AMBON, Siwalimanews – Komisi Pemberantasan Korupsi memperpanjang waktu penahanan mantan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy, selama 40 hari ke depan.

Penahanan dilakukan dalam pe­nyi­dikan kasus suap dqna gratifikasi persetujuan izin prinsip pemba­ngunan gerai Alfamidi tahun 2020 di Kota Ambon.

Adapun perpanjangan penaha­nan Walikota Ambon dua periode itu mulai dari tanggal 2 Juni hingga tanggal 12 Juli  sampai 10 Agustus 2022.

Selain RL, sebutan untuk Richard Louhenapessy, tim penyidik KPK juga memperpanjang penahanan pegawai honorer Pemkot Ambon, Andrew E Hehanussa (AEH).

“Agar proses pemberkasan sema­kin lengkap dengan memaksimalkan pengumpulan alat bukti, Tim Pe­nyidik tetap melakukan penahanan untuk tersangka RL dkk selama 30 ha­ri kedepan,” ungkap  Juru Bicara KPK, Ali Fikri kepada Siwalima me­lalui pesan whatsapp, Selasa (12/7).

Baca Juga: Diduga Tilep DD 2 M, Pemdes Asilulu Dipolisikan

Mantan Ketua DPRD Maluku itu masih tetap ditahan di Gedung Merah Putih KPK, sedangkan AEH ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1.

“Tersangka RL ditahan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih, tersangka AEH ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1,” ujarnya.

Tambah 40 Hari

Sebelumnya, tim penyidik KPK menambah 40 hari kepada tersangka mantan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy.

Perpanjangan penahanan dilaku­kan sejak 2 Juni hingga tanggal 11 Juli 2022.

Selain RL, sebutan untuk Richard Louhenapessy, tim penyidik KPK juga memperpanjang penahanan pegawai honorer Pemkot Ambon, Andrew E Hehanussa (AEH).

“Tim Penyidik melanjutkan masa penahanan tersangka RL dkk untuk masing-masing selama 40 hari kede­pan, terhitung 2 Juni 2022 s/d 11 Juli 2022,” ungkap Juru Bicara KPK, Ali Fikri kepada Siwalima melalui pesan whatsapp, Rabu (1/6).

Mantan Ketua DPRD Maluku itu masih tetap dikurung di Gedung Me­rah Putih KPK, sedangkan AEH dita­han di Rutan KPK pada Kavling C1.

“Tersangka RL ditahan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih, dan tersangka AEH ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1,” ujar Fikri.

Menurutnya, perpanjangan pe­nahanan terhadap RL dan AEH ini adalah untuk mengumpulkan alat bukti.

“Kebutuhan perpanjangan pena­hanan ini dalam rangka untuk terus mengumpulkan alat bukti diantara­nya pemanggilan saksi-saksi yang diduga kuat mengetahui perbuatan para tersangka tersebut,” jelas Fikri.

Ali Fikri enggan berkomentar jauh ketika ditanyakan soal sejumlah pejabat Pemkot Ambon yang juga menjadi bidikan KPK.

Resmi Ditahan

Seperti diberitakan, setelah dijem­put paksa dan menjalani proses pe­meriksaan, akhirnya KPK menahan Walikota Ambon 10 tahun itu. RL akan ditahan ini selama 20 hari di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih.

Mantan Ketua DPRD Maluku ini ditahan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap terkait pemberian persetujuan izin prinsip pembangunan cabang usaha retail di Kota Ambon Tahun 2020.

Selain RL, KPK juga menahan tersangka Andrew Erin Hehanussa, pegawai honorer Pemkot Ambon di Rutan KPK pada Kavling C1.

“AR disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1l hurif a atau pasal 5 ayat (1) hurif b atau padal 13 UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberan­tasan Tindak Pidana Korupsi seba­gaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahuh 1999 tentang Pemberantasan Korupsi,” jelas Ketua KPK,  Firli Bahuri dalam konfrensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (13/5) malam.

Sementara itu, kepada Siwalima, Ali Fikri menambahkan, untuk ter­sangka RL dan Amril, Kepala Perwa­kilan Alfamidi disangkakan melang­gar pasak 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberan­tasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Peru­bahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi.

