AMBON, Siwalimanews – Temuan BPK itu langsung dihandle jaksa. Dalam waktu dekat, belasan orang segera diperiksa sebagai saksi.

Kejaksaan Negeri Ambon, dipasti­kan segera melakukan penyelidikan terhadap temuan BPK di DPRD Kota Ambon, sebesar Rp5.293.744.800.

BPK menemukan banyak proyek fiktif bernilai miliaran rupiah di sekretariat DPRD Kota Ambon pada laporan keuangan Pemerintah Kota Ambon, tahun anggaran 2020.

“Atas temuan dimaksud, Kejari Ambon telah melakukan penyeli­dikan yang sudah mulai dilakukan sejak Senin (15/11) kemarin,” ungkap Kasie Intel Kejari Ambon, Jino Talakua kepada wartawan di Ambon, Selasa (16/11) siang.

Untuk mengumpulkan data dan bukti, jaksa akan segera memeriksa 11 orang saksi. “Penyidik sudah jadwalkan untuk pemeriksaan terha­dap 11 orang saksi, (yang) rencana­nya dipanggil pada 18 dan 19 November nanti,” ungkap Talakua.

Baca Juga: Empat Kadis Ditahan Selama RL Menjabat

Untuk diketahui, dalam temuan BPK disebutkan, realisasi belanja barang dan jasa pada Sekretariat DPRD Kota Ambon tidak sesuai dengan ketentuan, sehingga meng­akibatkan indikasi kerugian daerah sebesar Rp5.293.744.800.

Sebagaimana diberitakan, temuan BPK itu dimulai dari biaya lam­pu pijar dan alat listrik, hingga biaya rumah tangga pimpinan dewan tak sesuai ketentuan.

BPK dalam temuan menyebut­kan, secara uji petik tim pemerik­saan melakukan pemeriksaan atas 4 SP2D, dimana hasil diketahui bahwa realisasi belanja biaya rumah tangga dipertanggungjawabkan dengan melampirkan nota toko dari dua penyedia dimana nota dan kuitansi pembayaran yang dilampirkan melebihi nilai SP2D yang dicairkan.

Selain itu, terdapat banyak ketidaksesuaian nilai antara kuitansi dan nota yang dilampirkan, sehingga secara keseluruhan, terdapat kelebihan nilai nota yang dilampirkan dibandingkan degan total pencairan keempat SP2D sebesar Rp122.521.000.

Dan ketika BPK melakukan konfirmasi kepada PPK kegiatan pengelolaan rumah tangga pimpinan DPRD, diketahui bahwa realisasi belanja biaya rumah tangga di sekretariat DPRD tidak dilaksanakan seperti yang dibuktikan pada dokumen pertanggungjawaban belanja realisai riil, namun yang dilakukan adalah uang hasil pencairan SP2D untuk belanja biaya RT sepenuhnya dibayarkan kepada masing-masing pimpinan DPRD setuap bulannya.

Dengan kata lain, PPK sama sekali tidak mengetahui rincian pembagian dan besaran yang dibagikan.

Selain itu, belanja biaya rumah tangga sebenarnya direalisasikan secara tunai kepada 3 orang pimpinan DPRD Kota Ambon dengan besaran bulan yang berbeda,  untuk Ketua DPRD diserahkan sebesar Rp22.500.000/bulan,Wakil Ketua I dan II sebesar 17.500.000/bulan.

Untuk Wakil Ketua I dan Wakil Ketua II total alokasi dan dalam setahun sebesar Rp690.000.000 (Rp 22.500.000.000 + (2x Rp 17.500.000.000) x 12 bulan. berdasarkan data tersebut, maka disimpulkan realisasi biaya rumah tangga terindikasi fiktif dan melampirkan bukti pertanggungjawaban yang tidak dapat diakui sebesar Rp690.000.000.

Selain itu, pembayaran biaya RT kepada pimpinan DPRD tidak sesuai ketentuan sebesar Rp420.000.000, dimana hak keuangan dan administrasi pimpinan dan anggota DPRD diatur dalam PP nomor 18 Tahun 2017, termasuk didalamnya mengenai biaya rumah tangga pimpinan.

Dalam PP nomor 18 tahun 2017 disebutkan bahwa, biaya RT masuk ke dalam tunjangan kesejahteraan bagi pimpinan DPRD, namun dijelaskan pula bahwa belanja RT pimpinan hanya boleh diberikan bagi pimpinan yang menggunakan rumah dinas jabatan dan perlengkapannya.

