Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Maluku kembali mendapat sorotan dari berbagai kalangan. Bukan karena prestasi yang diraih, tapi amburadul dalam penanganan Covid-19.

Sorotan publik terhadap gugus tugas bukan hal baru. Gugus tugas yang dipimpin Gubernur Murad Ismail ini pernah mendapat sorotan gara-gara ceroboh dalam menetapkan seseorang positif terpapar Covid-19. Ada orang yang tak positif, namun saat meninggal dunia dimakamkan dengan protokol penanganan Covid-19. Ketika hasil uji swab keluar, ia negatif. Yang keluar dari mulut gugus tugas sebatas minta maaf.

Belum lagi tidak transparan soal data kasus Covid-19. Makanya jangan heran, jika terjadi kasus perampasan jenazah, karena masyarakat tak percaya dengan kerja gugus tugas.Bukannya melakukan evaluasi dan belajar dari kesalahan, malah kembali melakukan blunder.

Hasil swab yang dikeluarkan gugus tugas melalui Dinas Kesehatan Maluku ternyata berbeda dengan hasil uji Rumah Sakit Siloam. Ketidakberesan kerja gugus tugas itu dibeberkan oleh pengacara Djidon Batmamolin. Anak kandungnya Alvino Batmamolin divonis positif terpapar Virus Corona versi Dinas Kesehatan Maluku.

Tak percaya dengan hasil yang dikeluarkan Dinas Kesehatan, Djidon membawa anaknya untuk melakukan swab test di Rumah Sakit Siloam.

Baca Juga: Menuntut Keseriusan Jaksa

Ketidakpercayaan Djidon terbukti. Hasil uji swab dari Rumah Sakit Siloam menyatakan Alvino negatif Covid-19.  Hal ini membuat Djidon geram, dan membawa masalah ini ke jalur hukum.

Beruntung saja Djidon memiliki uang untuk melakukan swab test di rumah sakit lain. Sebab, jika ingin melakukan swab di rumah sakit swasta seperti Siloam harus mengeluarkan uang Rp 2,5 juta. Tapi bagaimana dengan masyarakat kecil yang hidupnya pas-pasan?

Banyak warga divonis positif Covid-19, tetapi tak pernah mendapatkan bukti hasil uji laboratorium dari gugus tugas. Selama ini gugus tugas hanya mengumumkan seseorang terkonfirmasi positif terkena Virus Corona hanya sebatas daftar dan surat keterangan tanpa memberikan bukti hasil uji laboratorium.

Soal perbedaan hasil swab, Kepala Dinas Kesehatan Maluku, Meikyal Pontoh membela diri. Alasannya sederhana, saat diswab di rumah sakit lain pasien sudah sembuh, sehingga hasil uji swabnya negatif. Kelihatan sekali sangat menyederhanakan masalah, ketika kesalahan fatal dilakukan.

Kalangan DPRD Maluku kembali mengkritik tajam kerja Dinas Kesehatan dan gugus tugas dalam penanganan Covid-19. Hasil swab yang berbeda bisa membuat masyarakat tidak percaya terhadap Virus Corona. Kasus ini akan menjadi preseden buruk dalam penanganan Covid-19.

Gugus tugas dan Dinas Kesehatan harus lebih profesional dalam mentaati UU Kesehatan dengan mengormati dan menjunjung tinggi hak-hak pasien. Dalam  penanganan  Covid-19 tetap harus mengacu pada peraturan perundang-undangan dan harus lebih akuntabel.

Jangan salahkan masyarakat jika muncul  kecurigaan, kalau ada permainan dalam penetapan seseorang positif Covid-19 akibat blunder yang dilakukan dan ketidaktransparanan dalam penanganan Covid-19 oleh gugus tugas.

Publik mendukung langkah hukum yang dilakukan oleh warga terhadap Gugus Tugas Penanganan Covid-19 dan Dinas Kesehatan Maluku atas kesalahan fatal yang dilakukan. Jalur hukum sudah saatnya menjadi sarana untuk menggugat gugus tugas dalam penanganan Covid-19. Tak bisa dibiarkan terus membuat kesalahan tanpa ada efek jera. Seakan gugus tugas kebal hukum.

Pihak kepolisian juga harus melakukan tindakan hukum terhadap gugus tugas kalau ada laporan masyarakat. Proses hukum harus dilakukan agar siapapun tidak semena-mena bertindak, karena merasa memiliki kekuasaan.

Gubernur juga harus melakukan evaluasi terhadap perangkat yang ada di gugus tugas. Jangan hanya sebatas mendengar dan menerima laporan. Sebab, terkadang laporan yang disampaikan asal bapak senang (ABS). Cross check penting dilakukan untuk menguji setiap laporan yang disampaikan. (*)