Pemerintah Provinsi Maluku harus bijak menentukan Direktur RS Haulussy yang baru menggantikan Nazaruddin yang telah dipecat.

Nazaruddin dinilai tak mampu mengelola RS milik daerah Maluku itu. Dalam masa kepemimpinannya RS semakin memprihatinkan. Bahkan upaya Pemprov untuk menjadikan rumah sakit milik daerah itu bertaraf internasional hanyalah isapan jempol semata.

Ketika mengalami perubahan menjadi Badan Layanan Umum Daerah, tata kelola rumah sakit rujukan ini boleh dibilang terancam bangkrut, akibat banyak masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan baik, mulai dari masalah obat-obatan yang habis, hutang pihak ketiga yang belum dibayar dan fatalnya lagi hak-hak ratusan tenaga kesehatan belum dibayarkan.

Kebijakan Pemprov Maluku mencopot Nazaruddin dari jabatannya sebagai Direktur RS Haulussy merupakan langkah yang tepat guna menyelamatkan RS Haulussy milik daerah Maluku ini dari kebangkrutan.

Kondisi tata kelola RSUD Haulussy yang memprihatinkan ini disentil Ketua Fraksi Partai Gerindra Andi Munaswir. Dia meminta perhatian serius Pemerintah Provinsi Maluku terhadap kondisi RS Haulussy.

Kondisi RS Haulussy sangat memprihatinkan dengan sejumlah masalah yang hingga saat ini belum dituntaskan. Dan boleh dibilang tata kelola RS Haulussy masih sangat ketinggalan jika dibandingkan dengan RS Kabupaten dan Kota lain di Maluku.

Padahal persoalan tata kelola RS Haulussy ini telah berulang kali disoroti dalam pandangan akhir fraksi di setiap penetapan APBD oleh anggota DPRD Maluku.

Ironisnya, pasien-pasien yang berasal dari keluarga kurang mampu dan pasien BPJS harus membeli obat dari luar rumah sakit dengan biaya pribadi, akibat dari tidak tersedianya obat-obatan di rumah sakit tersebut..

Sungguh ini suatu kondisi yang sangat menyakitkan hati, karena itu Pemprov Maluku agar responsif dan segera menyelesaikan agar masyarakat dapat merasakan pelayanan di RS dengan baik.

Harus diakui, manajemen RS Haulussy tidak mampu mengelola rumah sakit dengan status BLUD, maka salah satu alternatif yang da­pat ditempuh jika ingin rumah sakit rujukan di Maluku ini kembali ber­tahan, hanya dengan mengubah status BLUD yang disandang itu.

Jika status BLUD tidak diubah, ke depan hampir dipastikan RS Haulussy akan mengalami kebangkrutan, dan bila itu terjadi, maka akan merugikan daerah maupun masyarakat yang selama ini membutuhkan pelayanan.

Masyarakat tentu mengharapkan semua pihak termasuk Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, dapat memperhatikan persoalan RSUD Haulussy agar dapat dicarikan solusi minimal dengan mengambil alih pengelolaannya.

Kita tentu saja prihatin dengan kondisi RSUD Haulussy satu-satunya rumah sakit rujukan milik Provinsi Maluku harus bangkrut. Karena itu, Pemprov Maluku harus segera menentukan Direktur RS yang tepat, pengelolaan rumah sakit ini harus ditangan yang tepat dan bukan sebaliknya memanfaatkan jabatan untuk meraup keuntungan.

Manajemen rumah saksi harus juga dirubah, jika selama ini tidak mengalami perkembangan, maka pimpinan rumah sakit adalah orang yang betul-betul memiliki kapasitas dan kapabilitas mengembangkan rumah sakit tersebut.

Kita berharap ditangan pimpinan RS Haulussy yang baru dan manajemen yang juga diubah oleh orang-orang yang memiliki kapabilitas, kapasitas dan kemampuan maka segala masalah yang terjadi di rumah sakit ini bisa diselesaikan dengan baik, termasuk hak-hak ratusan tenaga kesehatan yang belum dibayarkan. Semoga (*)