SEJAK tahun 2019, Kejaksaan Negeri Buru belum mampu menuntaskan kasus dugaan korupsi dana MTQ ke-47 Provinsi Maluku di Namrole.

Empat tahun penanganan kasus ini mangkrak dan tidak ada kejelasannya bahkan tidak diketahui progressnya dalam kasus ini Kejari sudah menetapkan tersangka.

Kasus yang merugikan keuangan negara Rp 9 miliar ini, secara bergilir oleh tiga Kepala Kejaksaan Negeri Buru dan terakhir oleh Muhtadi di tahun 2021 dan sekarang oleh M Pakaja namun kasus dugaan mark up dana MTQ  hingga kini belum tuntas alias mandek.

diketahui, mandeknya penanganan kasus ini karena adanya mutasi Kepala Kejaksaan Negeri Buru Muhtadi. Dia dipromosikan sebagai  Jaksa Ahli Madya pada Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung.  Ia akan mengemban tugas sebagai Atase Hukum Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Arab Saudi berkedudukan di Riyadh.

Penganti Muhtadi M Hasan Pakaja yang saat ini Koordinator pada Kejati Gorontalo. Kepergian Muhtadi meninggalkan pekerjaan rumah kasus Tindak Pidana Korupsi dana MTQ Tingkat Provinsi Maluku ke-27 di Namrole, Kabupaten Buru Selatan yang merugikan negara Rp.9 miliar lebih terakhir oleh Muhtadi di tahun 2021 lalu, namun kasus dugaan mark up dana MTQ  hingga kini belum tuntas alias mandek.

Baca Juga: Dugaan Korupsi 24,5 Miliar di SBB Terkuak

Walau  telah ditetapkan tiga orang tersangka, kasus ini masih jalan tempat  dan belum mampu ditingkatkan ke penuntutan, karena jaksa masih terus berkutat dengan saksi – saksi baru serta masih menuggu hasil akhir perhitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP Perwakilan Maluku.

Kajari Buru, Muhtadi yang mengakhiri masa jabatan, Jumat (25/2) nanti menyampaikan kinerjanya yang telah dilaksanakan pada tahun 2021 lalu dan awal tahun 2022 ini serta dugaan  TPK apa saja yang menjadi PR yang belum terselesaikan.

Untuk kasus TPK dana MTQ  ini terakhir tanggal 12 Februari  jaksa melakukan pemeriksaan terhadap salah satu saksi yang ada di Jakarta, berinisial HSO.

Saksi ini merupakan suplayer vendor dari kegiatan MTQ Provinsi Maluku ke-27 tahun 2017 yang dilaksanakan di Namrole, Kabupaten Buru Selatan.

HSO sudah banyak terlibat dalam kegiatan MTQ pada beberapa kota di Maluku, dia digandeng oleh tiga tersangka penyalahgunaan dana MTQ untuk menjadi bagian dalam kegiatan di Bursel.

Yang masih  kurang adalah ahli dari LKPP dimana pihaknya sudah menyurati dan berkoordinasi dengan LKPP. diharapkan bisa dilakukan penunjukan oleh LKPP siapa ahlinya.

Mangkraknya kasus dugaan korupsi dana MTQ ini membuat sejumlah kalangan meminta Kejaksaan Tinggi Maluku mengambil alih penanganan kasus yang sudah dari tahun 2019 lalu dilakukan penyelidikan dan penyidikan namun jalan tempat.

Praktisi hukum, Munir Kairoti mengatakan, sangat disayangkan kinerja Kejaksaan Negeri Buru yang hingga tahun 2019 hingga saat ini belum berhasil menuntaskan kasus dugaan mark up dana MTQ tersebut.

Bila kinerja Kejari Buru seperti ini maka Kejaksaan Tinggi Maluku sebagai intansi diatas mestinya tegas terhadap Kejari Buru, sebab masyarakat akan menilai buruk kinerja kejaksaan dalam menuntaskan kasus korupsi.

Kejaksaan Tinggi memiliki tugas dan kewenangan untuk melakukan supervisi yang ketat terhadap perilaku kejari-kejari di wilayah hukum Provinsi Maluku  termasuk Kejari Buru.

Kejati tidak boleh membiarkan praktik-praktik seperti ini terjadi di Maluku, sebab akan mencoreng nama institusi dalam penegakan hukum apalagi Presiden Joko Widodo dalam berbagai kesempatan mengingatkan kejaksaan dan kepolisian untuk serius menangani kasus korupsi.(*)