AMBON, Siwalimanews – Majelis hakim Pengadilan Tin­dak Pidana Korupsi Ambon me­nolak eksepsi atau nota kebera­tan Raja Porto Marthen Abraham Nanlohy, dalam sidang lanjutan kasus korupsi DD dan ADD tahun 2015-2017 di Pengadilan Negeri Ambon, Rabu (21/10).

Ketua majelis hakim Jenny Tu­lak menyatakan, eksepsi ter­dakwa sudah masuk dalam po­kok perkara sehingga sidang tetap dilanjutkan.

Putusan tersebut juga sesuai dengan permintaan Jaksa Penun­tut Umum (JPU) Ardy yang me­minta kepada Majelis Hakim me­nolak seluruh keberatan yang di­sampaikan pengacara terdakwa.

JPU menganggap seluruh ek­sepsi dari penasehat hukum ter­dakwa, telah masuk dalam ranah pokok perkara, sehingga lebih te­pat dibuktikan dalam persida­ngan.

“Kami berpendapat bahwa se­luruh isi eksepsi dari penasehat hukum para terdakwa telah ma­suk dalam ranah, sehingga me­nurut penuntut umum akan lebih tepat untuk dibuktikan di dalam pemeriksaan pokok perkara,” kata Ardy.

Baca Juga: Raja Porto dan Sejumlah Saksi Diperiksa Jaksa

Menurutnya, surat dakwaan pe­nuntut umum telah memenuhi syarat baik formil maupun materiil, sehingga JPU meminta hakim untuk melanjutkan pemeriksaan pokok perkara tersebut.

“Dakwaan penuntut umum yang telah dibacakan dalam persida­ngan, telah memenuhi syarat baik formil maupun materiil sesuai de­ngan ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf a dan b KUHAP sehingga pe­nuntut umum meminta, majelis ha­kim yang memeriksa dan meng­adili perkara ini untuk melanjutkan persidangan dengan pemeriksaan pokok perkara,” katanya.

JPU lalu meminta majelis hakim tetap melanjutkan persidangan untuk melanjutkan pemeriksaan terhadap pokok perkara dengan menghadirkan terdakwa, alat dan barang  bukti.

Sebelumnya, tim penasehat hu­kum Raja Porto, Kecamatan Sapa­rua, Kabupaten Malteng, Marthen Abraham Nanlohy, menilai dak­waan jaksa yang menyatakan Nan­lohy terlibat korupsi DD dan ADD Porto tahun 2015-2017 prematur.

Menurut koordinator penasehat hukum Nanlohy, Rony Samloy,  ha­sil investigasi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) tidak di­temukan ada unsur kerugian negara.

Selain itu, kerugian negara su­dah dikembalikan senilai Rp 383 juta. Sementara, dalam dakwaan menyebutkan kerugian negara hanya Rp 323 juta.

“Pengembalian sudah melebihi kerugian dalam dakwaan,” ujar Samloy dalam sidang dengan agen­da eksepsi tim penasehat hukum terhadap dakwaan jaksa, Rabu (7/10), di Pengadilan Tipikor Ambon.

Samloy menuturkan, pengem­balian kerugian negara itu sejak tahun lalu, sebelum putusan hakim terhadap Salmon Noya selaku bendahara dan Hendrik Latupe­rissa selaku sekretaris Negeri Porto. “Jadi tidak ada lagi unsur kerugian negara. Atas dasar apa dia dijerat?,” tandasnya.

Dalam eksepsinya, dia juga menyebut secara konstitusional yang berhak mengaudit adalah pihak BPKP, bukan ahli Poltek. “Ahli konstruksi itu punya kewenangan menghitung volume pekerjaan, bukan kerugian negara,” ujar Samloy.

Dia lalu merincikan pengem­balian kerugian negara itu. Perta­ma, sebelum penyelidikan dilaku­kan dikembalikan uang senilai Rp. 75 juta. Kemudian, uang sebesar Rp. 119 juta dimasukkan dalam Sisa Lebih Pengguna Anggaran (SiLPA).

Lalu, Rp. 70 juta dikembalikan se­belum putusan terhadap Salmon Noya selaku bendahara dan Hen­drik Latuperissa selaku sekretaris negeri Porto.

Bahkan, dia menyebut telah mengembalikan uang sejumlah Rp. 119 juta kepada Kacabjari Ambon di Saparua saat itu, Leonard Tuankotta secara langsung.

“Mantan Kacabjari yang minta langsung dikembalikan, ada saksi jaksa lain waktu itu,” ujar Samloy.

Beberkan

Jaksa Penuntut Umum Ardi membeberkan peran Nanlohy dalam melakukan perbuatan mela­wan hukum terhadap pengelolaan keuangan Negeri Porto Tahun 2015 hingga 2017 secara tidak benar dan akuntabel.

Jaksa menyebut, modus yang digunakan Nanlohy adalah mani­pulasi volume maupun harga bahan, sehingga antara nilai harga riil yang dialokasikan secara nyata di lapangan tidak sama dalam laporan pertanggung jawaban.

Nanlohy diangkat menjadi raja tanggal 30 November 2017 ber­sama Salmon Noya selaku benda­hara dan Hendrik Latuperissa. Ketiganya telah memperkaya diri sendiri, dengan merugikan negara hingga Rp 328 juta.

Jaksa lalu membidik Nanlohy dengan pasal tindak pidana ko­rupsi. Nanlohy didakwa melanggar pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberan­tasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Untuk diketahui, pada tahun 2015, 2016 dan 2017 Pemerintah Negeri Porto mendapat DD dan ADD sebesar Rp 2 miliar. Anggaran tersebut diperuntukan bagi pembangu­nan sejumlah item proyek, diantaranya, pembangunan jalan setapak, pembangunan jembatan penghubung dan proyek posyandu. (Cr-1)