AMBON, Siwalimanews – Kejati Maluku meningkatkan kasus dugaan korupsi pengadan aplikasi Simdes.id milik puluhan desa di Kabupaten Bursel tahun 2019 dari penyelidikan ke penyidikan.

Pengadaan aplikasi yang diker­jakan CV Ziva Pazia ini, diduga fiktif dan anggaran yang diperuntukan juga mubasir.

Tim penyidik Kejati Maluku telah meng­gelar perkara dan menemukan adanya indikasi dugaan penyalahgunaan keuangan, maka ditingkatkan kasusnya ke penyidikan.

“Kasus ini sementara di tangani penyidik dan ada pada tahap penyi­dikan,” jelas Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Wahyudi Kareba kepada wartawan di Ambon, Rabu (22/9).

Dikatakan, penyidikan kasus ini dilakukan setelah peyidik mengelar ekspos dan menemukan adanya indikasi pelanggaran ditahap penye­lidikan.

Baca Juga: Polisi Serahkan SPDP Korupsi Tukar Guling Lahan Perpustakaan

“Hasil penyelidikan ada indikasi pelanggaran sehingga lewat hasil ekspos dinaikan ke penyidikan untuk pendalaman  lebih lanjut,” ujarnya.

Pada tahap penyidikan ini, lanjut Wahyudi, penyidik akan melaksa­nakan sejumlah rangkaian, mulai dari pemeriksaan saksi hingga perhi­tungan kerugian negara.

“Saksi saksi akan dimintai kete­rangan termasuk koordinasi untuk audit kerugian,” tuturnya.

Berbau Korupsi

Seperti diberitakan sebelumnya, proyek pengadaan aplikasi Sim­des.id milik puluhan desa di Kabu­paten Buru Selatan tahun 2019 diduga berbau korupsi.

Pengadaan aplikasi yang dikerja­kan CV Ziva Pazia ini, diduga fiktif dan anggaran yang dipruntukan juga mubasir.

“Pengadaan aplikasi Simdesa.id puluhan desa di Bursel ini, bisa kita bilang fiktif dan mubasir, bahkan ada indikasi korupsi,” beber sumber di Dinas Pemberdayaan Kabupaten Bursel kepada Siwalima, Jumat (17/6).

Sumber yang wanti-wanti nama­nya dikorankan ini mengungkapkan, pengadaan aplikasi itu didapat begitu saja oleh CV Ziva Pazia atas intervensi dan tekanan dari mantan Bupati Bursel Tagop Sudarsono Soulissa yang dibantu oleh sejum­lah anak buahnya.

Padahal, waktu itu kegiatan peng­adaan aplikasi Simdes.id ini tidak diakomodir dalam APBDes pada setiap desa di Kabupaten Bursel.

“Tetapi karena takut dengan teka­nan Tagop dan anak buahnya, pu­luhan desa pun terpaksa mengako­mo­dir kegiatan itu, kendati ada sebagian desa pun menolak keras untuk mengakomodir kegiatan ini, karena waktu itu masih banyak desa yang belum dijangkau dengan sinyal internet maupun tidak terakomodir dalam APBDes,” ujarnya.

Sumber ini menyebutkan, sesuai nota tagihan dari pihak CV Ziva Pazia, setiap desa wajib menyetor uang sebesar Rp 30.000.000. CV Ziva Pazia mematok harga aplikasi tersebut sebesar Rp 17.500.000, ditam­bah perangkat komputer/laptop sebesar Rp10.000.000 dan Bimtek Rp 2.500.000.

Dari total nilai sebesar Rp30.000.­000 per desa itu, lanjut sumber itu, dikenai pajak PPN 10 % sebesar Rp2.727.272 dan PPH sebesar Rp409.090.

“Dari nilai itu, diduga ada aliran dana berupa fee yang mengalir dari pihak CV. Ziva Pazia ke Tagop dan anak buahnya atas peran mereka dalam membantu pihak CV Ziva Pazia untuk memborong kegiatan yang sama pada puluhan desa itu,” ujarnya.

Namun, setelah CV Ziva Pazia mendapat setoran tiap desa sebesar Rp30.000.000, tenyata banyak item kegiatan fiktif. Khusus untuk aplikasi Simdesa.id senilai Rp17.­500.000 per desa itu telah dikunci oleh admin bernama Victor Puturuhu sejak 2019 lalu, tak lama sejak dilun­curkan sehingga tak bisa diakses isi dari aplikasi itu.

Dari penelusuran media ini pun diketahui, ternyata ada indikasi mark up luar biasa, dalam pengadaan aplikasi ini.  Dimana domain aplikasi ini diperkirakan hanya berkisar Rp200.000, tetapi CV Ziva Pazia mematok harga hingga Rp17.500.000 per desa.

Sementara untuk laptop yang sebagian dibagikan saat pelaksa­naan bimtek yang dibuka oleh Bupati Bursel Tagop Sudarsono Soulissa saat itu, ternyata banyak yang rusak dan tak bisa digunakan.

“Banyak laptop yang rusak dan tak bisa digunakan setelah dibagikan,” bebernya.

Hingga saat ini, ada sejumlah desa yang belum mendapatkan lap­top, padahal uangnya telah lunas disetor ke perusahaan melalui anak buah Tagop.

“Sampai saat ini masih ada desa-desa yang belum kebagian laptop. Padahal uangnya telah disetor lunas,” ucapnya.

Sementara itu, Direktur CV. Ziva Pazia Cornelis Melantunan yang dikonfirmasi Siwalima melalui telepon selulernya, Jumat (17/06) membantah ada aliran dana yang masuk ke kantong Tagop dan anak buahnya sebagai fee.

“Tidak ada Pak, iya tidak ada. Beta ini keluarga hukum, jadi tidak mungkin beta melakukan hal tidak terpuji,” ucap Melantunan.

Menurutnya, tidak ada praktek korupsi maupun gratifikasi dalam pengadaan aplikasi ini, sebab dirinya bekerja secara profesional.

“Beta minta waktu beliau, beta menghadap Pak Bupati di kantor, resmi beta sampaikan beta punya program, lalu Pak Bupati bilang jangan dengan saya, koordinasi dengan dinas supaya bisa dikoor­dinir dan kumpul di aula lalu Beta paparkan produk tersebut,” beber Melantunan.

Ia mengaku, telah menyerahkan laptop secara resmi waktu itu, dan laptop-laptop tersebut dibeli deng­an garansi resmi.

“Kalau saya kasih barang rusak itu salah besar. Karena itu resmi di pakai saat itu juga,” ucapnya.

Kendati begitu, Ia tak membantah bahwa sejak 2019 hingga kini, masih ada sejumlah desa yang belum mendapatkan laptop.

“Kalau untuk yang belum dapat itu karena pada saat kegiatan itu mereka tidak datang hadir,” tutur­nya.

Melantunan juga mengaku tak menghafal betul jumlah desa yang belum mendapatkan laptop, sehing­ga perlu ia cek lagi ke staf program­mernya. Bahkan ia juga mengaku, aplikasi ini memang bermasalah dengan vendor yang ia pakai sebelumnya, yakni Victor Puturuhu.

“Untuk aplikasi, hari itu beta pakai vendor, vendornya itu yang tidak beres. Tapi, tidak apa-apa,” ucap­nya. (S-10)