AMBON, Siwalimanews – Luas wilayah administratif Kota Ambon  berkurang sekitar 80 kilometer persegi. Hal ini tentu saja akan berdampak pada Dana Alokasi Umum Kota Ambon menjadi teran­cam atau ikut berkurang.

Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 1979, wilayah Kota Ambon sudah ditetapkan dengan luas 377 Km² atau 2/5 dari luas Pulau Ambon, yang berbatasan dengan petuanan Desa Hitu, Hila dan Kaitetu, Kecamatan Leihutu, Kabupaten Maluku Tengah.

Sementara ada lagi Permendagri Nomor: 59 tahun 2015 tentang Penetapan Batas Wilayah Kota Ambon, yang ditetapkan hanya dengan luas 298,6 Km². Berkurangnya luas wilayah Kota Ambon ini, diketahui pasca terjadinya perebutan tapal batas antara Negeri Rumatiga di Kota Ambon dengan Negeri Wakal, Kabupaten Malteng.

“Jika kita ikuti Permendagri Nomor: 59 ini, maka tentu merugi­kan Kota Ambon dari sisi apapun, baik pemerintahan, politik, anggaran dan lainnya, sebab luas wilayahnya telah berkurang. Untuk itu kita minta Pemkot Ambon harus menjelaskan hal ini,” tandas Ketua Komisi II DPRD Kota Ambon Christianto Laturiuw kepada wartawan di Baileo Rak­yat Belakang Soya, Rabu (12/10).

Menurutnya, jika mengikuti Per­mendagri maka telah terjadi pengu­rangan luas wilayah Kota Ambon. Sementara, tidak ada satu poin pun dalam Permendagri itu, yang me­nyebutkan terkait dasar diterbit­kannya Permendagri tersebut.

Baca Juga: Walikota Instruksikan Tertibkan Preman Pasar

“Sampai sekarang ini masih de­lematis, ini sudah pernah saya sam­paikan hingga ke kementrian, bah­kan ke Pemkot Ambon, namun sampai sekarang belum dapat dijelaskan, sebab sampai saat inipun, tidak ada surat atau dokumen apapun yang menegaskan, bahwa Permendagri itu tidak berlaku. Artinya, kedua aturan itu berlaku, sehingga dasar apa yang dipakai Pemkot Ambon untuk melihat luas wilayah kota ini,” tandasnya.

Dia meminta, tim Pemkot Ambon yang terlibat dalam penyusunan dokumen penetapan batas wilayah antara Kota Ambon dan Maluku Tengah beberapa tahun silam di Jakarta, adalah Asisten I, Alm Jopy Tepalawatin, yang mana pasca meng­ikuti rapat saat itu, tidak dila­porkan hasilnya. Alhasil, tidak ada satupun yang mengetahui perihal pengurangan luas wilayah tersebut.

“Memang atuaran yang lebih tinggi itu Peraturan Pemerintah ketimbang Permendagri. Tapi de­ngan pengurangan ini kan secara otomatis, berpengaruh pada DAU Kota Ambon, mengingat luas wila­yah menjadi salah satu indikator untuk menentukan besar kecilnya DAU bagi suatu daerah. Yang jadi pertanyaan, data DAU yang dikasih ke DPRD itu, berdasarkan acuan yang mana. Jika acuannya PP, maka pertanyaan lagi, bagaimana legalitas Permendagri,” tuturnya.

Permendagri kata Laturiuw, tidak hanya menyebutkan soal luas wila­yah, tetapi juga soal jumlah pendu­duk dan ini telah dikonfirmasi ke Dukcapil, mengingat September 2022 jumlah penduduk Kota Ambon berdasarkan data Capil sebanyak 352 ribu jiwa, Sementara Permen­dagri Nomor 137 tahun 2017, di­samping menyebutkan luas wilayah Ambon 298 KM persegi.

Berdasarkan data Dukcapil Kota Ambon Tahun 2019 yang terupdate 19 April 2020, data penduduk Kota Ambon sebanyak 384.132 jiwa.

“Pertanyaannya, ada peristiwa besar apa yang terjadi, sampai manusia bisa berkurang sebanyak itu. Apakah ada kesalahan sistem, lalu sekarang dasar hukum apa yang dipakai. Sekarang semua acuannya PP. Sementara dalam PP itu, tidak ada satupun item yang menyebutkan Ambon, dengan luas wilayahnya 377. Justru itu hanya tertulis dalam setiap laporan-laporan walikota dan sebagainya,” tandasnya.

Laturiuw meminta, agar masalah ini dibicarakan untuk menentukan, atu­ran mana yang akan dipakai.(S-25)