Beberapa waktu lalu, publik Maluku khususnya Kota Ambon dikagetkan dengan adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp 5,3 miliar terkait penyelewengan anggaran di Sekretariat DPRD Kota Ambon Tahun 2020. Dan dari temuan tersebut, Kejaksaan Negeri (Kejari) Ambon membentuk tim untuk mulai melakukan penyelidikan.““Kurang lebih tiga bulan, Tim Penyelidik Kejari Ambon  melakukan penyelidikan, sudah 34 orang anggota legislative yang dimintai keterangannya, tiga  orang pihak swasta,  40 orang  ASN dan 5 orang panitia lelang. Namun hingga kini belum juga ada perkembangan penyelidikan.

“Dalam proses penyelidikan, Tim Penyelidik menemukan adanya perbuatan melawan hukum serta upaya pengembalian kerugian keuangan negara dan dari data pihak Pemkot, ada sejumlah dana yang dikembalikan ke Kas Pemkot sebesar Rp 1,5 miliar, ada juga Rp 400 juta di Bendahara DPRD. Akankah penyelidikan kasus ini dihentikan pasca adanya pengembalian kerugian keuangan negara ?.

Menurut Kajari Ambon, Dian Fris Nalle, kasus ini akan diekspos di Kejati Maluku karena kasusnya menarik perhatian publik. Namun sudah satu minggu pihak Kejati Maluku belum juga menentukan jadwal untuk melakukan ekspos ““Jika Kejati Maluku dalam pekan ini menetapkan jadwal ekspos kasus dugaan korupsi penyelewengan anggaran di Sekretariat DPRD Kota Ambon senilai Rp 5,3 miliar, apakah akan bernasib sama dengan kasus dugaan korupsi Pembangunan Gedung Kampus MIPA Unpatti,  yang dihentikan proses penyelidikannya pasca diekspos di Kejati Maluku ?.

Dalam pasal 4 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyatakan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan pidananya pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud pasal 2 dan 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Itu artinya bahwa pengembalian keuangan negara itu bukti terjadinya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh oknum-oknum di DPRD Kota Ambon. Pengembalian keuangan negara itu juga  tidak menghapus perbuatan pidana yang sudah dilakukan.

Jaksa seharusnya tidak berlarut-larut dalam penanganan kasus tersebut, karena bukti dugaan korupsi sudah ada, dimana proses pengembalian keuangan negara yang dilakukan itu tentunya akan menjadi bahan pertimbangan di pengadilan. “UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merupakan suatu delik formil, artinya ketika perbuatan pelaku telah memenuhi unsur pidana korupsi maka pelaku sudah dipidana, tidak perlu harus timbul sebab akibat.

Baca Juga: KPK Cari Bukti Gratifikasi Tagop

Jaksa diharapkan tidak diskriminasi dan tebang pilih. Kasus dugaan korupsi penyelewengan anggaran di Sekretariat DPRD Kota Ambon sebesar Rp 5,3 miliar ini harus ditingkatkan ke penyidikan dan segera ditetapkan tersangkanya, agar publik tidak apatis dan menilai buruk kinerja jaksa baik di Kejari Ambon maupun Kejati Maluku dalam penanganan kasus-kasus dugaan korupsi yang diduga dilakukan oleh oknum-oknum pejabat di kota ini. Jangan menjadikan hukum tumpul keatas dan tajam kebawah. (*)