AMBON, Siwalimanews – Sebagai Ketua DPRD, Ely dijatahi bagian lebih besar dari dua lainnya yang menjabat sebagai wakil ketua.

Dalam kasus dugaan penyalahgunaan anggaran DPRD Kota Ambon Tahun 2020 yang dijadikan temuan oleh Badan Pe­meriksa Keu­angan, diketahui Ketua DPRD Ely Toisuta, kecipratan rejeki tak lazim itu.

Dari total temuan BPK senilai Rp5.293. 744.800, Ely diketahui diberi jatah dalam beberapa kegiatan fiktif. Selain Ely, dua wakil pimpinan, Rustam Latu­pono dan Gerald Mailoa, juga ikut menikmatinya.

Sebagai Ketua, tentu saja Ely dapat jatah yang lebih besar, diban­ding dua sohibnya yang hanya men­jabat sebagai wakil ketua.

Oleh BPK, nama Ely ditulis secara terang benderang pada temuan ter­sebut, disertai nilai uang yang dinikmatinya selama ini.

Baca Juga: Temuan BPK di DPRD Kota Ambon Digarap Jaksa

Sebut saja dalam item pertang­gungjawaban realisasi belanja ru­mah tangga, terdapat indikasi be­lanja fiktif sebesar Rp690.000.000.

Secara uji petik, tim memeriksa 4 SP2D nomor 874/BL/TU/BPKAD/2020 senilai Rp. 172.500.000 beri­kut­nya SP2D nomor 874/BL/TU/BPK­AD/2020 senilai Rp. 115.000.000, SP2D nomor 3621/BL/TU/BPKAD/2020 senilai Rp. 172.500.000 dan SP2D nomor 5193/BL/TU/BPKAD/2020 senilai Rp. 172.500.000.

Hasilnya diketahui bahwa reali­sasi belanja biaya rumah tangga dipertanggungjawabkan dengan melampirkan nota toko dari 2 pe­nyedia, JL dan SJ, tim pemeriksa menemukan indikasi nota dan kwitansi melebihi nilai SP2D yang dicairkan, disamping banyak keti­dak­sesuaian nilai antara kwitansi dan nota yang dilampirkan.

Setalah dikonfirmasi kepada PPK kegiatan an Sdr FN, diketahui rea­lisasi belanja tidak dilaksanakan seperti yang dibuktikan pada dokumen nota belanja.

Hal itu juga diamini Sdri JS selaku bendahara pengeluaraan, yang me­nyatakan bahwa belanja biaya rumah tangga direalisasi secara tunai kepada 3 orang pimpinan dewan dengan besaran bulanan berbeda. Pembayaran dilakukan secara tunai dengan dokumentasi yang ditan­da­tangani oleh masing-masing pimpi­nan dewan dan sdri JS.

Adapun alokasi biaya yang dise­rahkan adalah sebesar Rp.22.500. 000/bulan untuk Ketua DPRD dan sebesar Rp.17.500.000/bulan untuk masing-masing wakil ketua 1 dan 2.

Jadi total dana dalam setahun yang disetor kepada ketiga pimpinan dewan adalah Rp. 690.000.000.

Padahal, hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota DPRD sebagaimana diatur dalam PP No 18 Tahun 2017 disebutkan bahwa biaya rumah tangga masuk dalam tunjangan kesejahtraan bagi Pim­pinan DPRD yang menggunakan rumah dinas jabatan dan perleng­kapannya. Berdasarkan konfirmasi kepada Sdri JS selaku Bendahara Pengeluaraan, diketahui bahwa pimpinan yang berhak hanya Ketua DRPD. Sedangkan Wakil Ketua 1 dan 2 tidak menggunakan Rumah Dinas Jabatan. Padahal keduanya selama ini menerima pembayaran atas belanja rumah tangga masing-masing Rp.17.500.000/bulan.

Selain itu, dalam item temuan realisasi belanja makanan dan mi­numan Sekretariat DPRD, diketahui bahwa proses realisasi terbagi men­jadi dua mekanisme, yaitu Surat Perintah Kerja (SPK) dan menggu­nakan nota toko sebagai pertang­gungjawaban.

Tim kemudian melakukan konfir­masi kepada penyedia dalam hal ini CV DG, terdapat beberapa permasa­lahaan antara lain. 1. Indikasi belanja fiktif pada realiasi belanja makanan dan minuman sebesar Rp912.931.000 pada 6 SPK atas nama CV DG.

Dari hasil pemeriksaan, Sdr JL selaku direktur CV DG menyatakan bahwa keenam SPK tersebut tidak dilaksanakan sesuai perjanjian, karena CV DG hanya dipinjam. Proses pengadaan barang dan jasa dilakukan oleh sdr JL namun setelah pencairan SP2D di BPDM kantor Balai Kota Sdr. JL langsung me­nyetor seluruh hasil pencairan ke­pada Bendahara Pengeluaran Sek­retariat DPRD.

