AMBON, Siwalimanews – Puluhan mahasiswa yang ter­gabung dalam Gerakan Maha­sis­wa Buru, melakukan demon­strasi di Pengadilan Negeri Ambon, Selasa (3/11).

Mereka memin­ta majelis hakim menghadirkan Bupati Buru, Ram­ly Umasugi da­lam sidang ka­sus du­gaan ko­rupsi pe­nyalahgunaan pengelo­laan ke­uangan daerah Kabupaten Buru tahun 2016-2018 yang me­ru­gikan negara Rp. 11.328.487.705,00.

“Kami membutuhkan loyalitas dan integritas Pengadilan Negeri Ambon untuk mengusut tuntaskan kasus ini,” teriak Suryadi Lama­ngga, koordinator aksi demo.

Lamangga menegaskan, nama bupati tercatat dalam berita acara pemeriksaan (BAP) terdakwa eks Sekda Buru Ahmad Assagaf, na­mun bupati tidak pernah diha­dirkan sebagai saksi.

Para pendemo juga mendesak Gu­bernur Maluku, Murad Ismail se­gera memecat istri kedua Bupati Uma­sugi, Syainun Hentihu yang sta­tusnya sebagai ASN, karena berten­tangan dengan undang-undang.

Baca Juga: Maluku Dijatahi 1,1 Juta Vaksin Corona

Setelah berorasi sejak pukul 09.00 WIT hingga 10.30 WIT,  Ketua Pengadilan Negeri Ambon Achmad Hukayat, didampingi Jaksa Penun­tut Umum Ahmad Atamimi mene­mui mereka.

Hukayat menjelaskan, hakim memeriksa terdakwa berdasarkan surat dakwaan dari jaksa. Ia me­minta agar pendemo mengawal proses persidangan kasus dugaan korupsi penyalahgunaan pengelo­laan keuangan daerah Kabupaten Buru dengan terdakwa Ahmad Assagaf dan mantan bendahara, La Joni.

“Biarkanlah proses tersebut ber­jalan dengan baik dan rekan-rekan bisa nantinya kawal dalam tahap tersidangan tersebut,” ujarnya.

Usai mendengar penjelasan tersebut, Suryadi Lamangga me­nye­rahkan pernyataan sikap me­reka, yaitu meminta hakim segera me­manggil Bupati Buru Ramly Uma­sugi untuk dimintai ketera­ngan peri­hal dugaan tindak pidana korupsi uang makan minum dan SPPD fiktif tahun 2016, 2017 dan 2018.

Mereka juga meminta majelis hakim lebih profesional dalam pe­nanganan dugaan korupsi dimak­sud agar dapat mengungkapkan dan menuntaskan sampai ke akar-akarnya.

Usai menyerahkan pernyataan sikap, para pendemo membubar­kan diri.

Sementara Humas PN Ambon, Lucky Rombot mengatakan, tujuan pendemo sangat baik, karena men­dukung dan menunjang ma­jelis hakim dalam menuntaskan kasus dugaan korupsi uang ma­kan minum dan SPPD fiktif di Sekretariat Pemkab Buru.

“Demo mereka dengan maksud baik, maka baik juga tanggapan pengadilan,” ujarnya.

Maksud  menunjang itu, kata Rombot, karena dalam surat izin dari kepolisian tertulis tujuan pendemo mendukung majelis ha­kim dalam menyidangkan perkara korupsi tersebut.

Soal permintaan pendemo agar hakim menghadirkan Bupati Buru dalam persidangan, Rombot me­nga­takan, hal itu tergantung jaksa. “Jadi semuanya tergantung jaksa atau terdakwa itu sendiri,” jelasnya.

Untuk diketahui, dalam persida­ngan terungkap kalau dana Rp 11 miliar juga turut mengalir ke bupati.

Saksi Ibni Ayu Riesta Ternate yang dihadirkan oleh jaksa menga­ku, setiap bulan mengantar am­plop yang berisi uang ke pendopo  bupati.

Dia mengaku, ada  amplop yang diserahkan terdakwa La Joni Ali. Hal itu, berlangsung setiap bulan selama dia bertugas sebagai sekretaris bupati.

“Saya terima dari bendahara pa La Joni, katanya atas perintah pa Sekda, waktu itu,” ungkap saksi menjawab pertanyaan jaksa.

Riesta mengaku, tahu jumlah uang di setiap amplop yang diti­tipkan bendahara. “Ada yang 113 juta, 114 juta, ada 115 juta, juga Rp 130 juta, tapi di kisaran itu saja,” ujarnya.

Sayangnya Riesta mengaku tidak tahu, apakah uang yang diti­tipkan melalui Saiful, ajudan bupati atas perintah bupati atau siapa.

“Yang saya tau hanya disuruh bendahara pa La Joni, pak untuk di­sampaikan ke Ibu (istri bupati),” ungkapnya.

Dia mengatakan, uang yang diberikan itu adalah Dana operasional Kepala Daerah (KDH). “Yang saya tahu itu dana operasional, karena tertulis di amplopnya pak,” ujarnya.

Dalam persidangan Senin (2/11),  penasehat hukum Ahmad Assagaf, Boy Lesnussa juga meminta jaksa menghadirkan Bupati Ramly Uma­sugi, dan Wakil Bupati Almustafa Besan. “Kami minta bupati dan wakil bupati juga dihadirkan sebagai saksi,” ujar Lesnussa.

Namun, hakim mengatakan be­ban pembuktian dalam hukum pidana ada pada jaksa, sehingga hal itu menjadi wewenang jaksa.

“Memang harus dihadirkan jika memang belum cukup bukti untuk menjerat terdakwa. Tapi semuanya tergantung jaksa mau dihadirkan atau tidak,” ujar hakim. (S-49)