AMBON, Siwalimanews – Setelah ramai diberitakan di media masa dan media sosial serta ruang publik lainnya, kasus dugaan pembalakan hutan secara ilegal (illegal logging) oleh CV Sumber Berkat Makmur (SBM) di petuanan adat Desa Sabuai yang bertopeng perkebunan pala kini mendapat tanggapan serius dari Moluccas Democratization Watch (MDW).

Lembaga yang selalu konsisten dalam mengadvokasi kepentingan publik ini akhirnya melaporkan  CV. SBM dengan delik aduan dugaan tindak pidana perusakan lingkungan hidup oleh perusahan tersebut ke Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Maluku.

Sebelumnya warga adat Sabuai memprotes aktivitas CV. SBM karena dianggap merusak lingkungan hidup dan situs-situs adat seperti kuburan leluhur pada areal yang menjadi aktivitasnya. Akibat protes itu, sekitar 26 warga adat Sabuai ditahan di Polsek Werinama namun kemudian dipulangkan, namun dua warga adat kemudian ditetapkan sebagai tersangka.

Setelah beberapa minggu kasus ini diproses beberapa kalangan di berbagai instansi tak kunjung memberi titik terang, akhirnya Lembaga Kalesang Lingkungan Maluku menempuh jalur hukum dengan melaporkan CV. SBM ke Reskrimsus Polda Maluku.

Koordinator Monitoring dan Advokasi MDW, Collin Leppuy menjelaskan, pelaporan pidana ini adalah bentuk respons moral dan etik lembaganya terhadap krisis ekologi yang terjadi di petuanan adat Desa Sabuai akibat dari aktivitas CV SBM yang telah menimbulkan kerugian lingkungan dan sosial.

Baca Juga: KPUD: Pilkada 2020 TPS di Bursel Berkurang

“Hemat kami, aktivitas CV SBM telah menimbulkan kerugian lingkungan dan ketidakseimbangan ekologis di hutan yang menjadi petuanan adat masyarakat Sabuai. Disamping kerugian lingkungan, juga kerugian sosial karena dampaknya dirasakan warga Sabuai secara langsung seperti banjir dan longsor. Karena itu kami merespons kegelisahan masyarakat Sabuai dengan mempidanakan CV. SBM dan secara resmi dilaporkan ke Ditreeskrimsus Polda Maluku,” jelas Leppuy dalam rilisnya yang diterima redaksi Siwalimanews, Selasa (10/3).

Dijelaskan, pihaknya mempidankan CV SBM dengan delik aduan perusakan lingkungan hidup ini, karena mereka (CV. SBM) beraktivitas di petuanan Desa Sabuai tanpa adanya dokumen Amdal.

“Setelah kami telusuri dengan mengkaji sejumlah data terkait perusahaan ini, kami menemukan bahwa ternyata CV. SBM beroperasi di atas 1.183 hektar areal konsesi tanpa adanya dokumen Amdal sebagai syarat prinsipil dan izin pemanfaatan hasil hutan kayu dan hutan alam sebagaimana ditekankan dalam ketentuan Pasal 22 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” jelasnya.

Dalam UU itu kata Leppuy menegaskan, setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal. Syarat itu pula ditegaskan dalam pasal 3 ayat (3) butir (a) Permen LHK Nomor P.38/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2019 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

Pasal itu juga menyebutkan jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi jenis rencana usaha dan/atau kegiatan sebagaimana tercantum dalam lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan menteri ini.

Pada lampiran I tentang daftar jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup pada bidang kehutanan yaitu untuk usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (UPHHK) dan hutan alam (HA) diharuskan memiliki izin amdal pada semua besaran/sakala luas areal konsesi lahan.

“Berdasarkan ketentuan itu, maka dalil kami adalah UPHHK dan HA yang tidak kantongi izin amdal apalagi sampai menimbulkan kerusakan lingkungan hidup adalah perbuatan pidana perusakan lingkungan hidup sebagaimana yang dipraktekkan oleh CV SBM di petuanan adat Desa Sabuai,” urainya.

Menurutnya, untuk perkebunan pala yang dilakukan CV SBM memang tidak perlu amdal tetapi hanya UKL-UPL saja sesuai Permen LHK Nomor P.38/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2019 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang menjelaskan dalam lampiran I tentang daftar jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup khususnya di sektor pertanian.

Pada jenis kegiatan budidaya tanaman pangan dengan atau tanpa unit pengolahannya untuk skala besaran konsesi lahan dibawah 2000 hektar. Namun ketika CV. SBM mulai mengambil kayu, maka wajib memiliki dokumen Amdal sesuai peraturan ini. Pasalnya, dalam peraturan ini, amdal untuk sektor kehutanan pada jenis kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu dan hutan alam berlaku untuk semua besaran atau skala konsesi lahan dan CV SBM tidak mempunyai dokumen amdal, disinilah letak pidana perusakan lingkungannya.

‘Oleh sebab itu, melalui laporan ini, kami desak agar pihak Ditreskrimsus Polda Maluku panggil, periksa dan beri sanksi hukum yang tegas kepada CV SBM karena melakukan penebangan hutan tanpa dokumen amdal dan itu pidana murni,” bebernya.

 

Ditambahkan, dalam Laporan pidana ini, MDW juga minta kepada pihak Direskrimsus untuk memanggil dan memeriksa pihak-pihak terkait seperti Kepala Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten SBT, Kepala Dinas Lingkungan Hidup provinsi dan Kbaupaten SBT, Bupati SBT, dan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Seram Bagian Timur.

“Saya berharap kasus ini jangan dijadikan komoditi politik oleh siapa saja, sebab yang rugi adalah saudara kita di Sabuai. Mari kita lihat kasus ini dari perspektif ekologis sebab ini murni perusakan lingkungan hidup,” cetusnya.(S-21)