Sederet kasus dugaan korupsi masih di meja Ditreskrimsus Polda Maluku. Belum juga bisa dituntaskan. Kapolda berganti, Direktur Reskrimsus juga berganti, namun penanganan kasus-kasus itu tak ada kemajuan.

Banyak kasus yang lama belum tuntas, sudah membidik kasus baru. Mengejar kasus, namum penyelesaiannya tak jelas.

Sebut saja kasus dugaan korupsi penyaluran cadangan beras pemerintah (CBP) Pemkot Tual tahun 2016-2017. Kasus ini dilaporkan ke Polda Maluku oleh Hamid Rahayaan selaku Plt Walikota Tual, dan warga Tual Dedy Lesmana pada Selasa, 19 Juni 2018 lalu, dengan terlapor Walikota Tual Adam Rahayaan.

Dalam laporannya disebutkan, Adam Rahayaan sebagai walikota diduga telah melakukan penipuan dan pembohongan atas CBP di Kota Tual. Ia menyalahgunakan kewenangannya selaku Walikota Tual, yang dengan sengaja membuat berita palsu guna mendapatkan CBP.  Selain itu pula, beras yang telah didistribusikan sebanyak 199.920 kg, sepanjang tahun 2016-2017 tidak pernah sampai kepada warga yang membutuhkan.

Ada lagi kasus dugaan korupsi pengadaan empat unit speedboat tahun 2015 di Dinas Perhubungan Kabupaten Maluku Barat Daya. Kasus senilai Rp 1.524.600.000 yang diduga melibatkan Kadis Perhubungan saat itu Deniamus Orno alias Odie Orno, telah diusut sejak tahun 2017, namun hingga kini tak ada kepastian hukum.  Kasus lama lainnya adalah  dugaan korupsi di Perusahaan Daerah Panca Karya. Dugaan korupsi dilaporkan awal Maret 2018 lalu oleh Rury Moenandar saat menjabat Ketua Badan Pengawas Panca Karya.

Baca Juga: Kampanye Yang Santun

Dalam laporan tersebut dibeberkan sejumlah fakta penyimpangan yang berdampak pada kerugian Panca Karya saat dipimpin Afras Pattisahusiwa. Diantaranya, tunggakan biaya docking kepada Dok Perkapalan Waiyame sebesar Rp. 1.285.613.300  per 11 Juli 2018.

Biaya docking kapal merupakan salah satu biaya operasional yang dibiayai oleh subsidi angkutan pelayaran perintis, dan telah dibayarkan oleh Satker Perhubungan Darat Provinsi Maluku Kementerian Perhubungan. Namun anehnya, terjadi tunggakan biaya docking. Selain itu, diduga terjadi pungli yang dilakukan oleh oknum pejabat Panca Karya.

Saat awal diusut, penyidik Ditreskrimsus gencar melakukan pemeriksaan. Penggeledahan juga dilakukan di ruang kerja Afras Pattisahusiwa yang saat itu menjabat Direktur Utama Panca Karya. Namum setelah itu, kasusnya seperti hilang ditelan bumi.

Kasus terbaru yang kini dibidik Ditreskrimsus yaitu tukar guling lahan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Provinsi Maluku dengan lahan milik Yayasan Poutech Hong Tong di Poka, Kecamatan Teluk Ambon tahun 2018 silam.

Gedung dan lahan Perpustakaan  serta Kearsipan Provinsi Maluku sejak ditukar guling sudah dihapus dari aset daerah. Saat BPK melakukan audit, ditemukan kerugian negara sebesar Rp 3 milyar. Dugaan suap dalam proses tukar guling juga tercium.

Sejumlah pihak sudah diperiksa. Mereka diantaranya, mantan Gubernur Maluku, Said Assagaff, mantan Ketua DPRD Maluku Edwin Huwae, mantan Ketua Komisi I DPRD Maluku periode 2014-2019, Melkias Frans. Namun perkembangan penyelidikan kasusnya tak jelas. Ditreskrimsus malah terkesan tertutup.

Komitmen Polda Maluku untuk menuntaskan kasus korupsi yang diusut patut dipertanyakan. Komitmen jangan hanya sebatas omongan tanpa realisasi. Polisi harusnya memegang teguh komitmen. Transparan sangat penting. Terbukalah ke publik soal perkembangan kasus-kasus korupsi yang diusut. Apalagi yang sudah di tahap penyidikan. Sikap tertutup akan memunculkan prasangka negatif.

Apa audit kerugian negara menjadi kendala? Ditreskrimsus harusnya proaktif melakukan koordinasi dengan BPK atau BPKP yang melakukan audit. Jangan hanya menunggu. Jika memang polisi punya komitmen yang sungguh untuk menuntaskan kasus-kasus itu.

Kasus-kasus yang diusut harus dituntaskan agar ada kepastian hukum. Jangan dibiarkan terkatung-katung. (*)