AMBON, Siwalimanews – Guna meredam tingginya tingkat inflasi di Maluku pada dua bulan terakhir ini, membuat tim pengendalian inflasi daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, terus memperkuat berbagai upaya sinergis dan intensif meredam tingkat inflasi, khususnya yang berasal dari kelompok makanan, minuman dan tembakau.

Upaya yang dilakukan tim TPID membuahkan hasil, dimana pada pada periode bulan Juli ini, tekanan inflasi gabungan kota di Maluku turun 1,84 persen dari sebelumnya yang tercatat 6,07 persen (yoy), menjadi 4,23 persen (yoy) pada Juli 2023.

Namun meskipun mengalami penurunan, capaian inflasi tahunan tersebut lebih tinggi dari inflasi nasional yang tercatat sebesar 3,08 persen (yoy), sekaligus masih lebih tinggi dari sasaran inflasi nasional tahun 2023 yang dite­tapkan pada rentang 3,0+1 persen (yoy).

“Berbagai upaya dilakukan TPID, salah satunya kegiatan gelar ope­rasi pasar, kegiatan pangan murah dan juga penjajakan kerja sama antar daerah (KAD) B2B yang akan semakin diintensifkan disepan­jang semester II 2023 ini, untuk mengendalikan stabilitas harga serta mendukung ketahanan pa­ngan nasional, guna mendukung pencapaian inflasi yang sesuai dengan rentang sasarannya pada 2023,” tulis Kepala Kantor Perwa­kilan BI Maluku Rawindra Ardian­sah dalam rilisnya yang diterima Siwalima, Rabu (2/8).

Ardiansah mengaku, pada Juli kemarin tekanan harga gabungan kota di Maluku mengalami penuru­nan relatif signifikan setelah me­ngalami trend peningkatan sejak bulan Maret 2023.

Baca Juga: Bank Maluku Terancam Turun Grade

Untuk tingkat inflasi bulanan ga­bungan kota di Maluku tercatat deflasi sebesar -0,09 persen (mtm) dan itu lebih rendah diban­dingkan realisasi bulan Juni 2023, yang mengalami inflasi 1,07 per­sen (mtm), sehingga realisasi inflasi gabungan kota tercatat lebih kecil dibandingkan nasional se­besar 0,21 persen (mtm).

“Secara spasial, penurunan tekanan harga gabungan kota di Maluku pada Juli kemarin didorong oleh deflasi yang terjadi pada Kota Ambon dan Kota Tual, yang ma­sing-masing mengalami deflasi -0,06 persen (mtm) dan -0,50 per­sen (mtm), dan itu berdasarkan kelompok pengeluaran, tekanan harga yang menurun didorong oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau, yang mana pada Juli itu, kelompok makanan, mi­numan, dan tembakau mengalami deflasi sebesar -1,26 persen (mtm),” ujarnya.

Menurunnya, kelompok maka­nan, minuman dan tembakau di­dorong oleh tingkat suhu permu­kaan laut dan suhu gelombang yang mulai melandai, sehingga mendukung aktivitas tangkap oleh nelayan dan mengurangi hamba­tan distribusi pangan.

Selain itu, tingkat curah hujan di wilayah sentra produksi pangan di Maluku yang cenderung menurun, turut mengurangi tekanan penuru­nan produksi. Oleh karena itu, penurunan kelompok makanan, minuman dan tembakau tersebut, terutama didorong oleh komoditas perikanan dan hortikultura.

“Seperti diantaranya ikan layang, ikan selar dan sawi hijau, yang masing-masing mengalami def­lasi -36,51 persen (mtm), -39,99 persen (mtm), dan -35,51 persen (mtm),” urainya.

Jadi Penyumbang

Meski inflasi gabungan kota/kabupaten di Maluku, menurun per Juli 2023, namun khusus pada kelompok transportasi dan bahan bakar rumah tangga, masih terjadi inflasi.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku, Ra­windra Ardiansah dalam rilisnya, Rabu (2/8) menjelaskan, penuru­nan inflasi lebih dalam tertahan oleh peningkatan inflasi pada kelompok transportasi.

“Tercatat pada kelompok trans­portasi, mengalami inflasi sebesar 1,99 persen (mtm), dan pening­katan itu didorong oleh pening­katan harga avtur pada bulan Juli 2023,” jelasnya.

Hal itulah sehingga mendorong tekanan harga pada komoditas angkutan udara, yang tercatat sebesar 5,64 persen (mtm).

Selain itu, peningkatan juga terjadi pada bahan bakar rumah tangga, yang tercatat meningkat sebesar 2,37 persen (mtm), dan itu disebabkan adanya peraturan Harga Eceran Tertinggi yang diterapkan di Kota Ambon.

“Yang pada akhir bulan Juni 2023 kemarin, sehingga itu mendorong peningkatan harga minyak tanah di tingkat konsumen di Kota Ambon,” jelasnya. (S-25)