JS, bendahara pengeluaran yang dikonfiirmasi membenarkan kondisi seperti yang dijelaskan oleh Sdr JL. Bendahara Pengeluaraan menam­bahkan, pencairan atas 2 SPK melaui SP2D No 3118/BL/LS/BPKAD/2020 dan No 3571/BL/LS/BPKAD/2020 pada hari-hari besar keagamaan, tidak dilaksanakan. Uang hasil pencairan atas kedua SPK tersebut, diserahkan kepada Pimpinan DPRD, dibuktikan dengan daftar pemba­yaran ditandatangi oleh masing-masing pimpinan.

Penyerahan Termin pertama di­alokasikan kepada Ketua DPRD atas nama Ely Toisuta sebesar Rp83. 920.594 dan untuk Wakil Ketua Rustam Latupono sebesar Rp56. 764.344.

Pada termin kedua, Ely Toisuta menerima Rp51.923.156 dan untuk Latupono menerima Rp51.923.156. Dalam kasus ini, BPK tidak me­nemukan nama Gerald Mailoa se­bagai orang yang ikut kebagian uang haram tersebut.

Alokasi itu sebelum dipotong fee serta pajak terkait. sedangkan 4 SP2D lainnya dicairkan oleh CV DG kemudian uang hasil pencairan di­serahkan kepada Sdri JS untuk disimpan, namun wewenang untuk realisasi uang tersebut ada pada masing-masing PPK.

Terdapat indikasi belanja fiktif atas realiasi makan minum Rp.1.270. 250.000. berdasarkan pemerikasan atas bukti lima SP2D tersebut, diketahui bahwa hampir seluruh nota yang dipakai berasal dari CV DG. Hasil pemeriksaan terhadap sdr JL selaku Direktur CV DG, diketahui bahwa Sdr JL menyerahkan nota kosong kepada Sekretariat DPRD. Bendahara Pengeluaraan DPRD yang dikonfirmasi membenarkan bahwa nota-nota tersebut secara real tidak pernah dilaksanakan.

Tujuh Item

Dari hasil pemeriksaan BPK, diketahui ada tujuh item temuan yang terindikasi fiktif. Adapun nilai keseluruhan temuan itu kalau ditotal berjumlah Rp5.293.744.800, dengan rincian sebagai berikut, belanja alat listrik dan elektronik (Lampu Pijar, Batrei kering) terindikasi fiktif se­besar Rp425.000.0001, belanja pe­meliharaan peralatan dan mesin terindikasi fiktif sebesar Rp168.860. 000 dan belanja peralatan keber­si­han dan bahan pembersih yang ter­indikasi fiktif sebesar Rp648.047.000.

Selain itu BPK juga menemukan belanja rumah tangga yang terin­dikasi fiktif sebesar Rp690.000.000 dan belanja alat tulis kantor terin­dikasi fiktif sebesar Rp324.353.800.

Ada juga belanja cetak dan pengadaan yang terindikasi fiktif senilai Rp358.875.000, serta belanja makanan dan minuman Sekretariat DPRD yang terindikasi fiktif senilai Rp2.678.609.000.

Mulai Diperiksa

Kejaksaan Negeri Ambon mulai melakukan proses penyelidikan kasus dugaan penyalahgunaan anggaran di DPRD Kota Ambon.

Terbukti hari ini, Kamis (18/11) Sekretaris DPRD Kota Ambon Ste­ven Dominggus bersama 4 stafnya dipanggil untuk dimintai keterangan oleh penyidik Kejari Ambon.

Keempat staf yang diperiksa masing-masing, Kabag Pengawasan Penggaran Joice Paliama, Kabag Tata Usaha Max Pattipeilohy, Ben­dahara SS dan Kabag Legislasi Leonora S

Sebagaimana dilansir Siwalima­news, Steven Dominggus tiba lebih dulu sekitar pukul 12.24 WIT di Kejari Ambon, mengenakan kemeja berwarna cream turun dari mobilnya dan langsung masuk ke dalam lobi kejari. Jelang beberapa menit, sek­wan diarahkan masuk ke ruang penyidik untuk menjalani peme­riksaan.

Kemudian sekitar pukul 13.30, Kabag Legislasi Leonora S juga tiba di Kejari Ambon. Leonora yang mengenakan pakaian batik, lang­sung diarahkan menuju ke ruang pemeriksaan.

Dan pada pukul 13.59 terlihat Kabag Tata Usaha Max Pattipeilohy dengan yang mengenakan hem putih juga tiba di Kantor Kejari Ambon dan langsung menuju ke ruang pemeriksaan.

Namun tak lama kemudian atau sekitar pukul 14.17 Wit yang ber­sangkutan terlihat kembali ke luar. Nantinya pada pukul 15.30 Max kembali lagi dengan membawa sejumlah dokumen dan langsung menuju ke ruangan pemeriksaan.

Sementara itu Kabag Pengawasan Anggaran Joice Paliama juga terlihat tiba pada pukul jam 14.40 WIT dan langsung diarahkan oleh piket Kejari masuk ke ruangan peme­riksaan.