Berdasarkan konfirmasi BPK, dan pemeriksaan atas aset tetap milik sekretariat DPRD, diketahui bahwa pimpian yang berhak hanya ketua DPRD Kota Ambon, sedangkan Wakil Ketua I dan 2 tidak berhak mendapatkan belanja RT, dan karenanya pembayaran atas belanja biaya RT yang dialokjasikan kepada Wakil Ketua DPRD tidak sesuai ketentuan sebesar Rp420.000.000 (2xRp17.500.000)x12 bulan.

Uang Makan Minum

Berikutnya realisasi belanja makan dan minum di Sekretariat DPRD terindikasi fiktif sebesar Rp2.678.609.000.

Pada tahuhn anggaran 2020, Sekretariat DPRD Kota Ambon melaksanakan realisasi atas belanja makan dan minum sebesar Rp6.132.284.000 atau 97,96% dan yang dianggarkan sebesar Rp258.700.000.

BPK menemukan indikasi belanja fiktif pada realisasi belanja makan dan minum sebesar Rp912.931.000 pada 6 SPK, dimana pencairan atas dua SPK melalui 2 SP2D  nomor 3118/BL/L.S/BPK.AD/2020 dan nomor 3571/BL/LS/BPKAD/2020 dan nomor 3571/BL/LS/BPKAD/2020 pada kegiatan hari-hari besar keagamaan tidak dilaksanakan. Uang hasil pencairan dana atas kedua SPK tersebut diserahkan kepada pimpinan DPRD.

Hal ini dibuktikan dengan daftar pemnbayaran yang ditandatangani oleh masing-masing pimpinan DPRD.

Penyerahan uang pada termin dialokasi untuk Ketua DPRD, sebesar Rp83.920.594 untuk Wakil Ketua I sebesar Rp51.923.156 dan untuk Wakil Ketua II Rp51.923.156. Alokasi tersebut sebelum dipotong untuk fee/administrasi serta pajak terkait.

Sedangkan empat SP2D lain dicairkan oleh CV DG, kemudian uang hasil pencairan diserahkan kepada bendahara pengeluaran untuk dilakukan penyimpanan, namun wewenang untuk realisasi atas uang tersebut pada masing-masing ada pada PPK kegiatan.

Berikutnya terdapat indikasi fiktif atas realisasi belanja makan dan minuman yang melampirkan nota sebagai bukti pertanggungjawaban pada lima SP2D sebesar Rp1.270.250.000.

Selain itu, salah satu penggunaan uang hasil pencairan belanja makan minum mengutamakan nota dari CV DG adalah untuk membayar uang makan minum bagi pimpinan DPRD.

Adapun besaran alokasi untuk Ketua DPRD adalah Rp25.500.000/bulan, dan untuk Kedua Wakil Ketua masing-masing sebesar Rp20.895.000/bulan. jika diakumulasikan, maka total belanja makanan dan minuman yang diserahkan secara tunai kepada pimpinan DPRD adalah sebesar Rp807.480.000 (Rp25.500.000×12 bulan) + (2xRp20.895.000 x 12 bulan).

Kegiatan penyediaan makan dan minuman untuk Ketua dan Wakil Ketua DPRD di kantor dan rumah, tidak sesuai dengan PP No 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan administrasi pimpinan dan anggota DPRD, karena pimpinan tidak berhak atas uang makan minum yang diberikan secara tunai.

Dengan demikian secara keseluruhan, relaisasi belanja makanan dan minuman pada lima SP2D terindikasi fiktif sebesar Rp1.270.250.000.

Diminta Usut

Menanggapi hal ini, praktisi hukum, Munir Kairot meminta jaksa dan polisi segera mengusut kasus ini. Dimana temuan BPK sudah sangat jelas sehingga membuka ruang bagi aparat penegak hukum usut.

“Jika ini temuan BPK berarti kami minta jaksa dan polisi usut, karena ini uang rakyat yang dipakai untuk pembiayaan sejumlah proyek di sekretariat DPRD Kota Ambon, sehingga temuan BPK ini bisa diusut jaksa atau polisi,” jelas Kairoti kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (11/11).

Kairoty mengharapkan, temuan BPK ini segera ditindaklanjuti karena sangat disayangkan jika sejumlah proyek yang dianggarkan dengan anggaran APBD tahun 2020 justru fiktif.

“Ini kan uang rakyat kok ada proyek yang fiktif, sehingga harus diusut. Apalagi ini dugaan korupsi yang tidak boleh dilindungi,” tegasnya.

Hingga berita ini naik cetak, tak satupun pimpinan DPRD Kota Ambon mau dikonfirmasi. Ketua DPRD Ely Toisuta, maupun dua wakil ketua Rustam Latupono dan Gerald Mailoa, tidak menjawab panggilan telepon. (S-45)