pendidi­kan dan Kebudayaan Kecamatan Serut Barat, Tasrif Tomagola meng­arahkan kepala sekolah di wilayah tersebut untuk memilih Widya Pratiwi.

Hal itu terkuak lantaran rekaman suara yang kemudian bocor dan viral di laman media sosial, dan group percakapan WhatsApp, dimana

Tomagola mengarahkan guru dan kepala sekolah di wilayah Keca­matan Seram Utara Barat, untuk bekerja memenangkan Widya Pra­tiwi, caleg nomor urut 1 dari Partai Amanat Nasional, daerah pemilihan Maluku, untuk DPR RI.

Kepada Bawaslu Malteng, Toma­gala sudah mengakui perbuatamnya, saat Bawaslu melakukan penge­cekan di Serut Barat, dan mewa­wancari yang bersangkutan, Jumat (8/1) lalu.

“Jumat kemarin kami sudah ke Serut Barat untuk mengecek masalah ini. Kami sempat bertemu dengan yang bersangkutan, hasilnya Korwil pak Tomagola itu mengakui bahwa suara itu memang dirinya. Kare­nanya, beliau sifatnya pasrah saja,” ungkap Koordinator Devisi Pena­nganan Pelanggaran dan Penyele­saian Sengketa (P3S) Bawaslu Malteng, Sitti Malawat kepada wartawan di Masohi, Sabtu (9/1).

Meski demikian sambung Mala­wat, pihaknya tidak bisa serta merta melakukan penelusuran tanpa ada laporan resmi masyarakat atau pihak lain yang berkepentingan. Dengan begitu kasus ini akan sangat sulit untuk memenuhi syarat formil maupun materil.

“Masalahnya sekarang adalah belum ada yang melaporkan masalah ini secara resmi. Kita akan kesulitan untuk memenuhi syarat formil dan materil dari masalah ini. Sebab harus ada pelapor. Bawaslu tidak bisa menelusuri dugaan pelanggaran berdasarkan informasi tanpa pelapor, kecuali temuan langsung di lapangan,” ujarnya.

Malawat memastikan jika laporan resmi diterima Bawaslu Malteng, maka pihaknya akan melakukan kajian untuk memenuhi syarat formil dan materil dari laporan dimaksud, agar selanjutnya dapat ditindak­lanjuti melalui pleno pimpinan Bawaslu. Namun jika tidak kasus pe­ngerahan guru dan Kepsek di Serut Barat itu bisa jadi gugur.

“Kalau ada yang melaporkan,maka akan dilakukan kajian. Selanjutnya kita akan pleno dan memutuskan kasus itu layak dan memenuhi sya­rat untuk ditindak lanjuti atau se­baliknya. Jika kemudian memenuhi syarat, tentu akan langsung ditin­daklanjuti, sebagaimana amanat Perbawaslu Nomor 7 Tahun 2022,” ujarnya sembari menambahkan, sepanjang tidak dilaporkan, kasus pengerahan guru itu terancam gugur karena regulasi. (S-20)