Sekitar pukul 15.30 Kabag Legis­lasi Leonora S terlihat keluar dari Kantor Kejari Ambon dan saat wartawan hendak mewancarainya yang bersangkutan mencoba untuk menghindari.

“Tadi saya cuma ditanya sesuai dengan tupoksi saya saja. Jangan dong tanya-tanya beta lai,” ujar Leonora kepada wartawan dengan dialeg Ambon yang kental.

Sementara kepada wartawan Max Pattipeilohy mengaku, pemeriksaannya masih berlanjut.  “Pemeriksaan masih berlanjut nanti saja yah,” ucapnya.

Hal yang sama juga dikemu­kakan Sekwan Steven Dominggus, saat keluar dari Kantor Kejari sekitar pukul 15.24 WIT. Kepada wartawan, Sekwan mengaku, proses pemeriksaan masih berlanjut, sehingga ia belum bisa berkomentar banyak.”Proses pemeriksaan masih tetap berlanjut, jadi nanti saja,” ungkap Sekwan sambil berlalu meninggalkan para wartawan.

Sementara itu Kejari Ambon, Dian Frits Nalle menjelaskan, pemeriksaan hari pertama hampir selesai dan tinggal menunggu bendahara saja, nanti informasi lebih lanjutnya akan diberitahukan kemudian. Untuk hari ini kita lakukan pemeriksaan untuk lima orang, semuanya masih staff termasuk Sekwan dan Bendahara, untuk anggota DPRD belum,” tegas Kajari.

Dijadwalakan hari ini, Jumat (19/11), pemeriksaan masih berlanjut untuk enam orang saksi yang dipanggil jaksa. Mereka yang akan diperiksa besok juga ini masih staf Sekwan dan PPK.

Untuk besok itu nantinya enam orang yang diperiksa, ini juga masih staf sekwan dan PPK, untuk anggota belum. Saya harap bersa­-bar dulu yah, nanti kita konfirmasi lebih jelas agar rilisnya lebih koperhensif,” tandas Kajari Nalle.

Ketika didesak siapa saja yang diperiksa hari ini, Kajari belum mau menyebutkan identitas ataupun inisial serta jabatan dari para staf yang akan diperiksa. ”Nanti saja yah kita akan sampaikan rilis resmi kepada media secara transpran,” janji Kajari.

Ditanya, kapan mulai dilakukan pemeriksaan terhadap pimpinan dan anggota DPRD yang turut menikmati uang haram tersebut,Kajari mengaku, saat ini proses pemeriksaan masih difokuskan kepada bagian sekretariat lebih dulu, belum sampai pada pimpinan dan anggota DPRD.

“Untuk pimpinan dan anggota DPRD termasuk mantan sekwan belum. Saya harap bersabar dulu yah, nanti kita konfirmasi lebih jelas dulu agar rilisnya lebih koperhensif,” tandas Kajari.

Catut Nama Kajari

Sebelumnya, nama jaksa sempat dibawa-bawa, pasca temuan BPK dalam dugaan penyalahgunaan anggaran di DPRD Kota Ambon.

Dalam pertemuan rahasia, dengan melibatkan sebagian besar Anggota DPRD Kota yang digelar di Hotel The Natsepa, Rabu (3/11) malam, Ketua DPRD Ely Toisuta, seperti dikatakan sumber Siwalima, berkali-kali meminta agar anggota dewan solid dan satu hati agar masalah yang melilit lembaga wakil rakyat itu dapat diselesaikan.

“Menurut ibu ketua, dari hasil konsultasi dengan Kajari Ambon, beliau menitip pesan kalau masalah ini mau selesai, seluruh anggota dewan harus satu hati. Beberapa kali ibu ketua menyebutkan nama pak kajari dalam pertemuan itu,” ujar sumber tersebut.

Kejari Ambon langsung membantah pernyataan Ely itu dengan mengaku tetap berkomitmen untuk mengusut adanya temuan BPK itu.

“Kita akan bekerja sesuai SOP dan tidak akan pernah terpengaruh de­ngan isu maupun intervensi dari siapapun. Kita akan tetap berkomitmen untuk mengusut temun BPK ini,” tandas Kajari Ambon, Dian Fris Nalle, kepada Siwalima, Rabu (17/11).

Kajari juga menepis adanya informasi atau isu yang beredar di tengah masyarakat bahwa dalam rapat internal DPRD Kota Ambon di Hotel The Natsepa, beberapa waktu lalu, ada pernyataan Ketua DPRD Kota Ambon, Elly Toisuta bahwa temuan BPK sudah aman di jaksa.

“Kalau ada informasi yang beredar ditengah masyarakat seperti itu, tidak benar. Kami akan tetap bekerja sesuai SOP,” tegas Nalle.

Hingga berita ini naik cetak, Ketua DPRD Kota Ambon, Ely Toisuta yang dikonfirmasi Siwa­lima, tidak menjawab telepon selu­-lernya. Pesan singkat yang dikirim-pun juga tak direspons. (S-51)