KPK dalam konstruksi perkara menyebutkan, dalam kurun waktu tahun 2020 RL yang menjabat Walikota Ambon periode 2017 sampai 2023 memiliki kewenangan, yang salah satu diantaranya terkait dengan pemberian persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Kota Ambon.

Selanjutnya, tambah jubir, dalam proses pengurusan izin tersebut, diduga tersangka AR sapaan akrab Amri aktif berkomunikasi hingga melakukan pertemuan dengan RL agar proses perizinan bisa segera disetujui dan diterbitkan.

Untuk menindaklanjuti permoho­nan AR ini, kemudian RL memerin­tahkan Kadis PUPR Pemkot Ambon untuk segera memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin diantaranya Surat Izin Tempat Usaha (SITU), Surat Izin Usaha Perdagangan.

Kata jubir, untuk setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan, RL meminta agar penyerahan uang Rp25 juta menggunakan rekening bank milik AEH yang adalah orang kepercayaan RL.

Khusus untuk penerbitan terkait persetujuan prinsip pembangunan untuk 20 gerai usaha retail, AR diduga kembali memberikan uang kepada RL Rp500 juta yang diberi­kan secara bertahan melalui rekening bank milik AEH.

Mantan Ketua DPD Golkar Kota Ambon ini diduga pula menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi dan hal ini masih akan terus didalami lebih lanjut oleh tim penyidik.

Jubir menambahkan, dalam per­kara ini tim penyidik melakukan upaya paksa terhadap RL disalah satu rumah sakit swasta yang berada di wilayah Jakarta Barat.

“Sebelumnya yang bersangkutan meminta penundaan pemanggilan dan pemeriksaan hari ini karena mengaku sedang menjalani perawa­tan medis, namun demikian tim penyidik KPK berinisiatif untuk langsung mengkonfirmasi dan melakukan pengecekan kesehatan pada yang bersangkutan. Dari hasil pengamatan langsung tersebut, tim penyidik menilai yang bersangkutan dalam kondisi sehat walafiat dan layak untuk dilakukan pemeriksaan oleh KPK,” ujarnya.

Garap Dua Kadis

Setelah memeriksa 12 saksi yang terdiri dari penjabat Pemkot Ambon dan Petinggi Alfamidi pekan kemarin, kini giliran Kepala Dinas Kesehatan, Wendy Pelupessy dan Kepala Dinas Parawisata Kota Ambon, Rustam Hayat diperiksa tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi.

Juru bicara KPK, Ali Fikri kepada Siwalima melalui pesan whatsapp, Senin (11/7) mengatakan, selain Pelupessy dan Hayat, tim penyidik KPK juga menjadwalkan memeriksa sejumlah saksi lainnya dari Pemkot Ambon yaitu, Kabid Tata Ruang di Dinas Pekerjaan Umum Kota Ambon, serta tiga ASN yaitu, Dani Hutajulu dan Marthin Thomas serta Moddy Passau.

Disamping itu, lembaga anti rasuah juga memeriksa notaris Eddy Sucela dan pengusaha yang juga pasangan suami istri, Marthin Thomas dan Nessy Thomas Lewa.

Pasutri Marthin dan Nessy Thomas, dikenal sebagai pengusaha yang banyak diberi proyek oleh mantan Walikota Ambon Richard Louhenapessy.

10 tahun RL, sapaan akrab Richard, berkuasa, pasutri Thomas ini mengerjakan sebagian besar proyek yang ada di Pemkot Ambon.

Jubir menambahkan, pemeriksaan para pejabat dan ASN di lingkup Pem­kot Ambon, serta notaris dan Peng­usa­ha ini, dipusatkan di Mako Brimob Polda Maluku, Tantui, Senin (11/7).

Mereka diperiksa sebagai saksi terkait dugaan suap dan gratifikasi izin pembangunan retail Alfamidi di Kota Ambon dengan tersangka RL.

Fikri kembali menambahkan, pemeriksaan masih intensif dilaku­kan tim penyidik KPK untuk meng­gali soal dugaan suap serta gra­tifikasi pada sejumlah proyek di Pemkot Ambon. (S-05)