Kabag Pemerintahan Terkesan Cuci Tangan
AMBON, Siwalimanews – Kepala Bagian (Kabag) Pemerintahan Kota Ambon, Steven Dominggus terkesan cuci tangan dari jabatan yang dipercayakan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy kepada dirinya.
Ia membantah tudingan tak kooperatif dan tertutup kepada media perihal proses suksesi di desa dan negeri yang hingga kini belum memilki pemimpin defenitif.
Menurutnya, jika walikota sudah memberikan keterangan, tidak perlu diklarifikasi lagi oleh staf, termasuk dirinya karena sudah mencakup kinerja OPD yang dipimpinnya.
“Saya merasa bahwa apa yang sudah dijelaskan oleh walikota itulah yang terjadi, kecuali ada perkembangan terkini dan terbaru yang sifatnya mempengaruhi kinerja pemerintah kota (Pemkot) terhadap penetapan raja defintif, namun hal itu juga kita sangat hati – hati menyampaikan statement, karena pengambilan keputusan terakhir ada di kepala daerah. Tugas staf hanya membantu menyajikan data, pada akhirnya keterangan publik alangkah baiknya berasal dari kepala daerah,” jelasnya, dalam release, yang diterima Siwalima, Rabu (24/2).
Sementara itu, berdasarkan informasi yang dihimpun Siwalima, di Balai Kota Ambon, sejak akhir Desember 2020, belum ada keterangan pers yang disampaikan oleh walikota terkait dengan suksesi di desa dan negeri di Kota Ambon.
Baca Juga: Sekda: Stunting Jadi Masalah SeriusPadahal saat ini, publik sementara menunggu langkah dan sikap tegas Pemkot Ambon dalam memproses jabatan defenitif di desa dan negeri di Kota Ambon.
Kabag Pemerintahan terkesan mencuci tangan dan menghindar dari kebutuhan publik akan informasi dan hal ini harus dievaluasi oleh walikota.
Selanjutnya setelah dikritisi, akhirnya Steven Dominggus angkat bicara.
Terkait dengan masih banyaknya negeri yang belum memiliki pemimpin definitif, kata dia, kendala yang dihadapi diantaranya adalah terjadi pertentangan dalam penetapan mata rumah parentah oleh saniri. Hal itu lepas dari intervensi Pemkot.
“Pemkot dalam hal ini tidak memiliki kepentingan untuk intervensi, tetapi menunggu hasil musyawarah saniri atau bila masalah ini bergulir ke ranah hukum, Pemkot menanti kepastian hukum lewat keputusan hukum yang tetap atau inkracht,” jelas kabag.
Selain ada pertentangan dalam penetapan mata rumah parentah, kendala lain yang ditemui adalah Saniri yang telah habis masa periodesasinya, sehingga harus diganti dengan saniri yang baru.
“Saniri yang telah habis masa jabatannya harus diganti dengan saniri yang baru, setelah saniri terbentuk, barulah dapat dibuat perencanaan untuk pemimpin definitif sesuai dengan mata rumah parentah,” ujarnya.
Diakuinya hingga saat ini, Pemkot melalui Bagian Tata Pemerintahan bahkan Penjabat kepala pemerintahan yang ditempatkan di negeri tetap melakukan pengawasan, dan pendampingan bagi negeri-negeri adat yang belum memiliki pemimpin definitif.
“Para penjabat kepala pemerintahan tidak dapat mengintervensi proses dari saniri karena tugasnya hanya sebatas memfasilitasi, memediasi, dan mendorong apa yang dikerjakan oleh Saniri,” tambahnya.
Masih berjalannya proses yang dilakukan Saniri di negeri yang belum memiliki pemimpin definitif, membuat Kabag sangat berhati – hati dalam memberi statement di media, hal ini semata-mata untuk menjaga netralitas dan menghindari ada anggapan bahwa Pemkot turut intervensi.
“Memang ini era keterbukaan, namun ada pertimbangan bahwa tidak semua hal dapat langsung disampaikan ke publik. Yang penting kami menjalankan tugas dan fungsi dengan penuh komitmen dan konsisten dengan mengedepankan asas kepastian hukum, mengutamakan kepentingan umum, bekerja secara proporsional, profesional dan akuntabel. Ini juga bagian dari menjaga marwah pemerintahan,” ujarnya.
Hingga kini diketahui Negeri yang belum memilki pemimpin definitif, yakni di Kecamatan Leitimur Selatan; Naku, Ema, Hatalai, Kecamatan Nusaniwe; Urimesing, Latuhalat, Amahusu, Silale, sementara Kecamatan Sirimau; Batu Merah dan Hative Kecil, Kecamatan Baguala; Passo dan Halong, sedangkan Kecamatan Teluk Ambon; Tawiri, Rumah Tiga, dan Hative Besar.
Khusus untuk Negeri Hative Kecil, karena ada dua calon raja, maka di tahun 2021 ini akan dilakukan pemilihan raja, serentak dengan delapan desa yang belum memiliki kepala desa definitif, yakni Desa Wayame, Poka, Hunuth, Nania, Waiheru, Latta, dan desa Galala. (S-52)
Tinggalkan Balasan