AMBON, Siwalimanews – Politeknik Negeri Ambon kembali berada di pusaran korupsi. Kampus satu ini tidak pernah lolos dari praktek penyalahgunaan keuangan negara. Seperti sekarang, praktik ko­rupsi diduga terjadi dalam penga­daan alat-alat laboratorium tahun 2019 senilai Rp.9.640.000.000.

Proyek yang melibatkan sejum­lah petinggi poltek termasuk Di­rektur Poltek selaku kuasa peng­guna anggaran ini, mencuat se­telah ada laporan yang masuk ke kejaksaan Tinggi Maluku.

Informasi yang dihimpun Si­walima dari sumber terpercaya di Poltek Ambon menyebutkan, proyek pengadaan barang tersebut fiktif. Pasalnya, anggaran pengadaan barang sudah dicairkan 100 per­sen, tapi barang belum juga da­tang, padahal sesuai kontrak pe­kerjaan harus selesai Desember atau tiga bulan pekerjaan.

“Barang baru datang itu September 2020, ini kan menyalahi ketentuan dari kontrak dan itu diatur dalam Pepres 54 Tahun 2010 yang mengatakan tidak dapat dibe­narkan pembayaran saat peralatan belum ada di tangan pengguna, lalu uang yang dicairkan itu kemana, di bulan September uang muka cair sebesar Rp 1.928.000.000 dan sebelum masa kontrak sudah kese­luruhan pembayaran,” jelas sumber yang enggan namanya dikorankan.

Dikatakan, akibat keterlambatan pengadaan barang tersebut, Politeknik Ambon, harus membayar denda ke ke negara sebesar Rp.1,4 milliar.

Baca Juga: DPRD Malteng Desak Jaksa Beri Efek Jera Kepada Riruma

“Sesuai ketentuan pada Perpres Nomor 16 tahun 2018 tentang pengadaan barang dan jasa milik negara, dimana pengadaan barang melewati batas waktu dari kontrak wajib membayar denda ke negara. Nah, dengan nilai kontrak ini, Politeknik harus membayar 200 juta tiap bulan, dan keterlambatan ini sudah tujuh bulan sehingga totalnya denda 1,4 milliar,” beber sumber.

Pasca dilaporkan, Kejaksaan Tinggi Maluku mulai mengusut dugaan korupsi ini. Sejumlah saksi telah diperiksa salah satunya Senat Politeknik Agus Siahaya sebagai pelapor.

Sumber Siwalima di Kejati Ambon membenarkan pemeriksaan tersebut. Menurutnya pelapor diperiksa Rabu (21/4) kemarin. Dalam pemeriksaan, penyidik menemukan ada indikasi pelanggaran hukum dalam pengadaan simulator dimaksud, sehingga negara dirugikan atas denda keterlambatan sesuai Perpres Nomor 16 tahun 2018.

“Ada unsur kesengajaan membiarkan kesalahan tersebut apalagi proses ini adalah pengadaan peralatan yang jelas tidak bisa dibiarkan pembayaran melebihi tahun anggaran berjalan, apalagi ada pembayaran uang muka  sebesar Rp.1,9 milyar lebih yang tidak tahu digunakan untuk apa, sehingga sampai penutupan tahun anggaran tidak ada barangnya. Seharusnya tidak ada alasan keterlambatan, dikarenakan anggaran yang digunakan dalam pembayaran adalah APBN yang sudah disediakan sebelumnya,”ungkap sumber di Kejati.

Dikatakan, dari hasil pemeriksaan, penyidik akan mengagendakan pemeriksaan pihak lain seperti Direktur Poltek selaku kuasa pengguna anggaran, Ketua Panitia Penerimaan Barang, Pejabat Penandatanganan Perintah Membayar, Pejabat Pembuat Komitmen, serta pengawas internal.

Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Sammy Sapulette yang dikonfirmasi melalui telepon seluler terkait pengusutan kasus ini hingga berita ini diturunkan  belum merespon. (S-45)